"Jangan ngambek dong!"
Tak berhasil. Anya terus saja diam sembari hormat kepada bendera. Keduanya dihukum hormat kepada bendera karena tak segera masuk ke kelas. Mana hormat benderanya di tengah lapangan panas.
Siapa yang menaruh bendera negara Tora di tengah lapangan? Kenapa tidak dibawah pohon gitu biar tidak panas. Menyebalkan!
Walau tak pintar, Anya cukup disiplin menjadi calon atlet di Asrama Atlet Melawa. Selalu on time dan tak pernah mendapatkan hukuman. Baru kali ini saja.
"Mending lo diem deh! Semakin lo ngoceh, semakin panas hawa ini!" amuk Anya membuat Chiko terdiam seketika.
Hukuman mereka selama 20 menit setelah itu baru boleh pergi. Chiko melirik jam tangan yang berada di pergelangan tangan kirinya. Tinggal 5 menit lagi. Baru saja Chiko mau memberitahu gadis yang ada disamping nya. Tapi dia malah memasang wajah masam hingga Chiko mengurungkan niatnya.
Lima menit sudah berjalan. Anya menurunkan tangannya karena merasa sudah selesai. Sedikit keahlian Anya, dia bisa mengira waktu. Itu juga berguna saat waktu pertandingan, dia bisa mengira serangan pada waktu yang tepat.
"Mau kemana!" interupsi Chiko ketika Anya hendak pergi.
"Ya ke kelas. Udah selesai kan?" jawab Anya sekenanya.
"Eh, jangan ke kelas dulu! Kita ke kantin saja. Aku haus!"
"Elo mau dihukum? Gila aja. Gue sih nggak mau!"
"Nggak bakalan! Ayo!"
Tanpa persetujuan, Chiko menarik tangan Anya. Cewek itu hanya bisa pasrah ditarik Chiko kemana saja. Setelah berjalan cukup jauh dari tiang bendera tadi, dua sejoli itu sampai di kantin.
Sepi. Semua murid masuk ke kelas untuk belajar. Baguslah, tidak ada yang melihat mereka berdua.
"Kamu mau apa?" tawar Chiko lembut.
"Air putih dingin kalau ada," balas Anya singkat lalu mengambil tempat duduk terdekat.
Chiko mengerut bingung. "Air putih dingin? Nggak biasanya mau minum itu. Nggak mau soda?"
Anya menghela napas. Selain tak suka olahraga, ternyata Angel kurang suka minum air putih. Apa dia harus minum soda agar Chiko tidak curiga?
"Terlalu banyak minum manis itu nggak baik. Kayak gitu aja nggak tau, udah deh cepet beli!" kata Anya ngegas. Ia tetap tak mau minum soda walau taruhannya adalah kecurigaan Chiko.
Chiko mengangguk cepat. Memang dia curiga, daripada pacarnya itu ngambek lagi lebih baik dia mencari apa yang diinginkan. Cowok itu pun langsung berlari ke penjual minuman yang ada di kantin.
Sementara menunggu, Anya menatap sekitar kantin. Dirinya masih belum terlalu terbiasa dengan keadaan kantin sekolah umum. Kalau di sekolahnya, makanan dan minuman sudah disediakan berdasarkan saran ahli gizi. Makanannya memang gratis dan tidak boleh protes kecuali memang alergi.
Kantin disini harus beli dan banyak macamnya. Enak sih. Membuat kalap. Untung saja Anya ingat kalau dirinya adalah calon atlet yang harus jaga makan.
Chiko kembali dengan 5 botol minuman. 2 botol air putih dingin, 2 botol soda, dan 1 botol minuman isotonik. Setelah diletakkan botol tersebut diatas meja, Anya menyambar air putih dingin tanpa diminta.
"Tenang aja Yang, nggak ada yang mau ambil," kekeh Chiko yang melihat Anya minum dengan rakus.
Setelah menghabiskan tiga perempat botol, Anya berhenti dan menutup kembali botol tersebut. "Terimakasih buat airnya."
"Sama-sama Ayang! Jangan sungkan kalau minta sama Chiko!"
Berkali-kali Anya dibuat heran dengan tingkah Chiko. Baik, perhatian, lembut lagi. Kenapa Angel mau putus dengan dia? Malah pacaran dengan cowok lain yang bentukannya sangat menjengkelkan.
Anya berdegem. Ia jadi teringat misinya untuk memutus Chiko. "Besok ada acara nggak?"
Dengan senyum lebar, Chiko menggeleng. "Enggak. Ayang mau ngajak jalan?"
"Iya. Bisa kan?"
"Bisa dong!"
Baguslah. Besok mereka akan putus.
.
.
.
.
.
"Kamu itu ya, bisa tidak diam? Memalukan! Memangnya kau dewi sempurna sampai bisa bicara seperti itu?""Memang kenyataan. Dia bagusnya dimana? Cuma manusia nakal sok suci!"
Anya terlonjak kaget ketika melihat Bianca dan suaminya, Amando, bertengkar di ruang tamu. Gadis itu hanya bisa menarik diri ke salah satu tembok lalu mengintip pertengkaran mereka.
"Lagipula, kenapa kau begitu mengurusi urusan ku? Urusi saja Vanessa mu itu! Jangan ganggu aku!" bentak Bianca.
Amando mengeraskan rahangnya. "Kau istriku! Gara-gara kelakuan kau, para kakak mu memarahi ku!"
Bianca tertawa sinis. "Marah? Kau takut kemarahan mereka atau takut dengan izin proyek mu yang bakalan macet? Tanpa kakak ku, proyek mu itu tidak akan berjalan!"
"Jangan sembarangan kalau bicara! Aku sudah kaya raya sebelum dengan mu!"
Pertengkaran semakin memanas. Tubuh Anya bergetar melihat nya. Beginikah rasanya menjadi Angel? Ketakutan melihat orang tua yang sering berkelahi.
Dulu, Anya sangat ingin punya orang tua. Saat punya, Anya malah menangis ketakutan. Mereka bukan orang tua impian Anya.
"Lo pasti takut kan Ngel? Sama, gue juga takut disini," gumam Anya.
"Seharusnya kamu langsung ke kamar. Kenapa kau mengintip mereka?" suara bisik terdengar oleh Anya.
Gadis itu terkejut ketika melihat Lona berada disamping nya. Wajah seriusnya sangat mengintimidasi. Langsung saja Anya menutup rapat mulutnya.
"Pertengkaran mereka akan lama. Sebaiknya kau cepat ke kamar. Kamar nona Angel kedap suara, jadi kau tidak akan mendengar mereka."
Anya semakin speechless mendengar itu. Rumah besar ini terlalu mecekam untuk seorang gadis muda. Berada di tengah-tengah rumah tangga yang hancur membuat mental ikut hancur.
.
.
.
.
.
Malam begitu dingin. Apalagi dipinggiran kolam renang. Mengapa Anya berada disana? Untuk mengerjakan PR. Otaknya butuh angin malam agar tidak panas mengerjakan matematika.Baru saja Anya duduk di kursi meja kolam renang, ia melihat siluet Bianca berada di lantai dua tepat diatasnya. Wanita itu tengah melamun, diam seperti patung.
Anya menebak kalau nyonya besar Gustav itu tengah bersedih. Dirinya juga ikut bersedih. Tapi mana mungkin dirinya datang lalu memeluknya. Yang ada Anya diamuk lagi.
Hingga sebuah lirik lagu terlintas di otak Anya. Lirik lagu yang didengar lewat televisi beberapa waktu yang lalu. Sembari mengerjakan PR, Anya bernyanyi.
"Sampaikan pada jiwa yang bersedih. Begitu dingin dunia yang kau huni. Jika tak ada yang bawa mu kembali, bawa lukamu biar aku obati."
Suara merdu Anya jelas terdengar oleh Bianca. Ia melongok kebawah dan melihat siluet Angel alias Anya itu tengah belajar sembari menyanyi. Suara lembut merdunya membuat perasaan Bianca lebih baik.
Secara tak sadar, Bianca menarik senyum. Diam-diam ia malah merekam aksi Anya itu.
Roza Patricia atau Bianca Gustav. Penyanyi terkenal dengan lagu kondang diputar di mana-mana. Dirinya selalu menjadi pusat perhatian dan tak jarang direkam aktivitas nya.
Tapi berbeda kali ini. Ia merekam orang dengan senyum yang terus mengembang diwajahnya. Seperti fans dalam diam Anya telah wujud.
.
.
.
.
.
Golden and Blue.
Story by assitami.Like postingan ini sebelum lanjut.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Golden and Blue
Teen FictionJadi Atlet itu menyenangkan, tapi tidak lebih menyenangkan dari menjadi orang kaya. Itulah yang Anya pikirkan. Setiap hari berhayal bisa menjadi orang kaya dan hidup enak. Hingga suatu hari ia menabrak Angel menggunakan mobil. Sebagai ganti rugi, A...