(not) my mom

15 4 1
                                    

Tahu apa yang dipikirkan Anya tentang anak tunggal?

Dimanja, disayang, paling diperhatikan dan bisa mendapatkan segalanya. Menjadi Angel membuat Anya sedikit ragu dengan itu.

Jangankan dimanja. Diperhatikan pun rasanya tidak. Ibu Angel sama sekali tidak menyapa anaknya. Kabar pun tidak ia tanyakan. Benarkah itu ibu Angel.

"Sepertinya Angel anak pungut," ceplos Anya.

Lona langsung menampar bahunya pelan. "Jangan berbicara sembarangan! Nona Angel jelas anak nyonya Bianca dan tuan Amando. Kau tidak lihat rambutnya mirip? Bentuk matanya juga."

"Tapi aku sangat mirip dengan Angel tapi bukan saudara. Mirip bukan berarti saudara kan?" balas Anya yang membuat Lona mengerang kesal.

"Kenapa malah bahas itu! Seharusnya kau menemani nyonya Bianca!"

Anya berdecak pelan. "Ada yang aku mau tanya, mangkanya aku seret kau ke kamar."

Mereka tengah di kamar Angel. Mengabaikan keberadaan nyonya besar yang baru saja tiba. Anya dengan keingintahuan yang besar langsung menginterogasi Lona. Kali ini harus mendapatkan jawaban yang pasti.

Belum juga Lona membalas, Anya langsung memotong nya. "Kenapa dia dipanggil Bianca? Bukan Roza Patricia? Dia penyanyi itukan?"

Lona menghela napas berat lalu mengangguk. "Iya. Dia Roza Patricia. Itu hanya nama samaran, nama aslinya Bianca Kelan. Setelah menikah namanya ganti Bianca Gustav."

"Tunggu dulu. Kelan? Perdana menteri itukan!"

"Mereka saudara kandung."

Anya terkejut luar biasa. Bukan hanya kaya, silsilah keluarga Angel tidak main-main. Pantas saja bisa sombong. Sombong dan dingin. Tidak hanya dingin sikapnya, dingin juga hatinya.

"Kau tahu Roza Patricia?" tanya Lona.

Anya mengangguk. "Dulu aku sering mendengar nya dari radio atau televisi. Aku juga sering meniru nya. Aku kaget pas tahu ternyata ibunya Angel itu idolaku."

"Terus?"

"Aku kaget ternyata dia se sombong Angel. Dia tak sesuai ekspetasi ku," sambung Anya dengan nada sedih.

Lona bersedekap dada memandang Anya. "Kau maunya seperti apa? Menyambut mu riang? Jangan bercanda. Bahkan dengan nona Angel saja seperti itu. Sudahlah."

"Yah. Ini salahku. Aku terlalu berharap besar."

"Ayo kita keluar! Kau harus menemani nyonya Bianca makan. Kau tidak boleh berpikiran aneh-aneh!"

Lona menyeret Anya keluar dari kamar Angel. Yah begitulah Lona, sabar setipis tissue menghadapi Anya. Padahal kan masih banyak pertanyaan Anya tentang keluarga ini.

Dengan susah payah Anya menyeimbangkan langkah Lona yang sudah seperti dikejar setan. Sedikit lagi mereka sampai di meja makan, Lona memilih berhenti dan menatap tajam Anya.

"Ingat Anya. Tak perlu diambil hati apa yang dilakukan oleh nyonya Bianca. Cukup tunjukan wajah senang dan tanya beberapa hal yang menyenangkan juga. Paham?" Anya mengangguk sebagai jawaban. "Bagus!"

Lona sedikit mendorong Anya untuk pergi sementara dirinya melihat dari jauh. Anya pergi sendiri menuju meja makan. Dengan langkah ragu dirinya mendekati meja makan yang diisi oleh Roza Patricia alias Bianca.

"Siang Mommy," sapa Anya lalu duduk disebelah kanan Bianca. Sementara Bianca sendiri duduk diujung meja.

Tak ada jawaban. Bianca hanya melirik Anya lalu kembali makan. Anya hanya bisa tersenyum kecut dengan tingkah ibunya Angel itu.

Anya hendak mengambil nasi, tiba-tiba saja Bianca bersuara. "Kemana saja kau 2 minggu kemarin?"

Oh, akhirnya bersuara juga nyonya besar Gustav ini.

Dengan gugup Anya menjawab. "Jalan-jalan. Mencari angin."

"Kenapa kau terus saja berbuat masalah? Kenapa kau mendorong Rachel dari tangga!" ucap Bianca marah.

Rachel Morena, sepupu Angel, Anya tahu dia. Tak ada yang memberitahu nya tentang apa yang terjadi. Angel mendorong Rachel? Bagaimana caranya Anya menjawab itu sedangkan dirinya saja baru tahu?

"Itu kecelakaan!" jawab asal Anya.

"Kecelakaan darimana? Kaki Rachel terkilir! Bobby memarahi ku! Bisa tidak kalau tenang dan tidak bertingkah? Cukup nikmati harta ku dan jaga tingkah mu!" amuk Bianca.

Anya hanya bisa menunduk takut. Baik wajah dan nada bicara Bianca sangat menakutkan. Bibir Anya hanya bisa kaku menahan tangis.

"Dasar anak tidak tahu diri. Aku muak dengan mu!" Bianca berdiri lalu pergi dari meja makan.

Setelah Bianca benar-benar pergi, Lona menghampiri Anya yang masih menunduk dan bergetar badan nya. "Apa yang terjadi? Kenapa nyonya Bianca pergi? Pasti kau bicara yang tidak-tidak kan!"

"Kenapa?" Anya bangkit dan menatap Lona dengan mata berkaca-kaca. "Kau masih bertanya kenapa? Aku dimarahi tadi! Apa kau buta?"

Lona speechless.

Dengan menahan sesak, Anya melanjutkan kalimat nya. "Saat aku tanya apa yang sebenarnya terjadi, kau bilang tidak boleh terlalu tahu. Terus sekarang apa? Aku tadi dimarahi soal Rachel dan itu salah ku? Benar-benar bajingan kau!"

Anya pun melewati Lona dengan menabrak bahunya keras. Ia pun berjalan sembari menangis. Lelah dengan semua yang ia hadapi. Kenapa mereka hanya bisa mengalahkan sementara belum tahu apa yang sebenarnya terjadi?

Sementara itu Lona memandang Anya penuh dengan penyesalan. "Apa aku terlalu keras?"
.
.
.
.
.
"Aku! Tak mengejar mu saat kau pergi! Bukan karna ku tak cinta lagi! Tapi kini ku berhenti! Tidak saling menyakiti!"

Anya menyanyi dengan berteriak sembari berlari mengitari kolam renang. Tak perduli jika ada orang yang melihat dan menganggapnya seperti orang gila.

Memang dia sudah gila sekarang.

Kenapa semuanya hanya bisa mengalahkan? Kenapa semuanya tidak ada yang membelanya sedikitpun?

Setelah putaran ke-20, Anya baru berhenti dan terlentang didekat kolam. Dengan napas yang terengah-engah, Anya memandang langit hitam diangkasa. Hawa dingin pun benar-benar tak mengusik Anya.

Anya termasuk anak dengan fisik yang cukup kuat. Berlari 30 putaran pun ia mampu. Masalahnya, ia berlari sembari menangis saat ini, mangkanya sudah sangat lelah diputaran 20.

"Zel! Tolongin gua!" tangis Anya.

Berteriak memang melegakan. Apalagi tidak ada yang mendengarkan suara hati seperti yang Hazel lakukan. Beban ini terasa beribu kali lebih berat.

Anya kembali menyanyi random setelah berhenti menangis. Walaupun sedikit serak, suara Anya tetap bagus. Apakah itu bisa dikatakan bakat terpendam?

Sementara itu, tanpa diduga Bianca melihat Anya yang tengah menyanyi seperti orang gila. Ia tidak fokus dengan tingkah abnormal nya, tapi lebih fokus dengan suara yang tak jelek walau sembari menangis.

"Aku baru tahu dia bisa menyanyi," gumam Bianca.
.
.
.
.
.
.
Golden and Blue.
Story by assitami.

Follow akun ini biar nggak ketinggalan cerita selanjutnya❤

See you.
Tbc

Golden and BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang