Menggoda

102 8 1
                                    

Lizzy mengerjapkan mata sesaat sebelum akhirnya menyipit sebab merasa sulit. "Apa tak ada cara lain?"

"Tidak ada!" balas Saga tegas. Pria itu tersenyum, dia pikir karena telah membuat Lizzy tak bisa berkutik.

"Baiklah, mulai sekarang aku akan berada di sini dan tidur di ranjang yang sama sampai Ayah juga Ibu pergi dari sini," Lizzy menyahut tenang. Terlalu santai sampai-sampai Saga terkejut. Lantas dia memosisikan diri duduk.

"Serius? Kau tak bercanda bukan?"

"Kenapa? Kau keberatan? Aku bisa kok tidur di bawah kalau--"

"Ah tidak! Bukan itu maksudku. Kau serius mau tidur di sini denganku?" tanya Saga lagi. Ini seperti mimpi siang bolong baginya.

"Kau mau aku menarik kata-kataku?" Lizzy mengancam sembari memamerkan senyuman.

"Ah tidak hanya saja ini benar-benar di luar dugaan, kukira kau menolak karena kau membenciku," ujar Saga.

"Itu sih memang benar tapi jika kau tidak melewati batas."

"Seperti?"

"Menyentuh tubuhku atau hal lainnya yang mengusik privasi. Aku tidak akan segan-segan melaporkan pada Ayah dan Ibu tentang Crystal." Saga mendengus. Istrinya memang cerdas dalam hal mengancam.

"Oh iya soal Crystal, dia tahu tidak soal masalah ini?" tanya Lizzy tiba-tiba.

"Kenapa menanyakan hal itu? Kukira kau tak peduli padanya,"

"Memang tidak. Cuma penasaran saja." Pada awalnya sang suami diam kemudian menjawab, "Dia tak tahu tapi nanti aku beri tahu."

"Bilang juga jangan datang dulu kemari nanti bisa diamuk sama Ayah,"

"Iya aku juga tahu soal itu," ketus pria itu. Lizzy lalu turun dari ranjang dan berjalan ke dalam kamar mandi.

Sepeninggal sang istri Saga merebahkan diri. Memejamkan mata kemudian terbawa ke alam mimpi.

❤❤❤❤

"Ayah, Ibu silakan makan maaf cuma sedikit buru-buru memasaknya," kata Lizzy kepada Ayah dan Ibu mertua. Memang tak direncanakan oleh wanita itu untuk memasak karena

"Tidak apa-apa, Bunda bisa mengerti. Di mana Saga kok nggak kelihatan?" tanya Bunda Saga.

"Dia lagi tidur kecapean kerja," Lizzy menyahut.

"Dasar bocah! Dia tak menghargai usaha istrinya sendiri," kesal Mahendra.

"Ayah jangan marah. Dia bekerja keras seharian pasti lelah." Dalam hati Lizzy menggerutu. Hanya karena ingin terlihat sebagai menantu yang baik, dia terpaksa harus mengatakan hal kebaikan dari pria yang jelas-jelas telah selingkuh darinya.

"Lelah apaan? Pasti dia sedang bertem"

"Sayang ayo makanlah, kasihan menantu kesayangan kita sudah masak tapi kita mengabaikannya," sergah Yuna. Mahendra lantas terdiam.

"Ah iya Ayah lapar sekali, Ayah coba ya pasti enak," balas Mahendra. Gelagatnya tampak aneh.

"Lizzy, apa Saga pernah mengajakmu jalan-jalan?" Yuna bertanya.

"Jalan-jalan? Apa maksud Ibu kencan?" Yuna tersenyum.

"Ya semacam itulah." Lizzy menggelengkan kepala. Sontak benturan keras terdengar dan semua itu disebabkan oleh Ayahnya Saga.

"Dia sangat keterlaluan! Apa yang selama ini dilakukannya?! Awas saja jika dia bangun, Ayah akan langsung menegurnya!"

"Sudahlah sayang jangan emosi ingat tekanan darahmu," Yuna menegur. Suaminya kembali menjadi tenang kendati raut wajah masih terlihat marah.

"Begini, karena tidak ada besok kau dan Saga bisa menemani kami," gagas Ibu Saga.

"Menemani ke mana?" bingung Lizzy.

"Ayah dan Bunda mau ke bioskop untuk merayakan hari kencan pertama kami nah kami ingin kalian berdua ikut," Mahendra menjelaskan. Senyum simpul di buat tatkala dia memandang pasangannya. Tampak mereka saling cinta meski sekedar lewat tatapan.

"Aku bisa Ayah tapi tanyakan dulu sama Saga apa dia punya waktu atau tidak,"

"Tenang saja dia pasti akan ikut. Ayah jamin." Lizzy tersenyum tipis menanggapi ucapan Ayah mertuanya. Ketika Mahendra mengalihkan pandangan garis di bibir langsung luntur seiring dengan menikmati makanan.

Sehabis membersihkan meja dan juga dapur Lizzy kemudian bergerak ke kamar. Baru beberapa langkah wanita itu berhenti tatkala mendengar suara Saga yang sedang berbicara.

Sepertinya dia terlibat percakapan serius dan dari gaya bicaranya Lizzy sudah tahu siapa lawan bicara sang suami. Dia lalu masuk ke dalam menemukan Saga kaget melihat keberadaan dirinya.

"Saga, Ayah tadi bilang besok kita kencan bersama Ayah dan Ibu di bioskop," kata Lizzy sengaja bernada keras agar bisa didengar oleh Crystal-- si lawan bicara Saga.

"Ap-Apa? Sayang, penyihir jelek itu mengatakan apa?!" kesal Crystal.

"Siapa yang kau katakan penyihir, dasar pelakor!" Lizzy membalas tak kalah mengejek.

Saga langsung mematikan telepon. Dia mengisyaratkan istrinya agar diam. Lizzy mendecak sebal lalu mendekat ke sebuah tas di mana sebuah penangkap mimpi dikeluarkan agar bisa menggantungnya.

"Benda itu ... kapan kau membelinya?"

"Ini, kan hadiah dari Gael. Bukankah sikapnya manis?" Lizzy balik bertanya dengan nada sok manis.

Saga mendengus. "Hanya benda itu saja, aku membelikanmu kasur yang besar untukmu," gumam pria itu.

Lizzy tidak ambil pusing. Dia bergegas ke kamar mandi untuk mengganti baju piyama. Ketika Lizzy keluar dia bisa melihat mata Saga membulat. Bagaimana tidak? Piyama yang digunakan adalah sebuah lingrie hadiah pernikahan mereka.

"Kenapa kau melihatku seperti itu? Apa aku seksi?" goda Lizzy.

"Siapa bilang! Ke-kenapa kau memakai pakaian itu?!"

"Terserah aku mau pakai apa," Lizzy menggerutu. Wajahnya kemudian berubah tersenyum memandang Saga.

"Tapi ayo jujur, kau suka tidak dengan penampilanku?" Saga kemudian memperhatikan Lizzy dari ujung rambut hingga ujung kaki. Dia memang terlihat sangatlah seksi seperti malam pernikahan mereka.

Beberapa kali Saga menelan ludah dan secepatnya memutuskan kontak mata. "Tidak!" jawabnya spontan. Dia kemudian menutup tubuh dengan selimut. Tak mau memandang Lizzy lagi.

Romansa NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang