Lizzy tersentak dari tidurnya. Secara otomatis ia duduk sambil mengatur napas yang terengah-engah. Untuk beberapa saat pemilik mata berwarna coklat tersebut melihat sekitar dan baru menyadari jika dia berada di kamar.
Perlahan tapi pasti Lizzy bisa mengatur napasnya lalu melihat ke arah suami. Saga masih tidur dengan pulas, tidak terganggu sama sekali. Setelah melihat jam wanita itu kemudian masuk ke dalam kamar mandi lalu mengunci dari dalam.
Di lain tempat suara dering dari sebuah ponsel membangunkan Jasmine. Ia mendumel sendiri sebentar sebelum akhirnya menerima panggilan tanpa melihat siapa yang menelepon. "Halo," ucapnya dengan nada serak.
"Aku tak bisa tidur." suara dari Lizzy menyegarkan wanita itu dan buru-buru duduk di atas ranjang.
"Mimpi buruk itu datang lagi, apa bisa kau memberikanku obat?" sambung Lizzy.
"Ya tentu, bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Jasmine.
"Buruk. Aku rasa ini semua karena Rama, pertemuan kami tidak berjalan dengan lancar tadi." Jasmine membuang napas panjang.
"Kau harus melakukan terapi lagi Lizzy, aku akan buat jadwal agar kau bisa datang."
"Tapi aku baik-baik saja tidak ada yang perlu aku sampaikan." perempuan itu berkilah.
"Jangan membantah Lizzy, kalau kau membiarkannya lama, maka akibatnya fatal. Ingat apa yang terjadi padamu ketika kau hanya menutup diri." Lizzy terdiam, tidak bisa membantah perkataan Jasmine yang ada benarnya.
"Pikirkan baik-baik ucapanku, jika kau mau sembuh dengan cepat. Lalu soal Lisa dan juga keluargamu aku rasa sudah saatnya kau terbuka pada mereka," lanjut wanita berprofesi sebagai psikiater tersebut.
"Kau butuh seseorang yang bisa dipercaya dan itu adalah keluargamu."
"Tapi--"
"Tidak mungkin, kan kalau kau harus jujur pada Saga atau keluarganya?" potongnya lagi.
"Tidak," balas Lizzy lemah. "Aku bisa mempercayai mertuaku tapi tidak dengan pria itu!"
"Kenapa kau tidak menyebut nama-"
"Bye Jasmine, good night!" potong Lizzy. Dengan cepat pula ia menutup telepon, menarik napas sebentar dan duduk merenung memikirkan kejadian tadi dan beberapa hal yang ia ingat walau tak mau menciptakan sebak di dada.
Tapi tidak butuh Lizzy menenangkan diri. Dia memutuskan untuk mandi. Yah mungkin agak gila mandi jam 2 pagi namun bagi Lizzy sendiri, mandi bisa membuat dirinya rileks meski hanya sementara.
Jam 6.30 pagi, Lizzy sudah selesai memakai make up dan berpakaian rapi. Dari tadi karena enak berendam dia jadi sedikit ngantuk dan tertidur sedikit. Beruntung dampak ke kulitnya tidak begitu buruk.
Lizzy lalu melihat pada Saga. Pria itu masih tertidur dengan lelapnya dan dia tak berniat untuk membuat Saga bangun. Lekas Lizzy keluar menyapa pelayan termasuk Ibu mertua yang sudah bangun.
"Pagi Bunda," sapa Lizzy.
"Pagi Sayang, kok pagi ini sudah rapi mau ke mana?" Bunda bertanya. Tampak wajah Lizzy menunjukkan keraguan namun ia harus jujur pada wanita paruh baya itu.
"Mau ke rumah Ayah dan Ibu." Seketika pandangan dari Bunda Saga tertuju pada sang menantu.
"Kamu yakin mau ke sana?"
"Iya Bunda, aku mau minta maaf soal apa yang terjadi. Semoga saja mereka mau ngerti," tutur Lizzy. Yuna terdiam, meski ada perasaan ragu tapi dia mendukung menantunya.
"Bunda," panggil Lizzy. "Bukankah Bunda harusnya marah juga? Aku mengacaukan pesta pernikahan , tidakkah Bunda mau tahu alasan yang sebenarnya?" lanjut Lizzy.
Yuna terdiam. Dia tampak berpikir sebentar sebelum akhirnya tersenyum dan menjawab. "Kalau marah sih sebenarnya Bunda marah juga tapi setelah Bunda lihat kalau Lizzy ini jadi istri yang baik buat Saga, Bunda nggak keberatan kok."
Tak ada kebohongan dari tatapan mertuanya yang membuat Lizzy merasa bersalah. Dia jadi tak tega karena dengan rencananya jelas akan menyakiti hati Ayah dan Ibu mertua nan baik.
Lizzy mendekat dan memeluk Yuna secara tiba-tiba. Kendati bingung akan tetapi Yuna menerima pelukan tersebut. "Lizzy minta maaf ya Bunda," ucap Lizzy serak.
"Tidak apa-apa sayang, Bunda sudah maafin Lizzy. Yang semangat ya!" Lizzy mengangguk. Setelah pamit wanita muda itu keluar dari rumah menuju rumah orang tuanya.
Gugup? Tentu saja. Ini adalah pertama kalinya mereka bertemu semenjak kekacauan di pesta pernikahan. Tibalah dia di depan rumah keluarga Grace.
Rasa gugup menjadi gelisah. Lizzy berekspektasi kejadian tak menyenangkan namun ditepisnya semua perasaan itu seraya mengatakan pada diri sendiri semua akan baik-baik saja.
Dia mulai mendekati pintu. Tangannya tarik ulur, ragu untuk mengetuk. Terdengar suara dari balik pintu membuat Lizzy agak kaget. Pintu terbuka sebelum ia sempat melakukan sesuatu.
Muncul Lisa yang tampak kaget dan termangu sebentar. "Lizzy," ucapnya pelan. Lizzy dan Lisa sama-sama terdiam. Karena tak mampu menanggung semua emosi, Lizzy mencoba bergegas pergi.
"Lizzy, tunggu!" Lisa menggapai tangan Lizzy dan memaksa agar kembarannya menoleh menatapnya. Tidak banyak bicara Lisa memeluk wanita itu.
Lizzy terpaku. Dia tak bisa berpikir sekarang. "Maafkan aku, aku seharusnya tak menamparmu." Mendengar bisikan lembut dari Lisa, Lizzy terenyuh.
Lantas dia ikut juga memeluk Lisa. "Aku merindukanmu."
"Aku juga sangat rindu." Lisa melerai pelukan lalu menarik masuk ke rumah di mana kedua orang tua mereka menunggu.
Angel dan Reza juga menyambut dengan baik. Mereka senang akhirnya Lizzy datang dan mau berbicara lagi. "Sayang kau makan dengan baik, kan di sana? Ayah dan Ibu mertuamu?" tanya Angel. Jujur dia sangat kepikiran hidup putrinya itu dirumah keluarga lain.
"Baik Ibu, aku makan yang cukup. Ayah dan Ibu sangat baik mereka menganggapku sudah seperti anak mereka sendiri," jawab Lizzy jujur.
"Kalau suamimu? Kau baik dengan dia?" Lizzy menggigit bibir. Bimbang harus mengatakan apa.
"Kami baik kok." Kalau dipikirkan dengan matang memang tak ada masalah toh bagi Lizzy Crystal juga bukan halangan besar.
"Kau tidak bohong, kan?" Lizzy mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Reza. "Kenapa kalian menganggap aku sedang berbohong?"
Reza serta Angel berpandangan. Melalui mata mereka saling berkomunikasi. "Nak sebenarnya kami tahu apa yang sedang kau hadapi sekarang. Saga ... selingkuh, kan?"
Lizzy mematung. Dari mana orang tuanya mendapat informasi penting itu?
"Si-siapa yang bilang pada kalian kalau Saga selingkuh?" tanya Lizzy tenang.
"Temanmu, Gail." Lizzy makin terperangah. Sejak kapan Gail bertemu dengan orang tuanya? Apa dia juga membeberkan semua yang dikatakan Lizzy pada mereka?
Ngomong-ngomong soal Gail, sekarang pria itu sudah berada di depan pintu kediaman Saga dan menekan bel pintu. Ditangannya ada sebuah tupperware milik Lizzy.
Dia hendak mengembalikan dan mau berterima kasih atas makanan yang diberikan Lizzy tempo hari. Tidak ada jawaban, Gail sekali lagi menekan bel pintu. Sepertinya akan memakan banyak waktu.
Tidak lama pintu terbuka, tapi bukannya Lizzy di hadapan Gail sekarang adalah sosok pria paruh baya yang memandangnya tajam. Pria itu berperawakan lebih tinggi dan kekar darinya tapi Gail sama sekali tak gentar.
"Maaf Paman, Lizzynya ada?" tanya Gail sopan.
"Kau siapa? Mau apa kau dengan Lizzy?!" tanya pria itu.
"Saya mau mengembalikkan tupperware Lizzy dia-"
"Kamu siapa?" tanya pria itu lagi memotong ucapan Gail.
"Saya Gail, temannya Lizzy," jawab Gail. "Anda siapa?"
Pria itu masih dengan pandangan tak suka ke arah Gail menjawab, "Saya mertuanya Lizzy."
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Nakal
RomanceBerawal dari terbukanya rahasia Saga Keano yang memiliki seorang wanita lain di saat akan menikahi Lisa Grace, saudara kembarnya Lizzy Grace tak mau melihat saudara kembarnya sedih menggantikan posisi sang saudara kembar. Akankah pernikahan yang did...