Mengenal Lizzy

14 5 0
                                    

Saat itu Lizzy menyadari Nona A tinggi di banding dia. Kecantikannya tidak tertutup meski wanita itu memakai pakaian formal layaknya seorang lelaki dan make up tebal. Rambut pirang merahnya sangatlah mencolok namun entah mengapa terasa cocok untuk Nona A.

"Selamat datang Nona Lizzy, saya senang sekali anda datang ke kantor kami. Maaf saya sibuk sampai tak sadar akan kehadiran anda." Nona A menjelaskan.

"Tidak apa-apa, aku bisa mengerti. Nona A bisa aku berbicara hanya denganmu saja?" tanya Lizzy berhati-hati.

Nona A tersenyum dan segera mengisyaratkan agar Sena pergi. Ada ketidaksukaan dari ekspresi pria itu akan tetapi ia cepat menuruti atasannya. Segera pintu kantor ditutup, perhatian Nona A langsung tertuju pada Lizzy. "Sepertinya anda akan bertanya banyak hal kepada saya, silakan saya akan jawab satu per satu."

Lizzy tidak terkejut mengingat keanehan Sena yang sudah menunggu dari awal di teras. "Memang banyak tapi yang paling penting adalah kenapa tiba-tiba anda menginginkan saya untuk bekerja di sini? Saya sendiri tidak melamar ke tempat ini untuk bekerja,"

Nona A tersenyum. "Karena anda adalah kandidat yang tepat dan bisa dipercaya oleh perusahaan kami sesungguhnya kami tak pernah membuka lowongan kerja untuk perusahaan,  kami yang akan menyeleksi langsung karyawan kami."

"Apa ini karena kalian mengawasi saya akhir-akhir ini?" Lizzy bertanya lagi.

"Itu tidak benar sepenuhnya. Kami memang mengawasimu tapi jauh sebelum ayah mertua anda meminta kami untuk mengamati anda. Apa anda tidak ingat soal tujuh tahun yang lalu ..."

Lizzy mendadak diam. Keringat dingin mulai muncul di pelipisnya, dia tak mau mengingat kejadian itu lagi tapi seakan terpicu dengan perkataan Nona A Lizzy kembali menyelami masa lalu yang begitu kelam. Napasnya semakin berat sekarang. Ada beban di dalam dada dan makin lama beban tersebut semakin berat.

Nona A mendekat, dengan tenang dia menyadarkan tubuh Lizzy agar tubuhnya santai. "Tenang Nona Lizzy, atur napas anda." Mata keduanya saling beradu pandang begitu pula tangan Lizzy diremas lembut oleh Nona A. "Apa mau saya panggilkan petugas kesehatan?"

Lizzy menggelengkan kepala dengan napas yang terengah-engah. Dia bisa merasakan tubuhnya menegang sedang matanya memanas mulai menitikan air mata.

"Tidak apa-apa Nona, silakan menangis saja. Maaf kalau saya sudah memicu trauma anda tapi sepertinya anda belum sembuh dengan trauma anda."

❤❤❤❤


Saga membuka mata saat mendengar suara ketukan. Di depan pintu yang terbuka sosok Ade berjalan masuk ke dalam kamar pria itu. "Aku dengar Paman sedang sakit, apa sudah baikkan?" tanya Ade.

Saga tersenyum. Meski Ade terkesan cuek rupanya dia perhatian. "Sudah baikan terima kasih."

Ade mengangguk pelan. Dia kemudian duduk di tepi ranjang sambil mengacak tas berwarna hitam miliknya. Sebuah ukiran beruang kecil dari tanah liat dia keluarkan. "Aku beri prakaryaku sebagai tanda terima kasih karena Paman sudah mengizinkanku untuk menginap di sini. Kata ibu aku harus memberikan sesuatu sebagai tanda terima kasih."

Meski ukirannya kecil tapi tampak beruang tersebut dibuat dengan cermat. Untuk seukuran anak 12 tahun, Ade hebat menyelesaikan beruang tanah liatnya. "Maaf juga kalau sudah merepotkanmu beberapa hari ini," lanjut Ade.

"Tidak apa-apa, aku suka dengan hadiahmu terima kasih."

Ade tersenyum tipis. Dia hendak berdiri namun pria itu segera mencegat. "Boleh Paman minta penjelasan darimu?" tanya Saga.

"Minta penjelasan apa?" Ade balik bertanya.

"Soal Lizzy." Saga menjawab singkat.

Ade yang awalnya berdiri kembali duduk. "Mau dimulai dari mana?" tanya Ade. Dia sendiri bingung dari mana harus bercerita lebih dulu.

"Awal perkenalammu dengan Lizzy, bagaimana dia dulu? Apa dia cuek, sering marah-marah dulu?" Jujur Saga sangat penasaran bagaimana Lizzy yang dulu. Apa sama seperti dia yang dikenal oleh Saga?

"Tidak, kakak Lizzy dulu berbeda. Dia seorang pemurung dan tinggal di kamar,  Sering berteriak di dalam kamar karena mimpi buruk. Setidaknya hanya itu yang aku ingat," kata Adel terus terang.

"Dia seperti itu?" Saga sebenarnya cukup kaget. Deskripsi Lizzy yang dulu sangat berbeda dengan Lizzy-istrinya.

Ade mengangguk. "Sekitar tiga tahunan kalau tidak salah berangsur mulai membaik. ibuku yang merawatnya, waktu itu ibu bekerja di sebuah pelayanan jasa di mana mereka membimbing orang-orang yang terkena penyakit mental termasuk kakak Lizzy."

"Kau masih ingat kondisinya?"

"Aku sudah lupa tapi aku masih ingat dia mencoba membunuh dirinya beberapa kali, tiga tahun baru bisa membuka diri." Ade mendengus. "Ini karena mantan pacarnya, dia begitu kasar kepada kakak."

"Maksudmu Rama?" Seketika dada Saga terasa panas. Sepatutnya di hari itu dia menghajar Rama sampai mati. Kalau dia bertemu dengannya satu kali lagi, Saga akan membuat Rama membayar semua perbuatannya pada Lizzy. Dia berjanji.

"Iya masalah awalnya sebab Rama tidak mau putus dari kakak tapi kakak tetap kekeh dan bilang kalau dia tak punya perasaan sama Rama. Kejadiannya waktu pulang sekolah lalu Rama langsung menampar kakak tepat di depan rumah. Pada awalnya dia minta maaf, tahu, kan bagaimana sikapnya kakak dia tidak memberikan kesempatan lagi buat Rama walau pria itu memohon atau menangis darah sekali pun. kakak pikir semuanya sudah tenang ternyata dia di teror dan diikuti sama Rama bersama teman-temannya. kakak Lizzy jelas takut tapi dia memberanikan diri untuk bicara empat mata bukannya mereka damai Rama malah memukul kakak sampai wajahnya babak belur lalu..."

Ketukan pintu menghentikan cerita Ade. Keduanya menatap pada sosok pelayan wanita yang tampak gelisah. "Maaf Tuan, bukan bermaksud mengganggu waktu istirahat Anda tapi ada seseorang yang ingin bertemu Tuan, penting sekali."

"Bilang saya sedang sakit, tidak mau diganggu." Saga membalas dengan nada cepat. Dia tak sabar mau mendengar lanjutan cerita dari Ade.

"Tapi Tuan tamunya Crystal Tuan..."

Saga membatu untuk sesaat. Tidak lama dia berdiri dari ranjang dan berjalan menuju ruang tamu di mana Crystal duduk manis. Senyumannya pun tak kalah manis saat melihat Saga.

Dia senang setelah dua bulan mereka akhirnya bisa bertemu lagi. Segera dia berjalan menghampiri hendak memeluk Saga namun sebelum Crystal bisa merasakan hangat tubuh pria itu Saga mendorong pelan tubuhnya agar menjauh. Sorot mata Crystal menampilkan kekecewaan tapi ekspresi cepat berubah, tidak mau menghancurkan reuni mereka dengan air mata.

"Aku kangen sama kamu Saga, kita sudah lama tidak bertemu. Apa kau sehat? Kau tampak pucat." Crystal hendak meraba pipi Saga dan untuk kedua kalinya langsung ditepis oleh pria yang masih ia anggap sebagai kekasih.

"Mau apa ke sini? Aku tidak punya waktu untuk bertemu denganmu jadi cepatlah lalu pulang aku tidak akan-"

"Saga, aku hamil."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Romansa NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang