Reuni

59 8 0
                                    

Sesuai dengan permintaan Saga, Lizzy merawatnya selama beberapa hari dan tiada pertengkaran. Crystal--simpanan Saga sama sekali tidak terlihat batang hidungnya.

Mungkin ini semua karena Saga, entah apa perkataannya sehingga dia mau menjaga jarak dan cukup membuat Lizzy bosan. Tidak ada yang bisa dibuat naik darah.

Hari ini adalah hari Saga kembali diperiksa, kepala dan tangannya sudah tidak diperban artinya pekerjaan Lizzy sudah agak ringan.

Sama seperti sekarang mereka berdua sedang berjalan di halaman rumah sakit. Bosan seharian di kamar. Banyak sekali orang berkumpul, menikmati pertunjukan yang dilakukan oleh beberapa relawan guna menghibur pasien sakit.

Saga dan Lizzy cuma melihat dari jauh. Duduk bersantai di bawah pohon dengan angin sepoi-sepoi meniup. Begitu nyaman sampai-sampai Lizzy menguap beberapa kali.

"Lizzy, kalau kau mau tidur lakukan saja pundakku bisa jadi bantal." Alis Lizzy tertaut.

"Tidak terima kasih nanti aku akan tidur di kamar saja," balasnya.

"Kenapa? Di sini nyaman, pemandangannya bagus, angin sepoi-sepoi. Sudah jangan malu," ujar Saga seraya menepuk pundak. Lizzy menatap suaminya dengan mata memicing.

"Apa begini caramu menggoda seorang wanita?" Saga tersenyum sombong.

"Aku ini pecinta wanita, wajarlah kalau aku tahu cara memperlakukan wanita." Lizzy tak berbicara tapi tatapan menjijikan dari wanita itu menjelaskan segalanya.

Ponsel Lizzy berbunyi dan ketika melihat nama Jasmine dia lantas berjalan menjauh membuat jarak sementara perhatian Saga kini tersita pada beberapa orang yang menari.

"Sudah kubilang aku tak mau pergi ke sana!" Sayup-sayup bisa didengar suara Lizzy dan hal ini menarik Saga, dia kemudian memandang sang istri. Mukanya sedari tadi kesal makin mengkerut saja.

"Kau tak rindu dengan teman-teman sekelas kita?" tanya Jasmine dari balik telepon.

"Aku merindukan mereka hanya saja aku tak mau bertemu dengan dia. Melihat wajahnya saja aku sudah muak!" sahut wanita itu.

"Aku justru berpikir sebaliknya dengan kau bertemu dia di acara kau bisa menyelesaikan masalah."

"Kalau tidak tetap tidak!" Lizzy lekas mematikan telepon. Masih menampakkan raut wajah sama, dia mendekat lalu duduk di samping Saga.

"Itu dari temanmu?" Pertanyaan Saga dijawab dengan mengangguk malas oleh Lizzy.

"Cewek atau Cowok?" Lizzy kontan melirik Saga, hanya sebentar lalu membalas.

"Cewek."

"Kalian membicarakan tentang apa sampai-sampai kau kesal begitu?"

"Reuni," jawabnya singkat.

"Bukan maksudku siapa seseorang yang kalian bicarakan?" tanya Saga menyelidik.

"Ohh mantan pacarku." Saga membulatkan mata mendengar ucapan santai dari Lizzy. Dia pikir wanita yang galak semacam Lizzy tidak memiliki kehidupan percintaan.

"Mantan pacarmu?!" ulang Saga.

"Iya, aku tak mau melihatnya lagi." Jawaban Lizzy membuat pria itu tertarik dan mendekat.

"Memangnya kenapa? Kau pernah sakit hati karena dia?"

"Boleh tidak jangan berbicara lagi tentang dia! Aku benar-benar membencinya!" kata Lizzy penuh penekanan.

"Sangat membencinya? Bahkan melebihi bencinya kau padaku?" jawaban Lizzy yang mengangguk membuat Saga semringah.

"Lalu?" Lizzy langsung menoleh pada suaminya dengan kening mengkerut.

"Maksudmu?"

"Yah menurutku kau salah hanya karena satu orang yang kau benci kau menjauhi semua teman-temanmu. Menurutku kalau kalian memiliki masalah harusnya reuni itu adalah waktu untuk menyelesaikannya bukan?" tutur Saga.

Mereka berdua sama-sama diam. Mengerjapkan mata sambil menatap satu sama lain. Lizzy mendengus pelan. Dia memegang hidung Saga dan memencetnya agar pria itu tak bisa bernapas.

"Apa yang kau lakukan?!" Saga dengan cepat menepis tangan Lizzy. Dia menatapnya sebal sambil mendecak.

"Hanya agar kau sadar. Kenapa tiba-tiba kau jadi bijak begitu? Oh iya kepalamu terbentur mungkin saja karena itu kau akan lupa kebiasaanmu yang mempermainkan wanita. Sudahlah pikirkan dirimu sendiri, kau harus pulih baru pikirkan orang lain di sekitarmu."

Sontak Lizzy berdiri dan menarik suaminya agar ikut berdiri. "Cukup jalan-jalannya sekarang kau harus istirahat," perintah Lizzy. Kendati bibirnya mengerucut Saga menaati ucapan sang istri.

Lizzy kemudian berjalan lebih dulu bergerak dua langkah. Hal itu makin membuat mood Saga makin turun. Rasa sakit yang tiba-tiba pun di kepala tak terelakkan. "Aww," ringisnya.

Langsung Lizzy menoleh dan berbalik mendekat. "Kenapa?" tanya wanita itu terdengar cemas.

"Kepalaku sakit tiba-tiba." Saga mengeluh. Dia kembali menyeringit saat kepalanya kembali merasakan seperti jarum menusuk-nusuk kepala.

"Ayo ke kamar dan minum obat jalannya pelan-pelan saja," sahut Lizzy. Tangannya lalu meraih lengan Saga menuntun pria itu sampai ke kamar.

Bergegas Lizzy memberi obat dan berkonsultasi dengan dokter selagi Saga beristirahat. Keputusannya Saga akan kembali di periksa bagian kepala keesokan hari.

Lizzy kemudian kembali ke ruang inap Saga dan menemukan sang suami telah tertidur pulas barangkali nanti malam atau besok pagi baru bangun.

Dia lalu duduk di salah satu ranjang dekat Saga. Dikeluarkan sebuah surat undangan reuni yang mana diberikan oleh Jasmine, sahabat karibnya.

Dalam diam Lizzy mengingat ucapan Saga. Memang benar mantannya dan dia masih memiliki masalah yang belum terselesaikan tapi Lizzy takut. Takut kalau tidak sesuai ekspektasi dan malah membuka luka baru di goresan lama yang telah pudar.

Ekor matanya kemudian melihat lagi sang suami meski sebentar. Perhatiannya lalu tersita dengan pertunjukan yang ada di halaman rumah sakit. Semakin meriah saja acara itu bahkan suara orang bernyanyi bisa terdengar dari kamar Saga padahal jaraknya boleh dibilang amat jauh.

Romansa NakalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang