-- MY LILAC --

88 6 0
                                    

"Ibu lepaskan aku!"

"Cukup Tamara! Dia sudah tidak menginginkanmu, jadi untuk apa kau tetap bertahan dengannya?"

"Aku mencintainya, Ibu! Aku tidak rela dia bahagia dengan orang lain selain aku! Hanya aku yang bisa mendapatkannya!"

"Kau punya harga diri, Nak! Pikirkanlah dirimu sendiri. Jangan mengemis cinta dari orang yang tidak pernah mencintaimu!"

Tamara tersenyum miris. Masih jelas dalam ingatannya tentang jawaban Valerio ketika ibunya menanyakan pertanyaan yang paling inti.

"Bagaimana bisa kau sejahat itu? Lalu bagaimana dengan perasaan Tamara, Vale? Kau tidak memikirkannya? Dia istrimu, Nak. Dia tanggung jawabmu."

"Maafkan aku, Bibi. Selama ini aku bertahan karena berharap setelah menikah, mungkin aku bisa mencintainya."

"Apa? Jadi selama ini kau tidak pernah mencintai istrimu?"

"Maaf, Bibi. Cinta untuk Tamara.. aku tidak pernah bisa merasakannya."

Jena pun terkejut mendengar pengakuan Valerio.

"Vale minta maaf, Bibi. Namun.. Vale hanya menyayanginya sebatas teman dan menghormatinya sebagai istri. Tidak pernah bisa lebih dari itu."

"Lalu mengapa kau menikahinya dulu?"

"Karena aku tidak tega. Selama ini Tamara selalu berada di sisiku. Setidaknya aku ingin mewujudkan keinginannya untuk hidup bersama dengan menikah. Aku terlalu sombong menganggap cinta akan mudah datang setelah kami menikah. Namun, aku malah semakin menyakiti perasaanku sendiri juga Tamara."

"Kau tidak bisa memaksakan perasaan cinta seseorang, Tamara. Valerio.. dia tidak pernah mencintaimu."

🌸🌸🌸

Dering ponselnya kembali berbunyi. Valerio memilih untuk mengabaikannya. Pria itu dapat menebak siapa penelpon itu. Netranya kosong dan merasa lelah. Harinya mulai terasa berat. Hingga ia memilih untuk pergi menuju suatu tempat.

Jarak yang cukup jauh dari kota Seoul tak menyurutkan langkah Valerio untuk datang ke tempat asri itu. Dengan membawa dua buket bunga di tangannya, Valerio menuju ke tempat dua nisan yang berdampingan di tengah area makam tersebut.

Ia duduk memandangi sisi kanan kirinya. Dua gundukan tanah yang ditumbuhi rerumputan pendek nan rapi tersebut adalah tempat ternyamannya saat berkeluh kesah.

Valerio memejamkan mata sembari menunduk. Dalam hatinya mengucap beribu kata maaf pada dua orang yang telah terbujur kaku di dalam tanah tersebut. Ia merasa sangat bersalah karena gagal menepati janjinya untuk menjadi suami yang baik bagi Tamara, istrinya. Masih tergambar jelas dalam ingatannya jika pengkhianatan adalah hal yang paling dibenci kedua orang tuanya tersebut.

"Papa, Mama, Maafkan Vale."

Valerio merasakan hujan mulai membasahi dirinya. Ia merasa bersyukur karena hujan mampu membantunya menyamarkan tangis air mata yang keluar dari kedua matanya. Ia tak perduli lagi jika ada yang melihatnya dalam kondisi lemah seperti ini.

"Vale merasa seperti pengecut selama ini. Andai saja Vale bisa tegas dengan perasaan Vale sendiri, Vale tidak akan membuat orang lain menderita seperti ini."

Tak lama kemudian, ia kembali mendongak saat merasakan hujan tak membasahinya lagi. Ada sosok tinggi yang sangat ia kenal membagi payungnya pada Valerio.

"Kak Bara?"

"Peganglah, tanganku pegal."

"Kenapa bisa ada disini--"

Love Blossom🌸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang