Silvia duduk di atas sofa dengan tangan yang menyatu. Tak ada yang tahu kapan anaknya pulang, menunggu pun terasa sia-sia saja. Bahkan hatinya yang resah tak bisa disembunyikan lewat ekspresi wajahnya yang tenang.
Tebran tidak pernah hidup sendirian di luar sana tanpa dirinya. Silvia mengerti kalau Tebran ingin memperbaiki diri, tetapi haruskah beranjak meninggalkannya sendirian di rumah yang sunyi ini?
Silvia mencoba memahaminya. Akan tetapi semua lara masih membekas dalam dirinya. Ia masih merasa bersalah membuat dunia bayi kecilnya hancur. Harapan agar kehidupan mereka sempurna dan layak, tak ada artinya sampai saat ini. Suaminya bahkan tak memberinya kasih sayang lagi sejak mereka bergelimpangan harta.
Suara pintu yang terdengar nyaring mengalihkan fokusnya kepada sosok yang terlihat berjalan ke arahnya. Silvia sontak berdiri untuk menyambut kehadirannya.
"Sayang, kamu sudah pulang?" Silvia mencoba meraih tas yang dipegang oleh suaminya, "sini aku bantu bawain tas kamu."
Bukan keramahan yang didapatnya, Edi langsung menepis tangannya tanpa mempedulikan perasaan istrinya.
"Lebih baik kau urus saja anak gak tau diri itu."
Matanya menyorot ke sekitar. Mencari-cari kehadiran anak pembangkang yang selalu mencampuri urusan rumah tangganya demi Silvia.
"Mana anak itu?"
Silvia menunduk ke bawah. Tatapan mata Edi membuatnya terintimidasi. Kegugupan melanda dirinya dan tak tahu harus mengatakan yang sejujurnya atau tidak.
"Te-tebran ... belajar, sayang. Dia lagi belajar buat semester ganjil nanti," jawabnya, mengarang dengan sebaik mungkin agar sang suami tidak marah.
"Baguslah, lebih baik anak gak tau diri itu belajar saja. Daripada mencemari nama baik yang sudah susah payah ku bangun dari nol."
"I-iya, Mas."
Melihat Edi melangkah menuju ke kamar, Silvia pun segera mengikuti arah jalan suaminya. Tanpa memikirkan keadaan apa yang akan menimpanya bila ia terus berbohong seperti ini tiap harinya. Kehancuran atau malah tak tersisa sama sekali?
🌠🌠🌠
"Pi, kenapa bintang selalu bersinar di atas sana?" tanya seorang gadis berusia 15 tahun sambil menunjuk ke atas dengan rasa penasaran.Papi gadis itu tersenyum tipis mengetahui bahwa anak perempuannya semakin tertarik dengan dunia astronomi.
"Bintang bisa bersinar karena memiliki inti bintang, Nay. Inti bintang itu akan bereaksi pada zat-zat tertentu dan mengalami perubahan. Perubahan itulah yang membuatnya bisa menghasilkan cahaya," jelasnya serinci mungkin.
"Kalo Naya bisa kayak bintang juga gak ya, Pi? Kan kalo bersinar terang nggak bakalan takut gelap, Pi."
Pertanyaan lugu Kanaya membuatnya terkekeh kecil. Entah mengapa semakin penasaran anak itu, maka semakin terlihat menggemaskan di matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Bintang Bersinar
Teen FictionAda begitu banyak bintang yang bersinar di luar angkasa, tapi hanya Tebran saja yang cahayanya kian meredup. Kala dunianya hancur akibat keterpurukan dan keegoisan. Tebran bertemu dengan gadis bintang bernama Kanaya yang cahayanya berpendar tanpa ba...