🌠19| Selalu percaya

30 15 0
                                    

Berjalan kaki menuju halte, pilihan yang tidak buruk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berjalan kaki menuju halte, pilihan yang tidak buruk. Bagian kurangnya, terik mentari mulai menyengat kulit mereka. Saat ini lebih baik mengingat bagian indahnya saja, melebihkan waktu berdua tanpa gangguan manusia yang mendadak ramah.

Kanaya masih memegang kamera yang menggantung di lehernya. Tersisip senyuman kala menyaksikan kekagumannya pada satu objek pada gambar yang terabadikan.

"Lo pinter banget ngajarin anak-anak ya," ungkap gadis imut itu membuat sepasang mata tertuju padanya.

Tebran merasa sedikit malu karena begitu senang dipuji.

"Gue pernah bilang kan, gue selalu jadi nomor satu dimana pun."

"Oh ya? Dimana pun?" Kanaya menoleh dengan binar di matanya. Tebran tak melihat ada rasa meremehkan dari gadis itu.

Bibirnya mengulum tipis dan mengangguk. "Gue orangnya gak suka dijatuhin, Nay. Makanya gue jadi egois."

"Semua orang juga egois kok. Termasuk gue. Jadi, jangan anggap itu sebagai kekurangan Lo. Egois itu normal, walau dicap negatif sama orang-orang."

Tebran mulai menatap lurus ke depan. Banyak orang yang berlalu lalang di sekitarnya.

"Kadar egois gue nggak bisa disebut normal, Nay. Gue akuin kepribadian gue nggak sempurna. Jauh lebih buruk dibanding orang yang gue kenal."

Kanaya memperlihatkan hasil potretnya yang dimana ada Tebran dengan lihainya menjelaskan materi. Setahunya Tebran itu sangat dingin, tapi bila bersama anak kecil. Tanpa disadari bahwa anak-anak juga mengetahui kalau Tebran itu memiliki hati yang tangguh dan lembut. Pandangan anak-anak tidak mungkin salah.

"Liat, Lo nggak seburuk itu. Lo bagus dalam bidang ini. Menyalurkan ilmu Lo ke manusia lain, sangat indah di mata semesta. Nggak perlu memandang hal yang jauh lebih sempurna. Asteroid aja bentuknya gak beraturan. Menabrak benda lain, asteroid bakalan meledak juga. Tapi tetap terlihat indah, ya, 'kan?"

Kanaya memamerkan gigi putihnya.
"Kesempurnaan memang terlihat bagus, tapi yang gak sempurna pun akan ada sisi bagusnya."

Tebran merasa sedikit lucu dengan pengandaian kata Kanaya. Menggunakan bahasa astronomi dalam bentuk asteroid, memang keobsesian yang luar biasa.

"Udah mau sore."

"Iya ya udah mau sore. Lumayan lama juga Lo ngajar lesnya."

Kanaya melepaskan kamera dari pegangannya, membiarkannya tergantung di leher. Tebran memperhatikan gadis itu dengan manik mata yang dalam.

"Waktu kita menuju satu arah. Nggak bertentangan, 'kan, Nay?"

Kanaya menghentikan langkah. Begitu juga Tebran. "Gue berharap nggak ada perubahan lain di detik keterikatan kita. Memohonlah pada pencipta, supaya periode kita tetap seimbang, Tebran."

Kedua mata mereka saling bertukar emosional. Tebran merasa lebih nyaman membuka pikiran. "Harapan gue udah terlalu banyak. Nggak mungkin bakal terkabul lagi."

Dua Bintang Bersinar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang