Tebran tidak tahu apa yang telah merasukinya hingga mau menunggu gadis yang baru saja ditemuinya semalam selama hampir sejam. Tebran bukan tipe orang yang mau menunggu kalau menurutnya tidak terlalu penting. Tapi gadis bernama Kanaya itu mampu meruntuhkan pendiriannya sekarang.
Sebenarnya kaki Tebran sudah pegal berdiri lama-lama. Langit malam masih terlihat cerah. Kalau mendung dan hujan, itu akan merugikannya.
Tanpa sadar Tebran menghela napas. Masih menatap dari jauh, berharap akan kemungkinan kalau Kanaya sedang berjalan ke arahnya. Sayangnya, bayangan Kanaya tidak muncul-muncul juga.
Di belakang Tebran, Zinnia keluar dari kafenya dengan tangan yang memegang kantong besar berisi sampah. Setelah membuangnya, tak sengaja matanya menangkap sosok Tebran yang dia kenal itu adalah temannya Kanaya. Zinnia mencoba memberanikan diri untuk bertanya langsung.
"Temannya Naya tadi malam?"
Suara Zinnia membuat Tebran menoleh ke samping. Tebran mengingat kalau perempuan di depannya ini menjadi salah satu perbincangan panas yang membuat Kanaya kesal padanya tadi malam. Hanya gara-gara dia tidak ramah dengan perempuan berpakaian motif bunga-bunga ini.
"Temennya Naya disini lagi ngapain? Nungguin Naya?" tanya Zinnia kembali karena tidak ada balasan yang didapat dari laki-laki itu. Kepalanya memutar ke belakang, melihat apa yang sedang ditatap olehnya.
"Biasanya jam segini Naya lagi lakuin kegiatan yang disukainya. Naya pasti lagi liat bintang di dekat bukit." Zinnia tersenyum mengingat betapa besar rasa suka sahabatnya itu terhadap astronomi.
"Temennya Naya udah buat janji ya disini, makanya masih nungguin Naya?" Zinnia masih berbicara sopan dan memberinya senyuman tipis.
Tebran menggaruk lengan kirinya pelan. Ia merasa kesal dengan serentetan pertanyaan yang diberikan oleh sahabat Kanaya ini. Seperti yang Kanaya bilang, seharusnya dia mencoba belajar menghargai orang lain, bukan?
Zinnia diam memperhatikan. Ia pikir mungkin Tebran mempunyai alergi terhadap angin malam makanya menggaruk lengan kirinya saat ini.
"Jangan panggil gue temennya Naya. Gue punya nama."
"Gue ngerasa Lo nggak nyaman kalau gue tanya nama. Makanya gue cuma bisa manggil 'temennya Naya'. Maaf ya. Kalau gitu, nama Lo siapa?" ucap Zinnia hati-hati. Ia tidak mau menyinggung Tebran. Zinnia mungkin terlalu peduli dengan perasaan orang di sekitarnya. Makanya dia terlihat sangat sopan.
Napasnya kembali berhembus dengan kasar. Tebran tidak boleh melakukan kebiasaan buruknya seperti di masa lalu. Tebran ingin berubah, 'kan? Ingin menjadi lebih baik lagi, 'kan?
"Tebran. Panggil gue Tebran. Jangan temannya Naya," tegas Tebran.
Zinnia mengangguk mengerti. Ia melihat ke dalam kafenya dan kembali menatap ke arah Tebran.
"Lo bisa tunggu di dalam aja. Nanti Lo bisa masuk angin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Bintang Bersinar
Teen FictionAda begitu banyak bintang yang bersinar di luar angkasa, tapi hanya Tebran saja yang cahayanya kian meredup. Kala dunianya hancur akibat keterpurukan dan keegoisan. Tebran bertemu dengan gadis bintang bernama Kanaya yang cahayanya berpendar tanpa ba...