Sinar mentari menelusup lewat sela-sela jendela yang tak tertutupi gorden hingga membangunkan Verena yang tidur di atas ranjang. Ia ingin melihat sekarang sudah jam berapa, tapi matanya malah melihat ada sosok laki-laki yang tertidur pulas di sampingnya. Matanya membulat. Dalam sekejap rasa kantuk yang menerpanya menghilang. Ia pun beranjak turun kemudian mencoba mengingat kejadian semalam.
"Lo nggak mau milih. Gue yang maksa keluar dari pilihan Lo." Nada suara Fairel berubah. Verena tak sadar bahwa suasana tak lagi berpihak padanya. Laki-laki itu mulai menyentuh bibirnya dengan bibir milik Verena.
Tak ada penolakan dari Verena. Bukan karena ia memang tak ingin menolak, tapi jujur saja kharisma Fairel malam ini sulit untuk ditolak olehnya. Uluman di bibirnya merupakan cita rasa baru yang Verena ingin tahu. Sampai dimana Fairel bisa menaklukkan hatinya? Jika Verena berani menantang hatinya, seharusnya ia juga menerima segala konsekuensinya, bukan?
Mata Fairel yang kabut mulai menularkan Verena yang awalnya sadar secara penuh. Ya, awalnya baik-baik saja sampai tangan Fairel yang lain mulai menjamah pinggangnya. Napasnya mulai tak beraturan, elusan itu mulai naik ke atas dan memijat lembut payudaranya.
Rasanya sedikit geli, tapi tak masalah dengan cita rasa kegelian ini. Verena mulai menyukainya. Suka secara sadar atau tak sadar, Fairel mengangetkan dirinya kala jari-jari tangan Fairel menghilang dari atas menuju ke bawah, bagian sensitif dari segala titik yang ada pada tubuh perempuan.
"Ah." Tanpa sadar desahan keluar dari bibir Verena dan Fairel menatapnya sembari menyeringai. Entah apa arti dari senyuman itu. Pertanda senang? Atau malah hal lain yang lebih buruk dari ini?
"Lo nggak bakal lupain cita rasa yang gue kasih malam ini, Verena. Lo nggak bakal nyesal pernah ngerasainnya. Don't worry. I'll take it slow."
Usai mengatakan kata kegairahan itu, Verena terjebak atas hasrat yang diberikan Fairel malam itu. Tejerat akan api-api kecil yang membuat mereka berhubungan intim sampai melupakan gambaran diri mereka sendiri dengan benar.
Verena mengacak rambutnya frustasi. Apa-apaan! Bisa-bisanya Verena malah terjerat dan menyerahkan mahkotanya segampang itu? Yang benar saja! Setelah ini ia harus bagaimana?
Sial, benar-benar sialan si Fairel.
Tak mau tahu, Verena takkan melepaskan tanggung jawab laki-laki brengsek ini. Verena bukan wanita panggilan yang seenaknya saja bisa dipermainkan. Verena bukan wanita seperti itu.
Kalau memang ia harus berhubungan lagi dengan Fairel. Maksudnya-kalau Verena harus menjalin hubungan dengan Fairel meski fakta mengatakan tidak boleh. Verena mungkin akan melupakan semua rasa gengsi yang sempat ia bangun sebelumnya. Ini menyangkut mahkota, siapa yang tidak mengorbankan segalanya jika tidak mendapatkan perlakuan yang setimpal?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dua Bintang Bersinar
Teen FictionAda begitu banyak bintang yang bersinar di luar angkasa, tapi hanya Tebran saja yang cahayanya kian meredup. Kala dunianya hancur akibat keterpurukan dan keegoisan. Tebran bertemu dengan gadis bintang bernama Kanaya yang cahayanya berpendar tanpa ba...