🌠04| Terlalu cepat

34 18 0
                                    

Tebran tanpa rasa terpaksa masih mengikuti jejak langkah yang ditinggalkan oleh Kanaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tebran tanpa rasa terpaksa masih mengikuti jejak langkah yang ditinggalkan oleh Kanaya. Gadis bintang yang sinarnya paling terang di mata Tebran. Tebran merasa nyaman dengan kehadirannya. Padahal ia tidak pernah secepat ini kalau menaruh rasa nyaman kepada orang lain. Kepada Tisha, teman semasa kecilnya, bahkan masih membutuhkan waktu hingga kecanggungan itu hilang.

"Ini kafe punya sahabat gue. Lo bisa pesan apapun yang Lo mau. Gue traktir," kata Kanaya setelah masuk ke dalam kafe.

Senyum Kanaya masih tercetak jelas di wajah imutnya. Tebran tidak bisa mengabaikan semuanya. Akan tetapi, mendengar kata traktir, harga dirinya sebagai seorang laki-laki terancam. Ia merasa gengsi meski finansialnya sedang dalam masa terpuruk.

"Nggak."

Kanaya yang sedang berbincang dengan sahabatnya tersentak mendengar kata-kata tersebut.

"Nggak usah gengsi. Gue nggak mau bintang yang hidupnya dalam tahap kehancuran ini menghilang dan melebur menjadi kumpulan debu
bernama Nebula."

"Bahasa Lo terlalu astronomi," sarkas Tebran mengingatkan. Kanaya tertawa kecil mendengarnya.

"Sorry, gue agak susah ngontrol kadar rasa suka gue sama dunia astronomi. Makanya sering kelepasan," jawabnya jujur.

Tebran tak ingin mengambil pusing kalimat Kanaya barusan. Ia kembali menatap ke depan juga sekelilingnya. Ia merasa tidak asing dengan tempat ini.

"Zinni, pesanannya tetap jadi ya. Disamain aja. Okay?" Kanaya memutuskan.

"Bentar lagi siap ya. Gue yang bakalan ngantar ke meja Lo," balas Zinnia, sahabat Kanaya, pemilik kafe dengan nama Gardenia. Persis dengan nama toko bunga dan nama belakangnya. Mungkin alasan inilah mengapa kafe Zinnia banyak sekali tanaman sebab pemiliknya saja menyukai tanaman dan bunga.

"Gue di meja biasanya ya, Zinn." Zinnia melihat arah telunjuk Kanaya dan meresponnya dengan sebuah anggukan.

Kanaya berjalan pelan. Ia menarik kursi dan menjatuhkan bokongnya di atas bantalan empuk tempat duduk. Dari dulu Kanaya memang selalu betah mampir ke tempat Zinnia. Selain kursinya empuk, penuh tanaman dan tidak minim cahaya, pelayanan juga terjamin. Kanaya bahkan bisa memberi bintang sepuluh kalau diminta rating oleh orang lain.

"Lo keliatan pucat banget. Tolong terima traktiran dari gue ya?" Kanaya menatap dengan tatapan melasnya. Berharap kalau cowok gengsi ini mau menerima kebaikan darinya.

Tebran menghela napas. "Lo nggak kenal gue. Kenapa Lo mau kasih gue traktiran?"

Bibir Kanaya merengut sedih. "Setidaknya Lo kenal gue, 'kan? Itu menandakan gue mau berbuat kebaikan sama Lo." Kanaya berusaha terlihat menyakinkan.

Tebran kesal dengan kata mau berbuat kebaikan. Itu bullshit.

"Nggak." Tebran tetap bersikeras ingin menolak. Kanaya ingin marah, tapi pesanan telah datang. Itu menunda rasa kesalnya sekarang.

Dua Bintang Bersinar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang