🌠42| Perasaan dalam sebuah lagu

10 1 0
                                    

"Maaf, Nay

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Maaf, Nay. Gue nggak tepatin janji gue. Gue bersyukur ketemu Lo lagi di dunia ini."

Kanaya membalas pelukan Tebran. Air matanya terus menetes seperti hujan. Membasahi pakaian Tebran yang sudah rapih. "Nggak apa-apa," katanya.

Usai puas mendekap hangat. Mereka melepaskan diri dan saling tatap. Sorot mata keduanya terpancar beda. Beda disini, beda makna dalam menyoroti hati.

"Kita turun dulu ya. Masih diliatin orang-orang," ajak Kanaya sedikit melirik ke belakang, sembari memegang pergelangan tangan Tebran dan menuruni tangga dengan hati-hati.

Tebran menatap dari belakang. Entah kenapa, jantungnya berdegup begitu kencang. Padahal hanya digenggam oleh Kanaya. Biasanya hanya ada rasa nyaman, tapi terasa berbeda kali ini. Masih nyaman. Hanya saja ... lebih mendebarkan.

"Nay ..."

"Iya?"

"Lo kenapa ada di acara ini?"

Kanaya melirik ke belakang. Jeo memperhatikan keduanya berinteraksi dengan kebingungan di wajahnya. Kemudian Kanaya memberi tanda untuk menghampirinya dengan ayunan tangan.

Tebran menatap arah pandang Kanaya dan kehadiran Jeo membuat laki-laki itu ikut terheran. Apalagi Jeo langsung berdiri di samping Kanaya.

"Lo kenal Naya?" tanya Jeo, tak mau berbasa-basi.

Tebran dan Kanaya saling menatap. Kanaya tak mau menjawab. Ia ingin tahu, bagaimana jawaban Tebran tentangnya.

"Kenal."

Jeo melirik ke samping-tempat Kanaya berdiri. "Lo kenal Tebran dimana, Nay?"

"Di Bandung."

"Lo ke Bandung, Teb?"

Tebran mengalihkan pandangan. Hanya berdeham sebagai jawaban.

"Udah lama kalian kenal?" Jeo terus-terusan bertanya. Padahal Tebran ingin meluangkan waktunya yang habis terbuang karena lupa akan janjinya waktu itu.

"Kakak dekat sama Tebran?" Kanaya memastikan.

"Nggak begitu dekat juga sih. Tapi ..."

Tebran menatap tajam. Seolah rahasia hati Jeo tak ingin diberitahu kepada Kanaya.

"Gue tau. Gue tau. Gue juga punya rasa malu," pasrah Jeo, mengerti akan tatapan Tebran.

Kanaya bertambah bingung mendengarnya. "Malu kenapa?" herannya.

"Kejadian waktu SMA. Udah lama. Nggak perlu diungkit lagi deh kayaknya, Nay."

Itu jawaban Jeo. Bukan Tebran. Kanaya hanya mengangguk mengerti saja. Untung gadis itu tidak banyak ikut campur meski sangat penasaran orangnya.

"Nay ... ekhem, jadi hubungan Lo sama Tebran apaan?" Jeo melihat raut wajah Tebran berubah, "gue liat kayaknya dekat banget sampe meluk-meluk si Tebrannya ke Lo."

Dua Bintang Bersinar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang