5

52 3 0
                                    

Attention:
Cerita My HOTTIE Monster, di chapter² selanjutnya akan banyak sekali paragraf yang disensor. Kenapa disensor? Iya, karena mengandung adegan vulgar eksplisit. Jadi, tidak akan tayang di sini, tapi bagian dialog yang masih berkaitan dengan alur sebisa mungkin tetap ada. Oke, segitu saja sekilas info-nya, jadi jangan kaget kalau sewaktu baca ada yang tiba² sejumlah paragraf hilang.

.

Sekarang di atas peraduan berukuran besar tampak sesosok pria terlihat canggung, sebab baru inilah kali pertama dirinya hendak melakukan hubungan intim tanpa adanya sesuatu yang mengesankan atau memiliki ketertarikan maupun rasa mencintai. Jika ditanya mengenai nafsu, tentu saja dia memiliki hasrat, walaupun tentu saja gadis yang akan dia setubuhi bisa dikatakan jauh dari kategori wanita-wanita idaman yang pernah dia kencani selama menjelajah berbagai jenis kaum hawa.

"Heh, Jelek! Mau sampai kapan kau diam saja seperti itu? Apa jangan-jangan ...." Suara sang gadis memecah keheningan dan sengaja menggantung kalimat.

"Jangan-jangan? Apanya yang jangan-jangan?" tanya pria tersebut yang tentu saja sikapnya masih penuh kecanggungan.

"Ayo, lakukan sekarang!" tantang sang gadis seraya memejamkan rapat kedua pancaindra penglihatannya.

Mendengar perintah sang gadis, lagi-lagi si pria menggaruk kepalanya yang bisa dipastikan tak terasa gatal, "Rox?"

"Hm."

"Buka dulu matamu, hm! Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu," pinta sang pria datar, tetapi posisi tubuhnya masih berada di atas raga lampai si gadis yang telah polos tanpa sehelai benang.

"Ck! Apalagi, hah?" Sang gadis pun membuka kedua netranya dan karena jarak mereka begitu dekat, baru sekarang pria tersebut mengetahui jika warna mata perempuan di hadapannya saat ini sangat indah, hingga membuat dirinya terkesima sampai-sampai melupakan kalimat yang hendak dia ucapkan.

"Hei, Jelek! Apa yang mau kau bahas? Cepat katakan!" ulang sang gadis datar sambil balas menatap wajah pria tersebut tanpa canggung atau pun malu.

"Bisa tidak untuk malam ini saja, kau tak memanggilku Jelek? Tapi, panggil namaku! Karena tidak lucu, Rox, saat nanti kau keenakan, lalu kau memanggil namaku Jelek! Pasti milikku yang berada di bawah sini, langsung down dan menciut mendengar ucapanmu," aku jujur sang pria serius, tetapi kalimat tersebut justru memicu tawa terkekeh dari mulut si gadis.

"Memang bisa seperti itu, ya?" tanya Roxie setelah tawanya mereda.

"Tentu saja bisa, Rox. Jadi, kuharap untuk malam ini saja kau jangan memanggilku Jelek, panggil namaku! Kau mau kan?"

"Baiklah!"

"Coba panggil! Aku ingin mendengarnya," titah sang pria menatap lekat wajah datar si gadis.

"Ebern!"

"Lebih lembut, Rox," pinta Ebern pelan, sebab suara Roxie masih terbetik sangat datar pada pancaindra pendengarannya.

"Cium aku, Ern!" Suara sang gadis tiba-tiba meminta dan kali ini bahananya terdengar lebih lembut bagi Ebern.

>> sensor mengandung scene eksplisit

Sejenak Ebern menegakkan punggungnya guna melepas busana yang masih melekat lengkap pada raga kekarnya tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun. Dia memperhatikan intens paras Roxie yang berada di bawahnya, mimik wajah gadis itu tak menunjukkan ekspresi yang bermakna, tetap datar seperti biasanya. Jujur, baru kali ini Ebern menemukan perempuan seperti Roxie—tak hanya aneh, tetapi juga sedikit gila.

"Sudah siap?" Roxie hanya mengangguk mengiakan.

"Benar?" ulang Ebern sekali lagi guna meyakinkan gadis tersebut.

"Hm. Kenapa memangnya?" Suara Roxie terbetik jelas penasaran.

"Karena milikku sedikit oversize, aku takut—"

"Sakit tidak?" Suara Roxie tiba-tiba menyela.

"Entahlah! Kau rasakan saja sendiri sebentar lagi, Rox! Bukankah kau sudah sering melakukannya? Masih saja kau berpura-pura, hm," kelakar Ebern terkekeh, "tutup matamu," titah Ebern menyambung pelan juga lembut.

"Tidak mau! Aku ingin melihatmu," sahut Roxie datar, raut wajahnya pun juga tetap tanpa ekspresi.

>> sensor mengandung scene eksplisit

Namun, akal sehat Ebern saat ini tengah dipenuhi kabut gairah, tentu saja dirinya tak terlalu mempermasalahkan perihal tersebut hingga ketika kejantanannya berhasil menerobos mengoyak himen, sontak darah segar perlahan mengalir merembes melalui sela-sela batang tersebut, "Rox?" panggil pelan Ebern seraya bibir tebalnya mengecup lembut puncak kepala gadis tersebut.

"Ya," sahut Roxie lemah hampir tak terdengar tetapi bahananya masih terbetik datar, tampak peluh juga bercokol siap meluncur pada pelipisnya.

"Kenapa tak katakan padaku kalau kau masih perawan, hah? Lalu, berita di kampusmu, siapa yang menyebarkannya, hah?" Suara Ebern terdengar begitu penuh amarah, dirinya baru menyadari jika gunjingan tersebut hanya bualan belaka.

"Kenapa? Apa hal itu menjadi masalah buatmu?"

"B-bukan seperti itu, Rox! Maksudku—" Bahana suara Ebern terdengar penuh rasa bersalah, dirinya memang telah keliru menilai sikap gadis yang berada di hadapannya.

"Lakukan saja, Ern! Agar kau puas merendahkanku, melecehkanku hanya karena aku anak yatim piatu. Bagimu, aku hanya lah seorang gadis yang suka membuat kekacauan di kesatuanmu. Aku memang sengaja menyerahkan keperawananku padamu, agar kau tahu aku bukan perempuan seperti dugaanmu selama ini. Entah dari mana berita itu bermula. Yang jelas sejak berita itu merebak di kampus dan di publik. Aku jadi semakin tahu, banyak sekali orang-orang dari kepolisian yang ternyata ikut terlibat dalam pembunuhan ayahku," papar Roxie panjang lebar, tetapi bahananya masih tetap datar tanpa menunjukkan amarah sedikit pun.

Mendengar semua uraian panjang lebar Roxie, membuat Ebern bergeming serta tak lagi berniat melakukan penyatuan. Laki-laki itu pun seraya perlahan melepas kejantanan yang belum sepenuhnya menyusut, lalu menggeser raga kekarnya kemudian menatap area genitalia sang gadis yang masih mengalirkan plasma segar. Bercak berwarna merah darah tercetak jelas pada seprei satin bercorak putih, "Rox, maafkan aku," ungkap Ebern bersungguh-sungguh, "aku memang bukan laki-laki baik seperti laki-laki di luaran sana. Tapi, aku janji, mulai hari ini aku tak akan pernah meninggalkanmu, Rox! Kau boleh tak percaya perkataanku sekarang, tapi kau bisa membuktikannya nanti. Aku janji akan selalu melindungimu, Roxie!" sambungnya sambil mengusap puncak kepala perempuan tersebut.

Ya, hari ini adalah hari bersejarah bagi sesosok pria bernama Ebern Carsten Morrow, di mana sikap Ebern perlahan berubah dalam memperlakukan seorang wanita. Bukan perihal karena dirinya telah merenggut kesucian gadis tersebut, tetapi Ebern ingin menjadi sosok pelindung bagi Roxie yang tak lagi memiliki orangtua. Ebern juga berkeinginan dan berusaha menjamin keselamatan Roxie hingga berulang kali meminang perempuan itu agar selalu bisa berdekatan, tetapi berkali-kali pula Roxie bersikukuh menolaknya.

.

.

Tbc~





ⓂⓎ ⒽⓄⓉⓉⒾⒺ ⓂⓄⓃⓈⓉⒺⓇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang