18

16 3 0
                                    

Tampak sesosok pria melangkah masuk sambil bersiul ringan menirukan sebuah lagu kegemarannya. Iris abu itu sejenak mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang tengah dan tak menemukan gadis anehnya di sana.

"Hottie, kau di mana, Roxie Sayang?" panggil pria itu sedikit berteriak.

"Samping," sahut si gadis dari arah sisi griya di mana di sana terdapat whirlpool bathtub pada bilik luar rumah.

Sang pria pun seraya melangkah ke sumber suara di mana gadisnya berada, "Hm, tumben? Tidak biasanya."

"Iya, badanku rasanya kaku juga pegal." Terlihat raga sang gadis polos tanpa sehelai benang, tak ayal membuat manik mata abu si pria sontak berbinar.

"Boleh bergabung?" pamit si lelaki sembari segera melucuti pakaian yang menempel pada raganya.

Pria itu pun segera ikut bergabung dan masuk ke dalam whirlpool bathtub setelah melihat anggukkan setuju dari sang gadis, "Ebern?"

"Ya."

"Tamunya sudah pulang?" tanya Roxie datar tanpa tersirat nada curiga sedikit pun.

"Sudah!"

Keduanya telanjang tanpa ada busana yang melekat, tangan mereka seraya bermain uap air. Entah sengaja atau sudah direncanakan sejak awal, tetapi memang Roxie ingin berendam sembari meregangkan otot-ototnya yang kaku dan tentu saja kesempatan ini tak mungkin dilewatkan begitu saja oleh Ebern.

"Ern?"

"Hm."

Roxie berdeham sekilas guna menetralisir keadaan sebelum memberi pria itu sebuah pertanyaan juga pernyataan, "Aku ... aku ingin mengetahui sesuatu darimu. Boleh aku bertanya padamu tentang yang lebih pribadi padamu, Ern?"

"Tanya saja, Rox! Apa yang ingin kau ketahui? Aku akan menjawabnya," sahut Ebern sambil menyandarkan punggung ke dinding whirlpool bathtub.

"Tamu tadi siapamu? Kulihat sepertinya kalian sangat dekat."

"Bukan siapa-siapa! Hanya seseorang dari masa lalu saja!"

Roxie meneguk saliva sekilas selepas mendengar jawaban datar Ebern, "Apa dia mantan kekasihmu, Ern?"

"Bukan!" sahut Ebern masih datar dan Roxie menatap raut wajah Ebern—pria tersebut tak menunjukkan ekspresi apa pun.

"Tapi, kau pasti lebih menyukai wanita itu daripada aku, kan?" Suara Roxie terbetik penuh keingintahuan dan tentu saja hal tersebut membuat Ebern senang.

"Kata siapa?"

"Ck! Tentu saja kataku, Jelek! Kau kira tadi yang bicara itu hantu, ha? Dasar jelek!"

Ebern pun terkekeh mendengar makian spontan Roxie, "Apa alasanmu mengatakan itu, Sayang? Coba kau sebutkan!"

"Itu ... karena kulihat buah dada teman wanitamu sangat besar, hem ... mirip buah semangka sampai-sampai mau tumpah keluar. Pasti kau dulu suka kan menempelkan kepalamu di sana karena pasti sangat empuk," tutur Roxie tetap datar—tetapi meski bahananya terbetik datar, entah kenapa Ebern dapat menangkap kecemburuan dalam kalimat yang diucapkan gadisnya.

"Aimee memang mempunyai buah dada yang over size, tapi entah sudah berapa puluh pria yang mencicipi buah dadanya—"

"Termasuk dirimu, kan?"

Ebern pun lagi-lagi terkekeh mendengar ucapan Roxie yang tiba-tiba menyela, "Katakan, Rox! Apa kau cemburu, Sayang?"

Roxie hanya mendengus pelan tanpa berniat menjawab pertanyaan Ebern. Apalagi dia belum benar-benar paham dengan rasa cemburu, hanya saja dia memang tak suka saat melihat teman wanita Ebern sempat menempel-nempelkan buah dada ke tubuh lelaki itu. "Ck! Terapiku belum tuntas, aku belum sampai sesi tentang cemburu-cemburuan itu, Jelek! sahut Roxie asal, dan lagi-lagi Ebern pun menanggapi bersama tawa terkekeh renyah.

"Jangan cemburu, Rox! Aku dan Aimee tak pernah pacaran, apalagi sampai menjalin hubungan yang sangat intim seperti kau dan aku. Jangankan mencium bibir bagian bawah, mencium bibir bagian atas saja aku tidak pernah."

"Benarkah? Ah, aku tidak perca—"

"Asal kau tahu, aku lebih suka perempuan yang kecil, pendek, kerempeng sepertimu—"

"Ah, yang benar? Kenapa bisa begitu?" Suara Roxie menyela cepat.

"Hm, iya. Karena saat melakukan seks denganmu, aku bisa menggendongmu, membawamu ke sana kemari. Bisa menyetubuhimu di setiap sudut rumahku di mana aku suka," jawab Ebern beserta suara tawa terkekeh keras dan Roxie hanya melirik sebal menanggapi kelakar pria tersebut.

"Dasar jelek! Kau kira aku ini boneka, ha? Bisa di bawa ke sana ke sini!" sahut Roxie ketus sambil melirik sebal.

"Iya, boneka hidup yang setiap hari kuajak melakukan seks, apalagi aku sangat menggilai menyesapi milikmu yang tanpa bulu itu. Begitu sedap, Sayang!" ungkap Ebern memuji area genitalia gadisnya dan sontak sukses membuat Roxie terbungkam seribu bahasa.

"Hottie, kemari! Mendekatlah padaku, Sayang!" titah Ebern sambil menarik jemari Roxie agar tubuh lampai si gadis merapat padanya.

"Apa kau men—?"

"Sebaiknya kita ganti topik pembicaraan saja, ya, Sayang! Aku tak suka membahas masa lalu yang tak penting bagiku, apalagi yang ada hubungannya dengan wanita itu!" Suara Ebern menyela cepat dan ucapan Ebern sekali lagi sukses membuat Roxie bergeming, batal melanjutkan kalimatnya.

"Hm, baiklah! Kita ganti topik! Kenapa sekarang kau memanggilku dengan sebutan 'hottie', apakah aku sepanas itu, ha? Karena aku merasa masih lebih hot wanita payudara berukuran semangka itu daripada aku." Roxie menyandarkan punggungnya ke dada bidang Ebern sembari memejamkan rapat kelopak matanya. Jujur, inilah tempat ternyaman baginya dibanding apa pun di dunia ini.

"Ebern?" panggil Roxie mengulang.

"Hm!"

"Jawab aku! Kenapa malah diam? Apa kau mendengar—"

"Sebaiknya kita pindah, Sayang! Atau ... kau tak keberatan bila kita melakukan di sini sekarang juga, hem? Aku menginginkanmu sekarang, Rox. Aku sudah absen seminggu lebih, kan? Karena kau mendapat tamu bulananmu." Ebern membawa jemari lentik Roxie ke batang kejantanannya dan sang gadis merasakan pen** tebal tersebut telah mengeras sempurna.

"Lakukan di sini sekarang, Ern!"

"Yakin?"

Roxie mengangguk mengiakan mendengar pertanyaan terakhir pria itu, "Aku ingin melakukan seks denganmu di mana saja—di setiap sudut rumahmu, termasuk di tempat terbuka seperti ini. Kau tidak keberatan, kan?"

Pandangan keduanya bertemu, saling menatap penuh gairah nafsu. Ebern kemudian mengangkat tubuh gadisnya ke pinggiran bathtub seraya menarik dua paha Roxie agar *** ***




.
[Sebagian paragraf sengaja diskip karena terdapat adegan eksplisit]
.



.
"Nikmat?"

Roxie mengangguk sambil balas menatap manik mata abu Ebern tanpa berkedip, "Apa kau tahu tamumu tadi ternyata baru saja pulang?" sambungnya memberi informasi, sebab terdengar suara deru mesin kendaraan semakin menjauh.

"Hm."

"Kau sengaja, ya?"

"Kau pun sama, Sayang? Kau sengaja ingin melakukan seks bersamaku di sini agar wanita itu tahu, bukan?"

Roxie terkekeh pelan mendengar ucapan Ebern, "Apa itu masalah buatmu?"

"Sama sekali tidak! Kita tuntaskan seks kita dulu, Sayang, karena ada sesuatu yang ingin kuberitahukan padamu tentang ayahmu," lanjut Ebern sambil mengangkat lalu menggendong raga lampai sang gadis seraya melangkah menuju ke dalam.







Tbc——
.







ⓂⓎ ⒽⓄⓉⓉⒾⒺ ⓂⓄⓃⓈⓉⒺⓇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang