14

13 2 0
                                    

Terlihat kendaraan roda empat American Muscle Classic yang mengusung brand Ford Mustang berhenti tepat di gerbang kampus University of Auckland. Tak berselang lama, tampak perempuan muda dengan dandanan tomboy—celana hotpants, kemeja oversize dan back lace-up thigh high boot warna hitam berbahan suede—turun dari mobil lawas tersebut.

"Rox, nanti jangan pulang sendiri, aku akan menjemputmu. Tunggu aku, ya!" pesan sang pria dari dalam mobil sambil memiringkan kepalanya.

"Iya." Selepas menjawab, Roxie pun masuk ke bangunan elite fakultas itu dan Ebern kembali melajukan kendaraannya menuju ke provos.

Kring kring kring!

Gawai berbunyi nyaring dari atas dashboard, satu tangan mengambil sembari iris abu juga berlanjut menatap sekilas seraya mengangkat panggilan itu. "Ya," sahut Ebern singkat.

"Semalam Deana mengatakan Roxie tidak pulang. Apa dia bermalam di rumahmu, hem?"

"Hm."

"Lalu?" Suara sang penelepon terbetik jelas penuh dengan rasa penasaran.

"Lalu? Apanya yang lalu?"

"Itu?"

"Iya, itu apanya?"

"Hei, Keparat! Aku tak punya banyak waktu untuk menginterogasimu," balas sang lawan bicara mengumpat kasar hingga membuat Ebern sontak terkekeh keras.

"Iya, Roxie sudah menyetujuinya. Mulai minggu depan aku akan mengantar jemputnya ke tempat praktikmu. Baru saja aku juga mengantarnya ke kampus," jelas Ebern panjang lebar.

"Hm, tumben kau baik?"

"Yah sekali-kali apa salahnya menjadi orang baik, agar para malaikat tidak bosan mencatat kejahatanku saja," sahut Ebern asal, sontak membuat si lawan bicara di seberang seluler kembali terkekeh heboh.

"Dasar polisi gila!"

"Kau itu ternyata sama saja dengan adik perempuanmu, Abs! Suka sekali mengataiku polisi gila!"

"Karena kau memang gila, Ern!" ungkap Fabio sambil masih terkekeh heboh pada seberang ponsel. "Baiklah, minggu depan kutunggu kalian datang!"

Klik! Ebern kembali meletakkan gawai tersebut ke atas dashboard, kemudian menambah kecepatan agar secepatnya sampai ke provos.

Lima belas menit berlalu. Ford Mustang tersebut tiba di pelataran luas provos, di mana Ebern bertugas sebagai aparat penegak hukum. Pada hakikatnya, Ebern sama sekali tak pernah berkeinginan untuk menjadi seorang abdi negara. Namun, wanita yang telah melahirkan dirinya ke dunia lah yang telah memaksa Ebern supaya berprofesi sebagai polisi. Bukan tanpa alasan Rosemarie Gilmore Morrow meminta atau lebih tepatnya memang menuntut Ebern agar memutuskan memilih jalan hidup tersebut ialah untuk mencari pembunuh sang suami yang adalah ayah kandung Ebern.

Adalah Jeff Grover Tovar, berprofesi sebagai hakim di kota Hamilton—New Zealand. Hamilton adalah daerah metropolitan terbesar ke empat New Zealand. Kota ini terletak di distrik Waikato—Pulau Utara. Jika berkendara menggunakan mobil, dari Auckland akan memakan waktu sekitar satu setengah jam.

Kala itu, Jeff Grover Tovar ditemukan tewas di kediamannya. Aparat dari kepolisian belum dapat menjelaskan secara detail penyebab kematian Jeff, dikarenakan bagian forensik hingga saat ini masih menyidik berkenaan dengan tewasnya sang hakim. Memang ditemukan kandungan sianida pada jenazah korban, tetapi yang menjadi pertanyaan para ilmu mayat adalah bagaimana zat beracun tersebut bisa masuk ke dalam tubuh Jeff.

Ebern pun turun selepas memarkir rapi Ford Mustang miliknya bersama dengan kendaraan para aparat lainnya. Sang pria seraya melangkah menuju ke dalam—setelah melalui pintu masuk—sambil bibirnya bersenandung pelan menirukan lirik sebuah lagu.

ⓂⓎ ⒽⓄⓉⓉⒾⒺ ⓂⓄⓃⓈⓉⒺⓇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang