16

20 3 0
                                    

Midnight.

Cup~

Baru saja sesosok pria mengecup puncak kepala seorang perempuan yang telah terlelap dalam buaian mimpi, terdengar pula penghidunya bersendar teratur. Namun, laki-laki tersebut masih terjaga bahkan bisa dikatakan rasa kantuk telah menghilang semenjak dirinya merenung intimidasi yang diderita oleh si gadis.

"Aku harus mencari tahu apa yang terjadi pada Roxie di kampus tadi siang," monolog sang pria sambil mengecup sekilas bibir tipis si gadis. "Hari ini kau sangat manja padaku, Sayang, tak ada puasnya bercinta sampai minta berkali-kali," sambungnya sembari terkekeh seorang diri layaknya orang dalam gangguan jiwa.

Sang pria perlahan menggeser raganya dengan gerakan penuh kehati-hatian, agar tak mengganggu si gadis yang sedang terlelap. Setelah bisa melepas pelukan hangat tersebut, dia beringsut lalu turun seraya menapak tegas pada parket flooring kemudian melangkah ke luar kamar.

Tut tut tut! Pria itu pun menghubungi seseorang setelah mengambil gawai dari atas nakas sambil mengisap gulungan tembakau—selepas menyulutnya dengan pemantik api.

"Yo, Ern! What's up, Cops? Tumben malam-malam menghubungiku?" Suara berat menyapa semringah dari seberang seluler.

"Aku mau kau menyelidik ke kampus Roxie!" celetuk Ebern sambil mengembuskan asap ke udara, setelah raganya tiba di bilik terbuka.

"Ke kampus?" Bahana suara sang lawan bicara terdengar heran.

"Ya, Jorga! Ke kampus," sahut Ebern tegas.

"Apa ada masalah dengan gadis tawananmu itu, hem?" tanya Jorga dengan bahana suara kembali datar seperti biasanya.

Ebern pun sontak terkekeh pelan mendengar ucapan Jorga—sang sahabat, "Aku tak bermaksud menawannya, Jorga, ta—"

"Hm. Tak bermaksud menawan tapi setiap hari kau mengajaknya menginap di tempatmu. Apa namanya kalau bukan kau tawan, ha?"  balasnya menyela cepat dan kali ini bariton Jorga terbetik jelas penuh nada cemoohan.

Sekali lagi Ebern terkekeh mendengar pernyataan yang diajukan Jorga padanya, "Gadis itu sudah keranjingan seks, karena itu—"

"Hm, tentu saja gadis itu keranjingan. Kan kau juga yang mengajarkan padanya, ha? Dasar kau memang polisi keparat! Merusak masa depan ahli waris satu-satunya Nicholas. Apa Fabio tahu mengenai hal itu, ha? Menggagahi adiknya sembarangan. Dasar polisi terkutuk!" seru Jorga lagi-lagi menyela—penuh umpatan kasar.

Ebern hanya menanggapi makian kasar Jorga dengan tawa terkekeh, "Ck! Tentu saja Fabio tahu. Bagaimana aku berani menyentuh putri Nicholas tanpa seizin pihak keluarganya. By the way, aku bermaksud akan menikahi Roxie, Jorga!"

"WHAT THE HELL? Apa kau serius, Bud?"

"Tentu saja aku serius, tapi bukankah kau tahu sendiri bagaimana tabiat Roxie. Dia—"

"Apa kau sudah tahu kalau Aimee kembali ke Auckland?" Kalimat Jorga sekali lagi menyela cepat, sontak membuat Ebern bergeming tak lagi terdengar bersuara.

"Hei, Cops! Apa kau mendengarku?"

"Hm."

"Apa kau sudah tahu Aimee sudah kembali?"

"Belum, tapi tadi di kantor ...." Ebern menggantungkan kalimatnya, akal cerdasnya masih mencari kata yang tepat untuk dia sampaikan kepada Jorga.

"Di kantor? Apa yang sudah terjadi di kantor?" tanya Jorga tak sabar.

"Hm. Pantas saja, pagi tadi Yousef membahas tentang Aimee, tapi dia tak mengatakan apa pun padaku. Ternyata ...."

"Apa kau sudah menceritakan Aimee pada gadis tawananmu itu?"

ⓂⓎ ⒽⓄⓉⓉⒾⒺ ⓂⓄⓃⓈⓉⒺⓇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang