Tampak sesosok pria sedang melangkah sambil menggendong tubuh lampai seorang gadis menuju ke bathroom. Kedua raga mereka juga masih polos tanpa sehelai benang.
"Ebern, turunkan aku sekarang! Aku bisa jalan sendiri," pinta si perempuan sembari melirik sebal.
"Biarkan aku membantumu, Rox! Please ...!" Ebern telah tiba di bathroom, dengan sangat hati-hati laki-laki tersebut menempatkan tubuh Roxie ke atas meja di samping wastafel dalam posisi duduk, "sekarang, lebarkan kakimu!" titahnya menyambung sambil memutar keran ke letak warna merah yang artinya air panas, seraya mengambil lalu membasahi tuala berukuran kecil.
"Apa maumu?"
"Mengompres kelaminmu, Rox."
"Tidak mau!"
"Kau harus mau, karena aku sudah melukainya. Pasti sekarang rasanya sakit sekali."
Roxie bergeming, sama sekali tak berniat membalas ucapan pria di hadapannya sekarang, tetapi kalimat yang dikatakan Ebern memang ada benarnya. Dia merasakan perih juga sedikit ngilu pada area genitalia.
"Roxie? Mau, ya?"
"Tapi aku tidak mau kau melihat alat kelaminku."
"Ha? Lalu, bagaimana aku akan mengompresnya kalau aku tak melihatnya," seloroh Ebern sambil terkekeh, "sudahlah, Rox! Percaya padaku! Aku tak akan berbuat macam-macam padamu kalau kau juga tak menginginkannya. Aku hanya ingin mengompresnya saja, karena rasanya pasti sakit sekali."
"Dari mana kau tahu?" desak Roxie menatap dengan pandangan menyelidik.
"Ya, dari para perawan yang pernah kutiduri," sahut Ebern enteng tanpa ada perasaan bersalah sedikit pun.
"Kau merayunya, kan?"
"Tidak!
"Lalu?"
"Kenapa jadi membahas masa laluku Rox?"
"Apa itu masalah buatmu, ha?"
"Rox, dengarkan aku! Aku tak pernah sekalipun memaksa seorang gadis atau wanita agar mau kutiduri. Mereka sendiri yang menawarkan tubuhnya padaku. Ya, seperti kau tadi—"
"He, Jelek! Enak saja mulutmu mengatakan itu! Aku tak menawarkan tubuhku begitu saja padamu, tapi kau yang menantangku. Makanya aku jadi tertantang lalu menawarkan tubuhku padamu." Suara Roxie menyela cepat, Ebern pun sontak bergeming selepas mendengar semua kalimat yang diucapkan sang gadis padanya.
"Apa ucapan mereka pun sama denganku?" sambung Roxie lagi.
"Tentu saja tidak!"
"Lalu, kenapa akhirnya kau meninggalkan mereka?"
"Bukan aku, tapi mereka, Rox!"
"Ah, aku tidak percaya! Tampangmu saja tampang kriminal, tampang berandalan, tukang main perempuan, tukang selingkuh, tukang minum, belum lagi kau pasti juga—"
Belum sempat Roxie menyelesaikan semua kalimatnya, Ebern terlebih dulu melumat bibir tipis sang gadis, "Hm, aku akan mengulangi yang seperti ini setiap kali mulutmu bicara tak henti!"
Mulut Roxie pun sontak terbungkam setelah mendapat pagutan secara tiba-tiba dari Ebern. Kendati kecupan lelaki itu bukanlah yang pertama bagi Roxie, tetapi entah kenapa Roxie mengenyam ciuman Ebern berbeda dari yang pernah dia rasakan saat masih menjalin kasih dengan mantan kekasihnya dulu.
Ebern pun menopangkan kedua telapak tangan lebarnya ke pinggiran wastafel sembari menatap lekat iris warna madu Roxie yang bergeming, "Dengarkan aku, Rox! Masa laluku memang tak baik bahkan bisa dikatakan gelap penuh dosa, tapi aku janji padamu. Karena aku yang sudah mem-perawani-mu ...," ujar Ebern bercanda saat melafal satu-satu kata perawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ⓂⓎ ⒽⓄⓉⓉⒾⒺ ⓂⓄⓃⓈⓉⒺⓇ
Humor• Copyright ©Njolie • Cover by Rhea R.R The blurb is inside the story • Story [21+] 🚫🔞 Erotic Romance & Mature Audience • Tema : pembunuhan berencana, agegap • Genre : intrique, action, comedy • Status : END • Enjoy Reading 🌷💖 ⚠️⛔ W A R N I N G...