21

8 1 0
                                    

Kring kring kring!

Tampak sesosok pria menghentikan aktivitas yang tengah melatih otot seluruh tubuh di Rowing Machine—efek mendengar bunyi berisik gawai yang berada di parket flooring. Iris abunya menilik sekilas nama pemanggil pada layar datar seluler tersebut seraya menekan tombol hijau. "Yo, Jorga. What's up, Bro? Tumben menghubungiku, tidak biasanya," sapa lelaki itu sambil terkekeh semringah.

"Aku hanya sekedar memberimu informasi saja, Ebern," balas Jorga tanpa berbasa-basi seperti biasa.

"Tentang?"

"Kasus kematian ayahmu, Ebern, yang sampai sekarang belum ditemukan pelakunya ataupun kaki tangan tersangka dan aku baru saja mendapat kabar dari informanku bahwa di tempatmu juga baru saja terjadi kasus yang sama persis seperti itu. Seorang kepala perbankan ditemukan tewas persis seperti kasus ayahmu, Ebern," papar Jorga menjelaskan panjang lebar.

"Ha, benarkah?" Suara Ebern terbetik jelas penuh tanda tanya serta rasa penasaran.

"Apa kau belum diberitahu oleh atasanmu?"

"Belum, karena seminggu ini aku sedang cuti. Lalu, bagaimana kronologinya?" tanya Ebern antusias.

"Aku belum tahu kronologi yang sebenarnya bagaimana? Mungkin nanti kau bisa memberikan informasi terbarunya padaku, Ebern?"

"Untuk apa, Jorga? Sepertinya kau sangat tertarik dengan kasus itu?"

"Hm, karena aku mengenal kepala perbankan itu," sahut Jorga datar, tetapi meski datar. Ebern menangkap jika bahana suara sobatnya penuh dengan amarah. "Aku ingin kau ikut menangani kasus itu, Ebern! Apa kau bersedia?" sambung Jorga lagi.

"Bisa. Nanti kalau masa cutiku habis, aku akan meminta ke Yousef untuk menangani kasus itu."

"Oh ya, satu lagi. Mungkin suatu saat nanti, anak perempuan satu-satunya kepala perbankan itu akan muncul, Ebern. Kuharap kau bisa mengerti bila gadis itu membuat kerusuhan di kesatuanmu, hem." Saran Jorga dan bahana suaranya penuh kegetiran.
.
.
Kring kring kring!

Suara gawai berbunyi nyaring, membuat Ebern terkesiap dari lamunan. Dia mengambil seluler dari saku celananya seraya menilik sejenak ke layar datar ponselnya. "Ya, Sayang."

"Masih lama?"

"Hm, kenapa? Apa kau sudah sangat merindukanku, hem?" sahut Ebern menggoda.

"Ck! Bukan begitu, Jelek! Aku meneleponmu bukan karena rindu padamu, tapi kau mau makan di rumahku atau di luar? Aku akan menyuruh Deana menyiapkan kalau kau makan malam di sini." Suara Roxie terdengar penuh kekesalan.

"Hm, kita sudah seperti pasangan suami istri saja ya, Sayang," sahut Ebern kembali menggoda gadisnya.

"Ck! Aku serius, Ebern!"

"Loh, aku juga serius, Rox! Hanya pasangan suami istri yang begini. Kalau kau tak percaya, nanti setelah kita menikah. Kau pasti akan sering meneleponku hanya menanyakan urusan seperti ini, Sayang, makanya bagaimana kalau—"

Klik!

Sambungan seluler tiba-tiba terputus secara sepihak dan hal itu sontak membuat Ebern terkekeh keras, "Ah, kesayanganku sekarang ternyata bisa malu dan sebal secara bersamaan," monolognya sambil mencari nama kontak seraya balik menghubungi.

Tut tut tut!

"Hm."

"Jangan merajuk, Sayang! Jangan pula suka marah-marah hanya untuk hal sepele seperti tadi, nanti kau cepat tua. Aku tak mau calon istriku cepat tua, biar aku saja yang tua sendirian," ujar Ebern sambil terkekeh pelan, "iya, aku akan makan malam di rumahmu. Sebentar lagi pulang, sekarang juga sedang meluncur menuju rumahmu," sambung Ebern menjelaskan panjang lebar.

ⓂⓎ ⒽⓄⓉⓉⒾⒺ ⓂⓄⓃⓈⓉⒺⓇTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang