Jangan lupa vote komen 💚
Happy reading~***
Disisi lain, kini Puspa sudah berada di depan bangunan tinggi bekas hotel berbintang yang sudah berlumut. Ada beberapa orang dewasa dan juga anak-anak yang sedang bermain di halaman. Dokter itu mengedarkan matanya menelisik setiap bangunan di sekitarnya yang hanya di terangi oleh lampu minyak.
"Beginilah keadaannya," celetuk seorang ibu-ibu yang membuat Puspa tersenyum canggung.
"Makanya warga di sini menyebutnya desa Bulio, yang artinya kegelapan," sahut yang lain.
Salah satu dari mereka kemudian menjelaskan kenapa mereka menyebutnya desa Bulio, itu karena dulu ada orang yang mengaku orang Roma menyebut Buio yang artinya gelap, hingga akhirnya warga menyebutnya Bulio karena mereka selalu hidup di kegelapan tanpa aliran listrik. Ini bukan kesalahan pemerintah, karena bahkan pemerintah sudah menyuruh untuk pindah beberapa tahun yang lalu.
Setelah berinteraksi dan memperkenalkan diri, wanita yang tadi membawa Puspa segera mengajak ke rumahnya yang ada di belakang gedung. Wanita tadi juga memperlakukan Puspa dengan baik, wanita itu bahkan memperkenalkan Puspa sebagai temannya.
"Panggil aku Anggi," ucap wanita itu.
Puspa menoleh, "Aku Puspa." Keduanya saling menatap lalu terkekeh bersama.
(Anggiana Putri)
Puspa menghentikan langkahnya setelah sampai di halaman rumah Anggi. Dia bahkan sampai menutup mulutnya setelah melihat pemandangan depan rumah Anggi yang ada di pinggiran tebing menghadap ke laut.
Wanita itu tersenyum tipis lalu segera masuk, sedangkan Puspa masih kagum dengan pemandangan laut di depannya. Tak lama kemudian, Anggi kembali keluar dengan membawa nampan yang berisi dua cangkir teh hangat.
"Minum dulu." Anggi duduk di kursi kayu yang ada di depan rumahnya, lalu diikuti Puspa.
"Kalian dari mana?" tanya Anggi.
"Kita berasal dari daerah yang berbeda-beda. Kita hanya tergabung dalam satu komunitas lalu bertemu dan melakukan kegiatan ini," jawab Puspa tanpa ragu lalu segera meminum teh.
Anggi tampak mengangguk. "Pasti kalian dari kalangan orang atas dan hebat, kan?"
Puspa terbatuk. "Orang atas bagaimana?"
"Aku perhatikan dari cara kalian menjelaskan dan meyakinkan, terlihat seperti orang yang sudah terbiasa dengan ledakan-ledakan ini, atau mungkin kalian—" Ucapan Anggi terpotong saat Vano, Nathan, dan Galih yang wajahnya sangat pucat tiba-tiba datang tergopoh-gopoh.
"Puspa, tolong bang Galih!" ucap Vano yang sedang berjalan sambil merangkul Galih,
Puspa dan Anggi segera berdiri, Puspa lupa kalau dia belum mengobati Galih yang terluka karena menyelamatkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Mission (Prajurit Mata Elang 2)
Fanfiction[SUDAH TERBIT. CHAPTER MASIH LENGKAP]. Bagaimana pun juga Prajurit Mata Elang tetaplah 7. Raganya memang terpisah tapi jiwanya masih ada di Prajurit Mata Elang. Tujuh tahun yang lalu bukanlah sebuah kisah sedih, itu adalah sebuah kisah perjuangan da...