Jangan lupa vote komen ♡♡♡
Happy reading~***
Di dalam ruangan steril yang dipenuhi dengan suara monitor detak jantung, seorang wanita tengah menggenggam erat tangan laki-laki yang tubuhnya terbujur lemah di atas brankar. Dia memejamkan matanya sembari merapalkan banyak doa di dalam hatinya untuk kesembuhan laki-laki di depannya.
Wanita itu adalah Bila. Dokter Naura Salsabila yang sedang menangisi suaminya, Lettu Fahmi Revandra. Iya, satu-satunya prajurit yang masih bisa diselamatkan adalah Lettu Fahmi Revandra.
Meski terpejam, air mata Bila tidak berhenti menetes. Dia bahkan sampai tidak peduli saat pintu ruangan terbuka.
Seorang dokter masuk bersama seorang laki-laki dan dua orang wanita. Itu adalah Safa, Letnan Rania, dan juga Jenderal Jordan.
"Bila," panggil Safa, tapi Bila tidak bergerak sedikit pun. Akhirnya Safa mendekat lalu menuntun Bila untuk berdiri.
Bila pun menurut meski matanya tidak pernah lepas dari suaminya. Dia bahkan tidak sanggup untuk menyapa.
"Bagaimana keadaannya, dokter?" Jenderal Jordan bersuara saat dokter tengah memeriksa.
"Setelah operasi hingga saat ini belum ada perkembangan," jawab dokter laki-laki yang menangani Fahmi.
"Apa ada kepastian kapan dia akan sadar?"
Dokter itu melirik Bila sebentar. "Kami tidak bisa menentukan. Itu tergantung dari kondisi pasien. Jika terus seperti ini, kami tidak yakin," jawabnya.
"Semoga dia cepat bangun, dia harus tahu kenyataannya." Jendral Jordan menatap Bila, tapi Bila tidak menyadarinya.
"Bila," lirih Safa.
Bila menoleh, lalu Safa memberitahunya kalau Jendral Jordan sepertinya ingin membicarakan sesuatu.
"Maafkan saya." Jendral Jordan membungkuk diikuti Letnan Rania dan juga dokter..
"Ini sudah terjadi." Hanya itu yang keluar dari mulut Bila lalu terdiam. "Mendengar kalau hanya dia saja yang selamat, sepertinya dia sudah mengambil keputusan yang benar," imbuhnya dengan suara bergetar lalu kembali berjalan mendekati suaminya yang masih memejamkan mata.
Bila kembali terdiam sembari menatap suaminya. Tangannya terus mengelus punggung tangan suaminya. Dia ingin semua ini segera berlalu, dia ingin suaminya segera sadar.
"Bila—"
"Biarkan saja." Jendral Jordan memotong ucapan Safa yang akan berbicara dengan Bila.
"Jika ingin dipindahkan ke Jakarta, hubungi kami. Kami akan menyiapkan pesawat pribadi," tutur Jendral Jordan, diangguki oleh Safa yang sesekali menoleh Bila.
Setelah itu Jendral Jordan dan lainnya segera pamit, masih ada banyak hal yang harus dia urus termasuk pemakaman para prajurit.
Di ruangan insentif yang hanya dipenuhi dengan suara monitor penopang hidup itu, tersisa dua insan Tuhan yang saling mencintai. Salah satunya sedang menaruh banyak harapan pada sang suami agar segera bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Mission (Prajurit Mata Elang 2)
Fanfiction[SUDAH TERBIT. CHAPTER MASIH LENGKAP]. Bagaimana pun juga Prajurit Mata Elang tetaplah 7. Raganya memang terpisah tapi jiwanya masih ada di Prajurit Mata Elang. Tujuh tahun yang lalu bukanlah sebuah kisah sedih, itu adalah sebuah kisah perjuangan da...