Jangan lupa vote komen ❤️
Happy reading~***
Di saat Alfian dan Hans saling melempar tatapan. Kini Vano dan Galih sedang berusaha mendekati Puspa dan Anggi. Mereka mencoba untuk tidak membuat suara agar tidak mengalihkan perhatian dua laki-laki yang sedang saling melempar tatapan itu.
"Kita bisa bekerja sama." Terdengar Alfian kembali membuat penawaran.
Sayang sekali Hans bukan anak kecil yang bodoh. Hans hanya tertawa lalu mengangkat senapan ditangannya, meski tahu kalau Galih dan Vano sedang membebaskan Anggi dan Puspa, tapi dia merasa itu tidak penting.
Sepertinya Hans mengerti arti balas budi, dari pada Alfian.
Brak!
Kursi yang di duduki Anggi terjatuh, saat dia berdiri. Bahkan dia juga terpaksa melepas baju anti peluru, karena tersangkut di kursi.
Alfian menoleh. "Kalian mau ke mana? Urusan kita belum selesai," ujarnya.
"Jangan bergerak atau lima peluru senapan ini bersarang di jantungmu dalam sekali tarikan pelatuk." Ucapan Hans membuat Alfian mengurungkan niatnya untuk menahan Anggi dan Puspa pergi.
"Tapi mereka akan pergi," sahut Alfian lalu kembali menatap Hans.
Sedangkan Galih dan Vano, dengan cepat membawa Anggi dan Puspa untuk segera turun dari lantai dua. Mereka akan segera pergi dari tempat itu. Mereka tidak akan peduli lagi pada Alfian dan juga Hans. Mereka kali ini harus mengutamakan keselamatan.
"Saya tidak peduli. Saya hanya ingin melihat kematian Anda!" sentak Hans yang membuat para prajurit yang sudah kembali berkumpul di lantai satu bersorak di dalam hati.
"Ayo kita harus pergi," titah Adam.
"Tapi—"
"Aku akan memberikan padamu ikan-ikan yang lebih besar dari mereka." Vano memotong ucapan Anggi, sampai akhirnya terdengar desingan peluru yang membuat dirinya sontak merengkuh Anggi.
Tampaknya pertarungan dua ketua geng mafia narkotika sudah di mulai, dengan cepat para prajurit segera pergi dari tempat itu.
"Anggi, jangan pergi kamu!" seru Alfian di tengah-tengah dirinya berseteru dengan Hans.
Para prajurit tidak peduli itu, dengan langkah cepat mereka mencoba keluar dari tempat terkutuk itu.
Bruk.
Langkah mereka terhenti saat mendengar benda terjatuh. Mereka semua menoleh dan cukup terkejut melihat Hans dan Alfian jatuh dari lantai dua. Hans sepertinya langsung tewas karena dia berada di bawah tubuh bongsor Alfian, tapi apa Alfian juga tewas? Tidak ada pergerakan di antara keduanya.
"Ayo!" seru Adam lagi yang membuat para prajurit kembali mengangguk dan kembali berjalan.
Namun, tidak dengan Anggi. Anggi masih terdiam menatap Alfian. Dia membelakan matanya saat melihat Alfian tiba-tiba meraih senapan di sebelahnya lalu bangkit dan mengarahkannya pada Vano.
Vano menoleh Anggi. "Ay—" Ucapannya terhenti saat Anggi tiba-tiba merengkuh tubuhnya sembari tersenyum sangat manis padanya untuk yang pertama kali.
Dor! Dor Dor!
Vano membelakan matanya saat tubuh Anggi mengejang setelah mendengar desingan peluru. "Anggi," lirihnya lalu menyentuh bahu Anggi. Basah, Vano menegak ludahnya dengan susah payah lalu menatap tangannya yang kini berwarna merah
"Darah." Vano menatap Anggi dengan mata kecilnya yang sudah berkaca-kaca. Pikirannya sudah berpikir ke mana-mana.
"Anggi!" teriak Alfian yang di dengar semua prajurit.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Mission (Prajurit Mata Elang 2)
Fanfiction[SUDAH TERBIT. CHAPTER MASIH LENGKAP]. Bagaimana pun juga Prajurit Mata Elang tetaplah 7. Raganya memang terpisah tapi jiwanya masih ada di Prajurit Mata Elang. Tujuh tahun yang lalu bukanlah sebuah kisah sedih, itu adalah sebuah kisah perjuangan da...