Jangan lupa vote komen ❣️
Happy reading~***
Di saat Tiga Prajurit Mata Elang sedang mati-matian menjinakkan bom. Kini prajurit yang lain sedang melawan beberapa anak buah Sole dan Sadico. Mereka sama-sama berjuang agar bisa keluar dengan selamat dari desa Bulio.
Fahmi terdiam menatap ruang kosong di depannya, ruangan kosong tanpa celah ventilasi. Dia memegang kepalanya lalu memegang dadanya. Rasanya sulit sekali bernafas. Fahmi memejamkan matanya mencoba untuk mengatur emosi dan nafasnya.
"Black Rabbit."
Fahmi membuka matanya saat ada yang memanggilnya. Dia menghela nafas panjang lalu menoleh. "Apa kamu menemukan sesuatu?" tanyanya lalu berbalik dan berjalan mendekati Vano.
Vano menggeleng. "Tapi aku yakin ada ruangan tersembunyi di sini," sahutnya lalu menoleh saat ada langkah mendekat yang ternyata itu Galih dan Adam yang masuk lewat jendela.
"Bagaimana?" tanya Adam.
Vano dan Fahmi menggeleng. "Tapi aku yakin ada ruangan tersembunyi di sini," ujar Vano menyampaikan apa yang baru saja dia sampaikan pada Fahmi.
Para prajurit kemudian menelisik ke setiap sudut ruangan yang ada di depan mereka. Mereka harus teliti dan jeli, jika tidak ingin melewatkan sesuatu.
"Lift," celetuk Adam. "Ruang bawah tanah," lanjutnya yang membuat para prajurit kini menatap lift yang tidak jauh dari mereka.
"Tapi lift itu mati," ujar Galih.
"Benar yang dikatakan Yellow Fox," sambung Fahmi setelah melihatnya.
Adam menggelengkan kepalanya. "Tidak mati, tapi dimatikan," katanya.
Benar saja, tak lama kemudian lift tiba-tiba menyala. Suara derap langkah pun terdengar mendekat. Dengan segera, empat anggota Prajurit Mata Elang memasuki ruangan yang berbeda. Di balik pintu para prajurit sudah memasang badan untuk menyerang siapa pun yang akan masuk ke ruangan, jika ada.
Mereka tidak menutup pintu dengan rapat. Mereka sengaja melakukan itu agar bisa melihat apa yang terjadi di luar ruangan. Tak lama kemudian dua laki-laki yang hampir seluruh wajahnya tertutup berjalan ke arah lift, sudah pasti itu anak buah Sadico.
Tiba-tiba Vano berlari keluar, memang sangat ceroboh. Itu membuat ketiga temannya membelakan matanya. Vano langsung menyerang dua orang itu dengan alat setrum yang dia bawa, sialnya itu tidak mempan sama sekali.
Vano kini berdiri di depan dua laki-laki yang sudah menghadapnya. Dua laki-laki yang tingginya sangat melebihi tinggi badannya. Vano terkekeh pelan, menertawakan kebodohannya sendiri. "Maaf, Om. Salah orang," ujarnya lalu berbalik.
Grep.
Bruk.
Saat Vano berbalik, dua laki-laki berbadan besar itu melayangkan bogeman padanya. Namun, dengan cepat prajurit berkulit putih itu menahan tangan dua orang itu lalu menariknya ke depan dan membanting tubuh keduanya.
"Dolphin!" seru Galih sembari melempar senapan biusnya.
Dengan cekatannya Vano menerima dan segera menembakkan pada dua laki-laki yang sedang mencoba berdiri di depannya.
Vano menghela nafas lalu merapikan bajunya yang tidak berantakan. Hampir, batinnya lalu tersenyum lega. Dia mengambil alat setrum yang sudah tadi dia jatuhkan lalu menatap teman-temannya yang sedang berjalan ke arahnya.
Ctak!
Dahi Vano disentil Fahmi hingga berbunyi.
"Bang!" sentak Vano dengan suara lumba-lumbanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Mission (Prajurit Mata Elang 2)
Fanfiction[SUDAH TERBIT. CHAPTER MASIH LENGKAP]. Bagaimana pun juga Prajurit Mata Elang tetaplah 7. Raganya memang terpisah tapi jiwanya masih ada di Prajurit Mata Elang. Tujuh tahun yang lalu bukanlah sebuah kisah sedih, itu adalah sebuah kisah perjuangan da...