Jangan lupe vote komen 💕
Happy reading~***
"Kalian kenapa kemari?!" Seru Adam.
"Pergilah, lari keluar!" Seru Fahmi.
Namun, teriakan dua prajurit itu tidak di dengarkan sama sekali oleh Galih dan Vano. Justru dua prajurit itu mendekati temannya dan membantu membawa orang itu untuk keluar. Mereka mengumpulkan seluruh tenaga mereka lalu memperlebar langkah dan keluar dari bangunan itu.
Ada perasaan pasrah dan was-was saat mereka berlari keluar. Mereka juga sempat berpikir bagaimana jika mereka mati? Bagaimana dengan misinya? Di saat seperti itu pun mereka masih memikirkan misi dari pada nyawa mereka sendiri.
Saat kaki mereka menginjak tanah, ada perasaan sedikit lega. Namun, mereka harus berlari lebih jauh lagi agar terhindar dari ledakan.
Duar! Duar! Duar!
Tiga ledakan yang cukup besar membuat bangunan itu runtuh. Empat prajurit dan laki-laki itu jatuh terkena efek ledakan, tapi para prajurit segera kembali berdiri.
"Anda baik-baik saja?!" Tanpa mengkhawatirkan dirinya sendiri, justru Adam mengkhawatirkan keadaan laki-laki yang dia selamatkan bersama teman-temannya. Lalu laki-laki itu mengangguk.
Tanpa lama-lama lagi, karena mengkhawatirkan yang lain. Mereka segera membawa laki-laki itu untuk segera bergabung dengan yang lain.
***
Disisi lain, Puspa dan Anggi sedang mencoba mengecek keadaan para warga yang tadi terluka. Dua wanita itu dibantu dua prajurit Tiger Forces, yaitu Nathan dan Radit.
Kondisi Puspa membaik, dia meyakinkan dirinya sendiri kalau dia harus melupakan apa yang terjadi padanya tadi malam. Ini bukan saatnya untuk mengucapkan kata trauma, tapi dia harus kuat untuk sekarang. Dia dipercaya untuk bergabung dengan pasukan rahasia, jadi dia harus siap apa pun risikonya.
Berkali-kali Puspa menoleh ke arah pintu utama sejak mendengar tiga kali ledakan. Dia mengkhawatirkan laki-laki yang tadi menenangkannya. Laki-laki yang berjanji akan pulang ke Jakarta bersamanya.
Puspa bukan melarang Galih untuk pergi, dia hanya mengkhawatirkannya saja. Meski Galih bilang tidak akan pernah meninggalkannya lagi. Dia tidak mau egois, karena itu tugas Galih.
"Dia pasti baik-baik saja." Radit berjongkok di sebelah Puspa.
Puspa menoleh lalu tersenyum. "Iya, pasti. Dia sudah berjanji tadi," sahutnya.
"Kamu menyukainya?" tanya Radit tiba-tiba.
Puspa menunduk. "Aku tidak tahu, yang pasti—"
"Puspa, obati laki-laki ini!" Seruan Vano menginterupsi semua penghuni bangunan itu, bahkan Puspa tidak melanjutkan ucapannya dan langsung berlari ke arah pintu.
Dia sempat melirik Galih untuk memastikan keadaannya. Setelah memastikan keadaan Galih baik-baik saja meski sekilas, Puspa segera fokus pada pasien yang baru saja datang. Dia harus profesional, dia harus mengobati laki-laki itu.
"Aku butuh air untuk cuci tangan," katanya tanpa menoleh, kemudian Vano segera mencari air dan Puspa segera mencuci tangan cantiknya.
Di awali dengan berdoa di dalam hati, tangan cantiknya memeriksa setiap bagian tubuh pasiennya. Tanpa rasa jijik dia bahkan menyentuh bekas darah kering dan basah laki-laki itu.
"Dia pasti mendapat siksaan yang sangat kejam," tutur Puspa, karena setiap dia menyentuh bagian luka lebam laki-laki itu terus menggeram kesakitan.
"Terutama di bagian kepala."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Next Mission (Prajurit Mata Elang 2)
Fanfiction[SUDAH TERBIT. CHAPTER MASIH LENGKAP]. Bagaimana pun juga Prajurit Mata Elang tetaplah 7. Raganya memang terpisah tapi jiwanya masih ada di Prajurit Mata Elang. Tujuh tahun yang lalu bukanlah sebuah kisah sedih, itu adalah sebuah kisah perjuangan da...