(23) Menuju Pesisir

7.8K 1.1K 429
                                    

Jangan lupa vote komen 💕
Happy reading~

***

Para prajurit sedang bersiap dengan dibumbui sedikit perdebatan antara dua wanita dengan empat prajurit. Para prajurit ingin dua wanita itu tetap tinggal saja dan bersembunyi, tapi dua wanita itu sungguh sangat keras kepala.

Seharusnya Puspa dan Anggi ikut dengan Nathan dan Radit, tapi entah kenapa para prajurit justru lupa menitipkan dua wanita ini.

Adam saja sampai tidak bisa berkata-kata lagi, dan dia menyerahkan semuanya pada Galih dan Vano, karena hanya mereka berdua yang masih berdebat hebat dengan dua wanita itu.

"Puspa, Anggi. Kita saja belum tentu bisa menjaga diri kita," tutur Vano sangat lembut.

"Aku tidak perlu dijaga. Aku bisa menjaga diri sendiri," sahut Anggi yang membuat Vano mengatupkan bibirnya. Dia menghela nafas, entah kenapa dia merasa sangat kagum pada wanita yang jarang mengumbar senyuman itu.

"Iya, aku juga bisa jaga diri sendiri," sambung Puspa.

"Aku tidak percaya," sanggah Galih yang langsung mendapat tatapan tajam dari Puspa.

"Apa karena aku seorang wanita?!"

"Iya," balas Galih dengan sangat enteng.

Puspa terdengar menghela nafasnya dengan kasar lalu menunjukkan wajah datarnya. "Tidak semua wanita yang ada di pikiranmu itu lemah," katanya lalu menabrak bahu Galih dan pergi menjauh.

Galih menatap kepergian Puspa lalu mengusak wajahnya dengan kasar. "Kenapa harus marah seperti itu?"

"Dia sebenarnya juga takut, tapi dia hanya ingin kamu bilang, kalau kamu harus menjaganya. Laki-laki memang selalu memakai otak, sedangkan wanita selalu memakai hati," ujar Anggi yang langsung mendapat tatapan dari Galih dan Vano.

"Oke, sekarang yang sensitif bukan hanya bom saja, tapi juga hati wanita." Galih kemudian pergi meninggalkan Vano dan Anggi.

"Kalau begitu aku akan menjaga kamu." Ucapan Vano membuat wanita bermata kecil itu menolehnya.

"Tapi aku bisa menjaga diri," balas Anggi lalu berbaik. Bibirnya tersenyum, entah kenapa hatinya menghangat begitu saja. 

"Jangan terlalu mandiri. Tolong, manfaatkan aku untuk menjagamu," ucap Vano sembari menatap kepergian Anggi lalu menghela nafasnya. "Baru kali ini gue diabaikan," gumamnya lalu berjalan menyusul yang lain karena Anggi juga bergabung dengan yang lain.

Vano tersenyum tipis saat menatap Anggi dari belakang. Entah kenapa dia ingin sekali menjaga wanita yang selalu berdebat dengannya. Mungkin ini yang namanya benci tapi cinta, pikir Vano lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. 

***

Adam menghela nafasnya saat menatap teman-temannya yang sedang bersiap. Semua yang terjadi benar-benar seperti dejavu baginya. Prajurit Mata Elang kembali akan melakukan tugas bersama dua orang wanita, seperti dulu. Bedanya dulu mereka bekerja sama dengan dua prajurit wanita yang berpengalaman, dan sekarang mereka bekerja sama dengan dua wanita yang menurutnya tidak memiliki skil dan pengalaman apa pun.

Adam bukannya meremehkan, dia hanya takut jika terjadi sesuatu yang berujung membuat para prajurit tidak fokus pada misinya. Apa lagi Puspa, dia hanya dokter militer yang menurutnya terlalu cepat untuk menjadi seorang sersan. Jangankan sersan, menurut Adam, Puspa saja belum terlalu menguasai dunia kedokteran. Dia jadi berpikir, apa keluarganya berasal dari seorang yang berpengaruh? Adam menggelengkan kepalanya lalu menghela nafas pelan. Tidak ada gunanya memikirkan silsilah keluarga dikondisi seperti ini.

The Next Mission (Prajurit Mata Elang 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang