2

74 27 0
                                    

Kemana perginya pohon rindang, kemana perginya rumput hijau, kemana perginya bangku besi dingin nan panjang, kemana perginya sepasang kekasih dimabuk cinta. Dimana mereka semua? kemana semuanya pergi??????.

Semuanya terganti dengan jajaran dagangan berbagai jenis dan macam. Hiruk pikuk pedagang pembeli yang sibuk tawar menawar. Gue ga bodoh untuk tau kalo ini pasar.

Dan sejak kapan setelan formal gue berganti jadi apron kedodoran lengkap dengan sarung tangan karet bau amis. Jangan lupakan tatapan bingung emak emak tepat didepan yang dengan ga sopannya bangunin tidur istirahat gue.

Apa mungkin kasus penculikan akhir akhir ini menyasar pegawai yang mangkir dari kerjaan kantor?.
Apa mungkin si penculik nyembunyiin gue di pasar dengan dalih supaya ga tercium jejaknya sama polisi?.

" Aduhh maaf ya buk.. kayaknya herin lagi kecapean. Sini biar saya urus ikan ikannya, tunggu sebentar ya bu.."
Seorang wanita paruh baya sesusia ibuk nyerondol depan gue nawarin bersihin ikan.

Tapi gue tetap bergeming. Gue amati apapun yang terlihat kedua mata, dan mencoba mencerna semua hal yang terlihat asing ini.
Wanita itu dengan cekatan bersihin ikan satu persatu kemudian menyerahkannya pada emak emak make up menor tidak lupa mngucapkan kata maaf sebanyak yang dia bisa sampai emak make up menor pergi.

Setelah dirasa sudah jauh wanita tua itu noleh kearah gue " Rin.. kalo kamu masih lemes harusnya bilang, kan bibi bisa datang lebih awal buat bantu kamu. Koma seminggu bukan waktu yang singkat rin.., butuh waktu yang lebih lama untuk bisa pulih. Kalo kamu bener bener butuh uang itu, bibi bisa bantu. Jangan maksain tubuh kamu seperti ini, yang ada kamu makin repot sendiri nanti".

"Hah?" dia ngomong apaan?.
Wanita tua dengan wajah khawatir itu mulai melepaskan satu persatu sarung tangan serta apron yang menggantung dileher gue. " sekarang kamu pulang istirahat, ini semua biar bibi yang lanjutin, jangan balik kalo belum sembuh total. Udah sekarang pulang!".

Gue tetep diem ga gerak sama sekali.
" ibu siapa ya?". Seketika wanita tua itu membanting pisau ikan dan ikannya juga. Dia.. terlihat cukup kacau.

Setelah rentetan adegan tak terduga itu disinilah gue berada. Kost loteng sempit yang tak jauh dari pasar. Masih terngiang dikepala ucapan wanita itu.l

" Kamu sekarang istirahat, minggu lalu dokter bilang kalo cidera dikepala kamu tidak ada yang perlu dikhawatirkan, tapi ini apa..?.

Besok ikut bibi ke rumah sakit itu lagi, kali ini kamu harus nurut rin" sambil menghalau buluran air mata
yang berlomba lomba jatuh.

Gue kalut sesaat, mikirin berbagai kemungkinan yang membawa gue sampai sini.
"siapa yang cidera bu?" gue harus dapet jawaban yang relevan kalo gue masih mau mertahanin kewarasan yang hanya sisa sedikit.

" Ya kamu herin. Kamu tau kalo hidup itu ga hanya tentang uang? Kalo kamu mau kamu bisa tinggal sama bibi, gausa pusing mikirin uang tagihan kos bulanan. Uang yang tiap hari kamu kumpulin tanpa kata lelah. Kamu itu kalo kerja ga pernah inget waktu. Apapun kata bibi ga pernah kamu dengerin. Begini kan jadinya?".

Kalimat panjang kali lebar itu dia ucapkan hanya dengan sekali tarikan nafas (wow).Fiks gue udah gila.
Setelahnya wanita tua itu pergi, dengan alasan dagangan yang harus ia urus dipasar.

Keheningan ini ga sejalan dengan isi kepala yang berisik. Semuanya bersahut sahutan. Gue kacau. Apapun yang hal yang terjadi, menurut gue ga masuk akal dan bener bener ga bisa dinalar dengan otak hacker profesinal ini.

Kepala gue makin pening, gejolak perut yang ingin dikeluarin seketika mengedarkan pandang mencari tempat bernama kamar mandi. Terletak dipojok ruang, disamping jalan masuk karna memang ini kost an one room.

Bukan Pemeran (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang