19

27 13 0
                                    

Sudah tiga hari aku menjadi pengasuh dari Evan. Anak asuhku satu ini memang istimewa. Kesepian membuat tumbuh kembangnya tidak cukup baik. Aku mencoba membantu untuk mengatasinya.

Selalu meminta pendapatnya sebelum melakukan sesuatu. Menjadikan dirinya sebagai sosok yang benar benar penting. Memang tidak mudah. Tapi selama tiga hari ini cukup terlihat progresnya.

Dia mulai terbiasa mengucapkan kata kata basic seperti minta tolong, terimakasih, dan beberapa kalimat persetujuan atau penolakan lainnya. Karena Mbok Ipah bilang Evan sedari kecil tidak pernah mau berbicara pada orang lain kecuali Papanya.

Dan bahkan Mbok Ipah pagi ini menangis ketika mendengar bocah itu mengatakan terimakasih.
Kalimat yang sebenarnya sederhana, tetapi menurut mbok Ipah itu merupakan kemajuan yang luar biasa.

Keesokannya mbok Ipah menelfon pagi pagi sekali. Dia bilang kalau hari ini dia akan pulang kampung karena anaknya sakit mendadak. Dia meminta tolong padaku untuk pergi kerumah guna mengurus Evan. Karna hari ini dia sekolah kembali setelah liburan panjang.

Akupun bergegas pergi kesana. Pagi yang masih gelap membutuhkan waktu cukup lama untuk mendapat ojol yang mau mengantar. Tapi setelah berapa saat akhirnya dapat. Tanpa menunggu lama akupun berangkat.

Terlihat mbok Imah yang menunggu didepan gerbang  sambil menenteng koper dan tas jinjing. Rupanya dia sudah bersiap.
Dia pamit dan meminta maaf karena memintaku datang sepagi ini.

Kulangkahkan kaki naik ke lantai atas membuka pintu perlahan dan terlihat Evan yang masih terlelap.
Kubangunkan dia segera.

Perjalanan ke sekolahnya akan memakan waktu. Belum lagi ini hari senin.

Dia terbangun dengan wajah yang bingung.
Segera kusiapkan semua perlengkapannya.

" Mbok Ipah tadi ijin pulang kampung.. anaknya lagi sakit.. jadi Mbak yang dimintai tolong  dateng pagi hari ini."
Masih tidak ada jawaban.

" kemarin Mbak bilang kan kalo hari ini kamu kembali sekolah? Masih ingat ga?".

Dia mengangguk.

" Jadi boleh ga Mbak hari ini bantu kamu siap siap terus nganter kamu sekolah?".

Dia kembali mengangguk.

" Terimakasih.."

" sama sama".

Dan ya pagi itu tidak begitu kacau. Aku sudah terbiasa untuk mengurus Risang dirumah. Jadi hal seperti ini bukan apa apa. Mulai dari membantunya mandi, memakai seragam, menyiapkan sarapan dan mengantarkannya.

Aku mengantarkannya sekolah dengan bantuan Pak somad supir pribadi Evan.
Dan setelah sampai, kutuntun tangan mungil itu menuju pintu masuk gedung.

Aku berjongkok dihadapannya.
Memandanag matanya lekat. Mata yang akhir akhir ini membuatku nyaman. Entahlah aku juga tidak tau kenapa bisa begitu.

" Jadi anak baik ya?"

Dia mengangguk.
Dia menyalami tanganku. Hatiku berdesir.
Aku tersenyum memandangnya mulai menjauh. Tapi setelah bayangannya hilang diujung sana, bayangan yang tadinya hilang kembali membesar. Dia berlari kembali kesini, ditempatku berdiri.

" Terimakasih Mbak..."

" Herin"

" Terimakasih Mbak Herin"

" sama sama".
Setelah mengucapkan itu dia kembali berlari masuk. Dan entah sejak kapan air mataku berlinang sederas ini.
Anak itu dia anak yang baik.

Aku jadi rindu dengan Risang.
Akhir akhir ini aku jadi jarang bertemu dengannya. Jam kerjaku yang padat membuatnya semakin sulit.

Pukul 12 siang waktunya Evan pulang.
Aku telah menunggunya bersama para pengasuh yang lain diruang tunggu dari pagi.

Bukan Pemeran (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang