27

33 21 0
                                    

Alur dalam novel yang selama ini aku yakini merupakan sebuah ilusi alam bawah sadarku dari kebiasaanku yang sangat sering melihat berita di TV.

Berita tentang para konglomerat Negeri yang memperlihatkan sisi terbaik yang dimiliki. Mengamatinya dengan mendalam, membayangkan berbagai kemungkinannya dan merangkai mereka menjadi satu kesatuan yang terhubung satu sama lain.

Kemudian ilusi itu berusaha aku wujudkan dengan segala cara.
Mempelajari segala hal tentang mereka yang berkaitan. Dan mulai merangsek masuk circle mereka.

Termasuk beasiswa yang kudapat. Hal itu adalah hasil perjuanganku untuk bisa menembus tabir ilusi yang kubuat sendiri. Sekolah Elit yang mustahil orang biasa masuk kedalamnya, makin memacuku untuk bisa mewujudkan ilusi itu.

Kemarin disaat layar laptop Bara menampilkan isi chip yang kuberikan 6 tahun lalu, membuatku semakin merasa bersalah.

Chip itu kosong. Tidak ada apapun disana. Tidak ada bukti aib file perusahaan atau siapapun.
Aku memang ahli dalam masalah hacking, tapi aku tidak pernah melakukannya sebelum Bara melihatku membenarkan komputer di minimarket.

Saat aku sudah sembuh aku baru bisa mengingat kalau aku pernah mengambil kursus koding saat SMP. Kursus itu aku ambil untuk bisa masuk mendaftar Beasiswa "GALAXY".

Semenderita itu aku selama ini.
Aku memohon maaf pada jiwaku sendiri saat dapat berhasil mengingat semuanya.

" Bu" panggilan Risang berhasil membuyarkan lamunanku.

"Iya? Kamu butuh sesuatu?".

Malam ini Risang ingin aku tidur dengannya. Mungkin dia merindukanku. Wajar saja, karena memang jadwal kerjaku untuk mengasuh Evan menjadi makin padat akhir akhir ini belum lagi terkadang aku juga terpaksa menginap.

" Ibu ko ga tidur?". Aku tersenyum.

" Ibu mau tidur ko ini" ucapku menenangkan.

" Ibu... besok boleh aku ikut Ibu kerja lagi?". Tanyanya sopan, sambil memilin ujung selimut.

" Boleh.. tapi kamu tidur ya sekarang?"
Aku tidak tega mengatakan penolakan saat melihat sinar matanya yang berbinar.

Semoga saja dia mengizinkan.

Hanya keheningan yang tersisa, setelah Risang memecahkan guci besar di sudut ruang tengah.
Wajah Evan tersenyum gembira, seperti baru mendapat kejutan mainan baru.
Wajah Risang memandangku meminta bantuan.
Untungnya Mbok Ipah hari ini libur. Aku mungkin akan merasa sangat  sungkan padanya.
Dan wajah Bara yang ehmmm entahlah.

Aku segera berlari untuk menggendong Risang menjauh agar dia tak terluka.
Tapi baru beberapa langkah suara menggema menginterupsi.

" Diam Herin!" Aku menoleh.

" Diam disana!" Imbuhnya sambil menegakkan tubuh berjalan cepat menghampiri Risang dan menggendongnya dengan hati hati.

Setelah Risang aman aku pergi kebelakang mengambil peralatan untuk membersihkan pecahan guci yang terlihat mahal itu.

" Maaf pak, saya boleh ganti potong gaji ga pak?"

Dia mengalihkan pandangannya dari layar TV kepadaku.

" Gausa " apa katanya?.

" Gabisa pak, saya harus ganti.. itu barang mahal berharga".

" Saya bilang gausa!". Jawabnya makin membuatku merasa bersalah.

" Lain kali saya gaakan ceroboh lagi, saya gaakan ajak Risang lagi, saya minta maaf pak..." jawabku lirih.

" Jangan!" Hah.. alisku menukik.

Bukan Pemeran (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang