10

39 18 0
                                    

Sore itu sepulang sekolah gue mutusin buat ngurung diri dikosan.
Masih males liat muka si Bara.
Keputusan sepihak yang diambil bikin gue capek sendiri.

Apa untungnya juga dia nahan buat tetep sekolah disitu.
Gue juga gaakan bocorin apapun tentang semau hal illegal itu.
Kalo bocor sama aja bunuh diri. Dia ga sadar apa.

Gaada minat gue campurin urusan dia. Mentang mentang dia masih berada ditahta tertinggi hati gue eh stop.

Dan ga kerasa seminggu ini udah ga sekolah. Ga ketemu Bara juga.... eh stop stop.
Niatnya hari ini gue mau daftar disekolah terdekat. Herin tetep butuh pendidikan. Karna raga ini jangan sampai gue tinggalin dengan kondisi mengenaskan.

Udara sejuk pagi yang menyapa bikin mood naik. Menikmati suasana alam yang indah ini dengan merem didepan pintu kosan. Setelah rongga dada terisi penuh energi gue membuka mata perlahan.

" Arggghh...."
Karna kaget gue melangkah kebelakang dengan brutal dan tertabrak pintu yang keras.

Ni orang apa jalangkung si. Muncul tiba tiba gaada angin gaada ujan.

" Awshhh..."
Merah nih jidat gue disentil.

" lo ngapain disini pagi pagi.... minta sumbangan? Gaada duit".

Masih pagi udah bikin mood anjlok aja.
Tanpa peduli berjalan melewati sosok tinggi itu.Dan akhirnya terpaksa berenti. Merasa lengan gue ditahan tangan kokoh, akhirnya menoleh.
Hobi banget nahan orang heran.

Dan gimana bisa dia tau rumah gue? Ah gue lupa dia siapa.

Perang tatap pun tak dapat terhindarkan. Gue yang moodnya udah ancur ngeliat dia dan Bara dengan mata elangnya menembus dinding pertahanan yang udah gue bangun tinggi tinggi.

" apa lagi..?" Ucap gue lemah.

Dia narik gue ke geladak yang ada didepan kosan. Dudu saling menatap dengan tatapan rindu.
Eh tatapan rindu? Hehe ga mungkin.
Gue buang segera pikiran konyol itu, mana mungkin,  mana mungkin......

Mata gue mulai berkaca kaca. Ni hati ga bisa banget diajak kompromi heran.

" maafin gue". Ucapnya penuh kelembutan yang seketika bikin merinding ketakutan.

" what the..." dia bungkam mulut gue pake tangan berurat itu.
Bara dan minta maaf adalah perpaduan yang mustahil. Dan saat kata itu terucap dari bibir pink miliknya sangat layak untuk dipertanyakan.

Apa gue masih di alam mimpi. Kalo iya tolong jangan bangunin guee pliss.
Serasa waktu berenti.

" mau kemana lo" baliklah dia ke watak aslinya yang dingin. Setelah memperthatikan dari atas ke bawah penampilan gue.

" ada urusan". Ucap gue sekenanya.

" kalo mau daftar sekolah mendingan gausa".

" serius lo kesini cuma buat ngomong itu?. Mending pulang sana."
Gue bangkit.

" dengerin gue sekali ini aja".

Entah kenapa liat wajah dia memelas makin bikin perasaan makin ga karuan.
Lagian kenapa gue harus marah. Semua yang ada pada dia itu bukan urusan gue. Tapi kenapa susah banget ngendaliin yang  namanya hati.

" HERIN" dia kayaknya marah karna ga gue gubris.

" apa lagi...?".

" besok pagi gue jemput".

" Mau lo apasi sebenernya? Kalo lo takut gue akan bongkar semuanya lo gausa khawatir. Gue gaada minat ngurusin idup lo, termasuk ikut campur masalah itu. Lo bisa pegang janji gue"
Dan gue serius sama ucapan gue barusan.

Bukan Pemeran (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang