16

30 13 0
                                    

Paginya gue sekolah dengan kondisi tubuh yang sedikit meriang.
Biaya hidup dan sekolah yang jauh dari kata murah menuntut gue kerja dengan keras. Belum lagi pikiran yang akhir akhir ini kacau turut berperan menurunkan imun tubuh.

" muka kamu pucet rin, gausa ikut dulu ya..." ucap Upit khawatir.

Ya kami kembali berteman. Tak ada kata minta maaf. Gue yang melarangnya mengatakan itu. Gaada yang salah. Dan gue memahami itu semua. Kami berakhir berhubungan baik kembali.

" nilai gue udah buruk, ga masuk satu kali pelajaran jadi makin buruk yang ada". Tolak gue.

" tapi kalo kamu kenapa napa gimana?".

" gapapa cuma pusing sedikit doang".

Pelajaran olahraga kali ini bertepatan dengan nilai tambah. Dan gue melakukan semua tes dengan baik.
Dan terakhir adalah tes lari 100 meter.
Entah kenapa baru sekitar 10 meter dari garis start, mata gue buram, kepala gue berat dan terasa berputar putar. Kaki gue lemes, sinar matahari yamg sangat terik siang ini juga terasa menyakitkan.
Perlahan kesadaran gue terenggut.

Perlahan ku buka mata. Aroma obat yang menguar, semilir angin yang menyibak gorden jendela. Gue dimana?.

" kamu udah sadar?".

Upit? masih berbalut seragam olahraga. Ah rupanya UKS. Tapi kenapa gue ada disini?. Gue memaksakan bangun untuk duduk dan bersandar.

" Gue kenapa ada disini?".

"Kamu ga inget? Kamu pingsan saat test lari tadi. Muka kamu pucet banget badan kamu panas. Udah dibilangin gausa ikut ngeyel aja sii... kalo gini kapok kan?, aku takut kamu kenapa napa rin......".

Gue diem mendengarkan sambil mengingat ingat.

" Uhmm .. kamu ga tanya siapa yang bawa kamu kesini?".

Alis gue menungging menunggu jawaban.

" Raka" ucap Upit tenang.

" Pit.." gue ga nyangka kalo Raka yang bawa gue tapi gue takut Upit berpikiran macem macem.

" Aku gapapa Herin... aku udah bilang kalo mau move on dari dia kan? Ya meskipun emang butuh waktu".

Gue menghela nafas. Gue berdoa untuk kebahagiaan Upit selalu.

Sepulang sekolah hendak menuju halte sebuah motor sport lagi lagi berhenti di samping trotoar pinggir jalan.
Siapa lagi kalau bukan Raka. Ni anak mau ngapain lagi coba. Mana bus belum dateng pula.

" Naik". Kali ini sambil mencekal tangan gue.

" Mau ngapain.."

" Ada yang mau gue omongin".

" Disini aja".

Kepalanya beredar seperti mencari sesuatu.

" Dikursi itu" sambil menunjuk kursi disebelah jalan.

Duduklah kami bedua disana. Posisinya yang ada dibawah pohon sangat asri dan nyaman bikin betah berlama lama.

Dia menyodorkan sebuah map yang sepertinya penting.

" Ini apa?" Tanya gue setelah menerimanya.

" Gue minta satu hal sama lo".
Ucapnya kembali tanpa menjawab pertanyaan gue.
Gue menunggu.

" Gue mohon setelah ini jangan pernah ganggu kebahagian adik gue. Gue akan kabulin semua permintaan lo tapi untuk yang satu  itu gue mohon dengan sangat".
Ucapnya penuh kesungguhan.
Dan gue tersenyum miris.

Pantas kalo Protagonis memiliki banyak kesatria pelindung disampingnya.
Tapi mengganggu kebahagiaan?. Hahaha hal seperti itu bahkan tak pernah sekalipun terlintas dibenak gue.

Bukan Pemeran (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang