Gelap semakin merayap mengubah kepulan asap di langit menjadi samar samar. Padahal jarak château dengan front line cukup jauh meski ini adalah rumah sakit militer terdekat, namun kepulan asap dari jarak 60mil jauhnya masih terlihat begitu tebal menyelimuti pemandangan sekitar château. Ruangan yang penuh sesak akan rintihan dan kesakitan hanya akan damai ketika malam telah tiba. Baik para serdadu yang sedang tidur di brankar ataupun para perawat yang sudah berganti seragamnya terlihat tenang dalam lelap.
Namun tidak bagi Rosanné, matanya sulit terpejam karena pikiran yang terus berkecamuk dengan semua hal yang ada disana. Dari tadi ia hanya menatap langit langit yang di terangi oleh sinar bulan yang masuk melalui celah celah ventilasi. Satu kamar yang memang disediakan untuk para perawat menjadi penuh sesak akan deru nafas lelah setelah seharian bergelut dengan luka dan anestesi. Ada juga beberapa kawan setingkatnya yang baru bisa terpejam semenjak tiba. Semua wanita berkumpul menempati kasur bertingkat yang telah memenuhi satu ruangan khusus. Suara dengkuran penanda kelelahan menjadi alunan malam yang sunyi dan sepi.
Sayup sayup suara benda berderak terdengar terbawa angin sampai ke telinga Rosanné. Mungkin suara dari hewan pengerat, pikirnya. Namun logika tak sejalan dengan rasa penasarannya, jadi dengan terpaksa ia harus turun dari tempat tidur untuk mencari sumber suara itu. Berjalan melewati barisan tempat tidur besi dengan gaun tidur yang kebesaran, Rosanné mencoba untuk memelankan langkahnya sepelan mungkin agar tidak mengganggu perawat lainnya, ia juga harus berhati-hati untuk membuka pintu ruangan yang terbuat dari besi. Pintu itu memang sengaja ditutup karena mereka yang menempati di dalam adalah para wanita sementara penghuni lainnya merupakan pasukan militer pria.
Tidak ada alas kaki lembut sebagai penuntun jalan di lorong yang gelap, tidak seperti di dunianya sebelum terjebak di tempat ini. Dengan sandal tidur bulu yang lembut dan hangat. Di sini hanya ada boots karet dan sepatu perawat yang biasa dipakai. Sambil sedikit berjinjit melangkah dengan hati hati agar tidak terdengar decitan yang keras. Juga tidak ada lampu atau senter untuk di bawa jadi hanya berbekal sinar bulan yang samar samar memantul dari celah ruangan. Lampu memang sengaja dimatikan jadi suasana lorong menjadi sangat gelap dan mencekam bagi Rosanné.
Tak sulit menemukan dimana sumber suara yang mengganggu telinganya, di ruangan tempat penyimpanan obat dan peralatan medis ada seberkas cahaya yang berkedip samar samar.
"Apakah itu dokter?"
Rasa penasaran semakin menyeruak ingin tahu siapa sosok yang menghidupkan penerangan diantara gulita. Tanpa rasa takut sedikitpun, Rosanné terus melangkah sampai di depan pintu ruangan temaram cahaya.
Sosok tegap nan gagah sedang bertelanjang dada sambil berusaha mengoleskan obat pada tubuhnya yang terluka. Dia terlihat kesulitan dengan luka itu
"T-tuan."
suara pelan Rosanné membuat pria yang duduk di meja kayu itu menghentikan aktivitasnya dan beralih ke arah suara yang mengagetkannya. Di balik lampu temaram yang di gantung pada sudut rak penyimpanan obat wajah itu tersenyum setelah sepersekon termangu.
"Jika anda tidak keberatan, saya bisa membantu."
Rosanné tidak langsung masuk ke dalam, ia masih berdiri mematung di depan pintu yang terbuka lebar. Lelaki dengan senyuman manis itu masih diam menatap Rosanné lekat lekat. Di perhatikan penampilan gadis perawat yang kini tengah mengenakan baju tidur berwarna putih. Meski sedikit kusam dan memiliki ukuran yang kebesaran namun wajah cantik itu masih tidak terhalangi.
"Kemarilah."
Setelah mendengar persetujuan itu, Rosanné baru melanjutkan masuk. Tangannya terlipat di depan menambah kesan anggun pada gadis itu. Sosok pria tadi membenarkan posisi duduk setelah meletakkan obat dan kain kasa di sebelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERMANY, 1917 (The Train Love and Fire)✔️
Historical Fiction"𝘔𝘢𝘳𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘣𝘪𝘢𝘴𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵" Ditengah kengerian Perang Dunia 1 Rosanne seo...