17. où est la nourriture

582 138 5
                                    

Siang ini Jefferson keluar dari parit. Ini adalah jadwal menulis laporan. Ia akan membantu para pembawa tandu untuk mengangkut prajurit yang terluka menuju kamp perawatan kemudian menetap disana dan tidak kembali lagi ke parit selama beberapa hari. Dia akan menulis, kemudian bersama dengan petugas radio mengirimkan berita perang pada kantor pusat.

Jenderal itu tiba di kamp perawatan. Dia meletakkan prajurit pada matras yang berjajar disana  kemudian berlalu begitu saja. Berjalan dengan langkah pasti seolah yakin tidak ada apapun yang tertinggal. Sementara gadis perawat yang ada di ujung tenda dibiarkan tidak tahu apa-apa tentang kedatangan sang jenderal, satu-satunya manusia yang ia kenal di sana.

Tidak ada lirikan,

Tidak ada mata yang saling bertukar.

Jefferson pergi seorang diri ke ruang tertib dan mulai menuliskan laporan perang selama beberapa Minggu terakhir. Buku harian tebal yang selama ini selalu tersimpan dalam kantung seragamnya dan menemani perang dalam parit, semua sudah tertulis disana. Hanya perlu menggabungkan semua catatan untuk kemudian menjadi sebuah laporan lengkap dan menemukan titik temu yang mungkin dapat melengkapi taktik kemenangan pasukan.

1 Juli 1916, tentara Inggris menyerang bagian utara Somme dengan menerjunkan 11 divisi infanteri. Jenderal itu memperkirakan sekitar 100.000 tentara Inggris dikirim untuk merebut parit Jerman. Kemudian pada akhir Juli, Jerman kehilangan 160.000 tentara, sedangkan Inggris-Perancis lebih dari 200.000 pasukan.

Semua catatan kecil yang ia baca kembali membuat otaknya memutar semua kejadian itu begitu saja. Masa sulit yang silih berganti tidak ada habisnya. Menjadi seorang jenderal baginya sama dengan menggenggam seluruh masa depan rakyat pada negara yang dipijak.

Lima jam lamanya Jefferson menyendiri di mejanya, menyelesaikan berlembar-lembar laporan perang untuk disampaikan pada kantor pusat. Hari sudah gelap begitu ia keluar dari kamp berdinding lempengan besi itu. Lantai kayu yang dipijak menimbulkan suara ketukan yang seirama dengan langkah sang empunya. Matanya menatap lurus ke depan sesekali ia akan melihat langit yang perlahan mulai berubah warna kemudian kembali lagi pada pemandangan semula.

Perang selalu terjadi saat menjelang malam. Entah bagaimana siasat pasukan Prancis mengapa selalu memilih kalah dalam gelap.

Raut wajah yang tenang itu diam dalam senyap namun jauh didalam sana otaknya sedang bekerja memikirkan bagaimana siasat selanjutnya, bagaimana cara menang dan mengakhiri perang panjang ini.

Kepulan asap dari cerutu yang sudah tinggal setengah melambung ke udara kemudian hilang bersama angin yang membawa malam. begitu semua telah habis disesap, langkahnya membawa dia beranjak dari tempat itu. Pergi menyusuri tanah tandus dan gersang. Tangannya ia sembunyikan dibalik saku celana, berjalan dengan langkah tegap yang pasti.

Langkah yang beranjak membawanya pada kamp perawatan. Sebagian prajurit yang terluka sudah dibawa ke rumah sakit di kota atau yang terdekat dan sebagian masih ada di sana, terbaring di matras. Mereka yang tetap dirawat di kamp biasanya yang memiliki luka ringan yang hanya membutuhkan pemulihan dengan istirahat jangka pendek. Lalu setelah itu mereka yang sudah lebih baik akan kembali masuk dalam parit untuk berperang.

Langkah jenjang itu melambat seiring dengan dekatnya jarak kamp. Sebisa mungkin ia buat tapak sol sepatu menginjak tanah tanpa menimbulkan decitan.

Beberapa prajurit terjaga yang melihat kehadiran sang pemimpin perang memberikan hormat meski dalam keadaan berbaring.

Perawat laki-laki masih terlihat berlalu lalang meski hanya beberapa orang saja.

Namun tidak ada yang berubah pada raut wajah dingin itu. Sorot pandangannya masih tetap sama.

GERMANY, 1917 (The Train Love and Fire)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang