Kereta yang membawa Jeffryson dan Rosanné kembali ke Jerman melaju dengan lembut di bawah sinar matahari pagi yang mulai menyinari bumi di akhir tahun 1917. Di dalam kompartemen pribadi mereka, suasana begitu hangat dan tenang, seakan waktu berhenti sejenak. Rosanné duduk di samping Jeffryson, kepalanya bersandar lembut di bahunya. Matanya terpejam, menikmati setiap detik yang berlalu bersama pria yang dicintainya.
Dengan lembut, Jeffryson menyusuri rambut Rosanné, mengelusnya perlahan seolah-olah sedang memegang sesuatu yang sangat berharga. Tangannya yang lain menggenggam erat tangan Rosanné, jemari mereka saling terkait, menciptakan sentuhan lembut yang penuh cinta.
“Aku merasa seakan kita tidak sedang dalam perjalanan kembali ke Jerman, tapi menuju ke sebuah sisi lain dunia, di mana hanya ada kau dan aku,” bisik Jeffryson di telinga Rosanné, suaranya begitu lembut dan intim, membuat Rosanné merinding.
Rosanné tersenyum tanpa membuka matanya. “Dunia itu terdengar indah. Dunia di mana tidak ada perang, hanya kita dan cinta kita.”
Jeffryson mengangguk, meskipun Rosanné tak bisa melihatnya. “Ya, itu adalah dunia yang aku impikan untuk kita. Dunia di mana setiap pagi aku bisa terbangun dengan melihat wajahmu, memelukmu, dan berjanji untuk membuatmu bahagia setiap harinya.”
Rosanné membuka matanya dan menatap Jeffryson dengan penuh kasih. “Kau sudah membuatku bahagia, Jeff. Setiap saat yang kita habiskan bersama adalah hadiah yang tak ternilai bagiku.”
Jeffryson tersenyum lembut, lalu menunduk untuk menyentuh kening Rosanné dengan bibirnya. Ia menarik napas dalam-dalam, meresapi aroma manis dari rambut Rosanné yang selalu membuatnya tenang. “Aku bersumpah, aku tidak akan pernah membiarkan apa pun menyakiti kita, Rosé. Aku akan selalu melindungimu, apapun yang terjadi.”
Mata Rosanné sedikit berkaca-kaca mendengar janji Jeffryson. Ia merasa seolah tak ada yang bisa menghancurkan kebahagiaan mereka saat ini, seolah dunia luar tak mampu menjangkau mereka. "Dan aku juga berjanji, aku akan selalu berada di sisimu, Jeff. Apapun yang terjadi, kita akan hadapi bersama."
Mereka kembali terdiam, tetapi dalam keheningan yang penuh makna, di mana setiap detik terasa begitu berharga. Rosanné merasakan tangan Jeffryson yang kuat namun lembut menggenggam tangannya erat, seakan tidak ingin melepaskannya. Ia membalas genggaman itu dengan kekuatan yang sama, membiarkan detak jantungnya seirama dengan detak jantung Jeffryson.
Jeffryson kemudian meletakkan tangannya di pipi Rosanné, menatap matanya dalam-dalam. “Kau adalah cahaya dalam kegelapanku, Rosé. Di tengah segala kesulitan yang kita hadapi, kau adalah alasan aku tetap bertahan. Aku tidak bisa membayangkan hidupku tanpa dirimu.”
Rosanné terdiam, hanya mampu menatap Jeffryson dengan penuh cinta. Mereka tidak membutuhkan kata-kata untuk saling mengerti perasaan satu sama lain. Cinta mereka mengalir begitu dalam, begitu kuat, seolah tidak ada yang bisa menghancurkannya.
Jeffryson menatap Rosanné dalam-dalam, seolah-olah ingin mengukir setiap detail wajahnya di dalam ingatan. Ia menggeser sedikit posisinya, meraih dagu Rosanné dengan lembut, mengangkat wajahnya sehingga mata mereka bertemu dalam tatapan penuh makna. Saat itu, dunia di luar kompartemen mereka terasa lenyap, hanya ada mereka berdua dalam kehangatan yang nyaman.
"Rosé," Jeffryson memanggil dengan suara rendah, penuh kasih. "Tahukah kau, setiap kali aku memandangmu, aku merasa seperti aku melihat masa depan yang cerah? Semua rasa sakit, semua kegelapan, menghilang hanya dengan melihatmu."
Rosanné merasakan detak jantungnya semakin cepat. Ia mendekatkan wajahnya ke Jeffryson, begitu dekat hingga ia bisa merasakan napasnya di pipinya. "Aku juga begitu, Jeff. Kau adalah penopangku, kekuatanku. Denganmu, aku bisa menghadapi apapun."
KAMU SEDANG MEMBACA
GERMANY, 1917 (The Train Love and Fire)✔️
Historical Fiction"𝘔𝘢𝘳𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘣𝘪𝘢𝘴𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵" Ditengah kengerian Perang Dunia 1 Rosanne seo...