Jalanan berdebu dan berliku-liku di depan mereka, dikelilingi oleh reruntuhan bangunan yang hancur akibat serangan bom. Asap tipis masih terlihat membumbung di kejauhan, tanda bahwa pertempuran belum sepenuhnya usai. Rosanné memperhatikan sekelilingnya dengan rasa takut dan heran, mencoba memahami kehancuran yang disebabkan oleh perang.
Di sepanjang perjalanan, mereka melewati barisan panjang tentara yang sedang berjaga di tepi jalan. Wajah-wajah lelah dan berdebu menoleh sejenak ke arah kendaraan yang lewat, lalu kembali terfokus pada tugas mereka. Rosanné melihat keprihatinan dan kelelahan di mata mereka, menyadari betapa beratnya beban yang mereka pikul setiap hari.
Samar-samar dari kejauhan, terdengar suara ledakan sesekali, mengingatkan mereka bahwa medan pertempuran tidak pernah benar-benar jauh.
Jeffryson mengemudikan kendaraan dengan tenang, matanya tetap fokus pada jalan di depan. "Kau pernah membayangkan akan berada di tempat seperti ini?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan.
Rosanné menoleh pada Jenderal disebelahnya kemudian menggeleng, "Tidak, aku bahkan tidak tahu apa yang membawaku ke tempat ini."
Jeffryson terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan, "Ya, perang selalu begitu. Kau tidak akan pernah tahu, banyak kejadian tak terduga didalamnya."
Rosanné diam menatap lekat sang Jenderal kemudian beralih merunduk, memperhatikan kain seragam perawat yang masih ia kenakan sampai detik ini. Jawabannya tak seperti yang Jeffryson tangkap. Kebingungan dalam dirinya lebih rumit dari itu. Bahkan mungkin jika ia menceritakannya pada Jeffryson, pria itu tidak akan percaya jika sebenarnya Rosanné tidak dari era ini.
Tiba-tiba, mereka harus berhenti di sebuah pos pemeriksaan militer. Jeffryson memberikan tanda pengenal dan berbicara singkat dengan penjaga, sementara Rosanné duduk diam, jantungnya berdebar. Terlebih ketika penjaga itu menyadari jika seragam yang ia kenakan bukan milik perawat Jerman.
Namun beruntung ia mengenal jika Jeffryson adalah jenderal perang Jerman jadi tidak ada kecurigaan. Entah apa yang mereka perbincangkan Rosanné tidak dapat menerjemahkannya.
Setelah beberapa saat, mereka diizinkan melanjutkan perjalanan. "Hati-hati, jalan di depan cukup berbahaya," kata penjaga itu sebelum mereka melanjutkan.
Rosanné mencoba kembali membuka perbincangan begitu Mercedes 16/50 itu kembali menyapu jalanan berbatu. Gadis itu sedikit ragu untuk mengungkapkan keinginannya. Karena hatinya masih menolak untuk berada di kamp Jerman, ia masih bertarung dengan pikirannya jika Prancis adalah negaranya dan ia tidak memiliki hak apapun di Jerman selain tanpa perintah tuan jenderalnya itu.
"Tuan Jeff, aku lupa mengatakan terimakasih atas gaun pemberian anda."
"Kau sudah mengatakannya malam itu," sanggah Jeffryson
"Ah, benarkah?" Rosanné tampak gelagapan karena malu apakah ia yang tidak ingat atau memang telah melupakannya
"Tapi.. mengapa anda memberikan gaun cantik itu alih-alih memberikan seragam perawat yang berbeda?" Gadis itu tampak menggigit bibir dalamnya setelah mengucapkan kalimat terakhir
Ekor mata Jeffryson melirik Rosanné mungkin ia memikirkan maksud sebenarnya dari pertanyaan gadis itu, "kau ingin mengenakan seragam milik negaraku?"
Tentu Rosanné terkaget atas penuturan itu. Mengapa sang jenderal ini sangat mudah membaca tabiatnya?
"Maksudku.."
Jeffryson menoleh sejenak, menatap Rosanné dengan tatapan tajam. "Kau bilang kau adalah milik negaramu, bukan? Mengapa sekarang kau ingin mengganti seragam mu dengan milik Jerman?" sindirnya dengan nada dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERMANY, 1917 (The Train Love and Fire)✔️
Historical Fiction"𝘔𝘢𝘳𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘣𝘪𝘢𝘴𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵" Ditengah kengerian Perang Dunia 1 Rosanne seo...