19. des étoiles dans la voiture

388 116 6
                                    

Rosanné terlihat seperti orang bodoh, menurut pada orang yang bukan siapa-siapa hanya kenyataan yang diketahui bahwa orang itu kejam. Tapi bukannya menolak dengan keras, justru setiap perintah akan Rosanné patuhi tidak menolak bahkan tidak berfikir apakah tindakannya tidak akan membahayakan hidupnya.

Seperti saat ini, ia sudah berada di dalam kereta. Duduk manis berhadapan dengan sang Jenderal yang sedari tadi sudah sibuk dengan tumpukan berkas.

Tidak jelas kereta ini akan menuju ke arah mana. Bahkan pada lokomotifnya tidak ada tanda-tanda namanya. Yang terlihat hanyalah deretan panjang lokomotif berwarna hitam dengan noda karat jika dilihat lebih dekat.

Satu petugas berdiri di setiap gerbong entah untuk menjaga tangga penghubung atau sekedar memeriksa kembali tiket.

Begitu masuk, kereta itu menyuguhkan interior klasik yang sangat indah. Setiap kursi memiliki sekat pintu dilengkapi tirai dengan hiasan mewah. Mungkin di zaman itu privasi penumpang sangatlah dijaga ketat apalagi tentu yang akan bepergian dengan kereta adalah mereka yang memiliki pangkat atau setidaknya orang penting di negeri yang akan bepergian jauh.

Kursi dan meja yang saling berhadapan dilengkapi vas bunga kecil juga satu lilin aromaterapi.

Wajah Rosanné tidak bisa berbohong jika gadis itu saat ini sedang kagum dengan isi dari kuda besi yang tak pernah ia temukan di zamannya. Terlalu kagum hingga tak sadar jika Jeffry telah memindahkan atensi pda dirinya.

"Kau tidak tampak sedang ketakutan, Miss Rosanné," tegas Jeffry nada suaranya terdengar seperti menyindir, mungkin dia sedari tadi menyadari perubahan ekspresi Rosanné yang awalnya terlihat cemas lalu berubah ketika berada dalam kereta.

Rosanné terperangah merasakan hawa dingin yang tiba-tiba menjalar ke seluruh badannya membuatnya menjadi kaku, diam, tak dapat berkutik.

"A-aku,"

"Kau bisa melakukan pemeriksaan fisik bukan?" Sanggah Jeffry cepat sebelum Rosanné menyelesaikan alasannya

"Tentunya bisa, kau seorang perawat." Jeffry menjawab sendiri pertanyaannya

Namun Rosanné tidak yakin apakah ia benar bisa melakukan yang dimaksud karena selama ini ia hanya merawat sebisa yang ia lakukan.

"Aku tidak yakin," lirih Rosanné

Jeffry yang awalnya sudah hendak memusatkan pandangan kembali pada setumpuk berkas di meja kembali menatap Rosanné,

"Hanya pemeriksaan mudah. Aku butuh bantuanmu karena tidak mungkin aku yang melakukannya."

Keduanya bertatapan namun Rosanné tidak sanggup untuk terus menatap mata setajam elang itu, dia langsung menunduk menggigit bibir bawahnya dalam.

Jeffry dapat memperhatikan raut ketakutan itu, kemudian tangannya beralih mencari sesuatu diantara tumpukan berkasnya. Satu buku berukuran kecil mungkin hanya
sebesar saku jas militernya.

Buku bersampul putih dengan tanda palang merah di tengah di berikan pada Rosanné.

"Kau bisa mempelajarinya terlebih dahulu,"

Tidak ada alasan bagi Rosanné untuk menolak buku yang sudah berada dihadapannya. Membuka buku itu dan membacanya adalah satu-satunya cara dan sepertinya ini memang sebuah perintah yang harus ia kerjakan. Bukan seperti yang ia dengar dari kalimat 'membutuhkan bantuanmu'.

Setelah di buka, buku itu berisi tentang apa-apa saja yang harus dimiliki seorang pasukan tentara. Bukan hanya badan yang tinggi tegap namun ada banyak sekali kesiapan yang harus dimiliki.

Rupanya peperangan tidaklah sesederhana itu. Bukan hanya bagaimana semua pasukan turun ke medan perang dan melemparkan meriam untuk menghancurkan musuh. Tidak sesederhana itu meski semuanya tak dapat dikatakan sederhana.

GERMANY, 1917 (The Train Love and Fire)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang