"apakah mereka akan tetap di sana?"
Rosanné mengejar langkah Jeffryson yang melaju di depannya tangannya sibuk dengan kotak medis yang belum sepenuhnya tertutup sedangkan kepalanya sesekali menoleh ke belakang seolah tak dapat memutuskan pandangan dengan reruntuhan itu. Sayangnya sang jenderal tetap berjalan dengan gagahnya tanpa peduli dan tidak menoleh barang sedetik
"Kau kriminal.."
"Apa kau berubah pikiran ingin bersama mereka di sana?" Jeffryson segera memotong kalimat yang belum selesai terucap itu
Rosanné bungkam seribu bahasa, bukan itu yang ia maksud mungkin Jeffryson telah salah paham mengartikan kalimatnya. Ia tahu diam seolah tidak mengetahui apa apa adalah hal yang sangat egois namun jika dirinya bersuara maka nasibnya pasti tak akan lebih baik dengan tawanan yang dibiarkan membusuk didalam sana. Jadi satu satunya langkah terbaik yang bisa dipilih adalah diam menjadi penurut.
Mereka menyusuri jajaran kamp istirahat itu lagi, menarik semua pasang mata tertuju ke arah wanita asing yang terus mengekor pada sang jenderal. Entah apa saja yang bersarang di pikiran mereka tentang keduanya namun yang pasti hubungan antara perawat dan pasukan militer akan selalu dianggap sebagai hubungan tidak baik. Meski tidak mendengar secara pasti namun Rosanné dapat menerka jika bisikan yang sayup sayup terdengar terbawa angin adalah hal yang buruk, sehingga ia harus menundukkan kepalanya sepanjang melangkah.
Salah satu kamp yang panjangnya serupa dengan kamp perawatan hanya saja tenda ini memiliki ruang yang sangat tertutup. Mereka berdua masuk ke sana.
Cahaya remang langsung menyambut kedatangan keduanya. Rosanné harus membiasakan matanya dulu agar tidak menabrak benda benda apa saja yang ada di sana. Langit yang hampir gelap ditambah pencahayaan minim di tempat ini semakin menambah kesan menyeramkan. Namun itu tidak menghalangi prajurit di dalamnya untuk memberikan penghormatan pada sang jenderal.
Jeffryson menerima hormat mereka semua kemudian berbicara seperti memerintah akan suatu hal. Rosanné tidak mengerti dengan kalimat yang mereka perbincangkan karena seluruhnya menggunakan bahasa Jerman.
"Duduk disini dan jangan lakukan apapun." Mata Jeffryson memandang bergantian pada Rosanné kemudian kursi rotan yang ada di sebelahnya
Gadis itu menurut saja, duduk pada kursi rotan yang di depannya jug terdapat meja dari bahan yang sama. Matanya mengitar ke sekeliling memperhatikan apa apa saja yang ada di sana. Kamp itu adalah sebuah markas kecil tempat semua persediaan senjata dan makanan juga tempat untuk para pengirim pesan. Ada beberapa meja dengan mesin tik dan telegraf. Di lemari kaca besar juga terdapat banyak dokumen dan mcm macam surat Jeffryson mengobrol dengan petugas disana mengabaikan Rosanné yang sibuk mengamati benda benda baru dalam pengetahuannya.
Tak selang beberapa lama, seorang prajurit datang dengan nampan berisi makanan dan segelas minuman
"Vincent?" Rosanné tertegun matanya membulat sempurna melihat ke arah lelaki yang datang menghampirinya itu
Bukankah dia adalah seniornya di museum?
"Apakah kau terseret ke tempat ini juga?" Pertanyaan itu tentu tidak di mengerti oleh lawan bicaranya, meski Rosanné sangat terlihat kaget sekaligus takjub seolah telah mengenal baik siapa orang dihadapannya namun nyatanya dia bukanlah orang yang dikenal
"Maaf nona, saya tidak bisa berbahasa Prancis tapi anda bisa berbicara bahasa inggris dengan saya." Lelaki itu meletakkan tangan di depan dada untuk penghormatan pada wanita yang ia anggap sebagai 'milik' atasannya
Rosanné diam sejenak, tak langsung menjawab mentah mentah kalimat prajurit itu. Dilihatnya tanda pengenal yang tersemat di seragamnya rupanya nam pria itu benar adalah Vincent. Nama yang sama, wajah yang sama. Apakah ini sebuah kebetulan? Ataukah memang permainan takdir?
KAMU SEDANG MEMBACA
GERMANY, 1917 (The Train Love and Fire)✔️
Historical Fiction"𝘔𝘢𝘳𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘣𝘪𝘢𝘴𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵" Ditengah kengerian Perang Dunia 1 Rosanne seo...