Malam yang gelap dan dingin masih menyelimuti medan perang saat ledakan-ledakan besar mengguncang bumi di bawah kaki mereka. Rosanné berdiri dengan napas yang tersengal-sengal, matanya menatap horor ke arah serangan artileri yang terus menghujani garis depan. Debu dan puing-puing berterbangan di udara, menciptakan kabut tebal yang hampir membuat mereka sulit melihat apa yang terjadi di sekitar.
Jeffryson, dengan wajah penuh ketegangan namun tetap tenang, berteriak memberikan instruksi kepada prajuritnya. "Tetap tenang! Pertahankan posisi kalian!" suaranya yang tegas menggema di tengah suara ledakan.
Para prajurit bergerak cepat, mengisi ulang senjata mereka dan mengambil posisi bertahan. Mereka berlindung di balik parit yang sudah penuh dengan lumpur dan genangan air akibat hujan salju yang mencair. Kondisi parit semakin buruk seiring berjalannya waktu, dengan dinding yang runtuh dan membuat pijakan menjadi licin dan berbahaya. Setiap langkah harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari jatuh ke dalam genangan air dingin yang bisa mematikan.
Rosanné, yang berhasil mengevakuasi beberapa prajurit yang terluka ke tempat yang lebih aman, kembali ke arah garis depan untuk membantu yang lainnya. Dia melihat wajah-wajah pucat dan penuh ketakutan, tetapi juga melihat tekad yang tidak mudah goyah di mata mereka.
Di tengah-tengah kekacauan, seorang prajurit muda yang terluka parah menarik perhatian Rosanné. Tanpa ragu, gadis perawat itu berlari ke arahnya, meski serpihan-serpihan ledakan beterbangan di sekitarnya. Dia berlutut di samping prajurit itu, dengan cekatan memeriksa luka-lukanya. Darah mengalir deras dari perutnya, dan Rosanné tahu bahwa dia harus bergerak cepat.
"Sabar, kau akan baik-baik saja," kata Rosanné dengan suara lembut namun tegas, berusaha memberikan ketenangan di tengah kepanikan.
Meski tahu bahwa prajurit itu mungkin tidak akan mengerti dengan ucapannya namun dia tetap akan berusaha. Dia segera membalut luka prajurit itu, mencoba menghentikan pendarahan dengan peralatan yang sudah ia bawa.
Di sekitarnya, suara tembakan dan ledakan terus bergema. Jeffryson, yang tetap mengawasi pergerakan musuh, melihat situasi semakin genting. Dia menyadari bahwa mereka harus melakukan sesuatu untuk menghalau serangan ini, atau mereka semua akan terjebak dan hancur.
Sang Jenderal kemudian berlari mendekat ke arah garis depan lalu berteriak memberi instruksi pada pasukan yang berjaga di belakang.
"Siapkan granat! Kita harus membuat mereka mundur!" Jeffryson berteriak kepada salah satu komandan di dekatnya. Dia kemudian bergerak cepat, mendekati Rosanné dan prajurit yang terluka. "Kita harus mengeluarkan dia dari sini, sekarang juga!"
Dengan bantuan Jeffryson, Rosanné berhasil mengangkat prajurit yang terluka itu ke tandu dan mulai membawanya menjauh dari garis depan. Langkah mereka terasa berat, setiap langkah terasa seperti perjuangan melawan gravitasi yang semakin kuat. Rosanné merasa napasnya semakin berat, tetapi dia tidak boleh menyerah.
Saat mereka hampir mencapai tempat yang lebih aman, sebuah ledakan besar terjadi sangat dekat dengan mereka. Tanah bergetar hebat, menyebabkan mereka terjatuh. Rosanné merasakan sakit di lengan dan kakinya, tetapi dia segera bangkit dan memastikan prajurit yang dibawanya masih selamat.
Jeffryson menariknya berdiri. "Kita harus segera pergi! Mereka semakin dekat!" katanya dengan nada mendesak.
Mereka melanjutkan perjalanan dengan kecepatan yang lebih cepat, berusaha menghindari area yang terkena dampak ledakan. Debu dan asap semakin tebal, membuat mereka sulit bernapas. Namun, mereka tidak berhenti. Mereka terus bergerak maju, didorong oleh tekad dan keberanian yang luar biasa.
Setelah akhirnya mencapai tempat yang lebih aman, mereka meletakkan prajurit yang terluka itu di tempat perawatan sementara. Rosanné segera mulai merawatnya dengan peralatan medis yang tersedia, berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan nyawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERMANY, 1917 (The Train Love and Fire)✔️
Ficción histórica"𝘔𝘢𝘳𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘣𝘪𝘢𝘴𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵" Ditengah kengerian Perang Dunia 1 Rosanne seo...