Terang mengusik mata terpejam Rosanné membuat kedua alisnya menjadi bertaut. Tidurnya terusik tatkala teringat dirinya sedang dalam perjalanan bersama prajurit bersenjata. Kantuk langsung menghilang begitu kelopaknya menyapa pemandangan sekeliling, ruangan kosong yang hanya terdapat satu ranjang kecil.
Rosanné bangkit beranjak turun dari ranjang yang entah sejak kapan dia berada di sana. Menatap ruangan yang semuanya hanya berwarna putih begitupun dengan baju putih yang sudah membungkus tubuhnya. Tak ada benda apapun kecuali ranjang tempatnya tidur dan jendela tunggal yang tadi memantulkan cahaya pagi pada tidurnya.
"Apa aku sudah mati?" Kakinya terus melangkah menyentuh lantai dingin yang juga berwarna putih bersih.
"Apa hukumanku telah selesai? Apa ini akhirat?"
Melangkah menuju satu-satunya sumber cahaya yang masuk menuju satu ruangan kecil itu. Tangan putih bersih namun sedikit kurus itu menyentuh kusen putih yang juga terasa dingin. Kaca transparan yang bersih menampilkan taman penuh bunga mekar berwarna warni. Sangat berbeda dengan ruangan yang hanya berwarna putih dan tak ada apapun, di luar sana terlihat begitu sejuk dan damai.
Beberapa pohon kecil berbaris rapi berselang seling dengan tanaman bunga membentuk jalan menuju pohon yang lebih besar di ujung. Pohon rindang yang terasa begitu sejuk jika bernaung di bawahnya. Kupu-kupu yang menari diantara bunga beraneka ragam.
"Semua terlihat damai dari dalam sini, seolah tidak ada kata perang," gumam Rosanné yang matanya enggan berkedip dan tangannya tercetak pada kaca dihadapannya
Gadis itu mematung terperangkap dalam kecantikan alam yang seolah mimpi menghampirinya. Tetap diam tanpa melalukan apapun tanpa memikirkan apapun benar benar tidak terbesit apapun dalam kepalanya. Hening tak ada suara apapun yang membuat semakin nyaman untuk tidak melakukan atau memikirkan sedikit hal pun.
Beberapa saat berlalu dalam diam dan kesunyian sampai matanya menatap beberapa prajurit yang terlihat samar samar di ujung timur. Seragam militer berwarna cokelat menjadi pembeda yang sedikit mencolok di antara taman berwarna warni. Akhirnya barisan seragam itu dapat menyita perhatian Rosanné, membuatnya beralih pandang dan menatap satu persatu wajah dari kejauhan sana.
"Apa mereka yang akan menghukum ku?" Jari telunjuknya menunjuk satu persatu wajah asing melalui permukaan kaca
Dahi Rosanné mengkerut ketika ada satu wajah yang tidak asing di pandangannya. Ia semakin mendekatkan wajah pada kaca untuk melihat lebih jelas apakah benar wajah itu. Wajah yang Rosanné kenali adalah komandan angkatan udara yang ia temui saat di château kala itu. Matanya menerawang ke atas mencoba mengingat siapa nama komandan tersebut.
Mungkin mengingat dengan berdiam diri seperti ini hanya akan membuang waktunya. Bagaimana jika ia meminta pertolongan pada komandan itu agar suaranya dapat tersuarakan. Sebenarnya tak apa jika ia harus menjalani hukuman, namun kembali lagi hukuman itu adalah untuk orang yang terbukti bersalah. Sementara dirinya disini adalah korban. Menjadi tawanan di negara musuh kemudian harus dituduh menjadi penghianat oleh negara sendiri itu sungguh tidak adil. Terlebih jika masih tidak dipercaya dan harus dihukum.
Rosanné beranjak, mencari pintu yang dapat membuatnya keluar dari ruang kosong ini. Pintu putih di sudut ruangan untung saja itu tidak terkunci. Rosanné sudah berpikir akan memecahkan kaca jendela jika pintu ini mengunci dirinya dari luar.
Gadis itu berlari melewati lorong panjang yang begitu asing baginya. Bahkan meski sudah berada di luar ruangan, lorong itu masih berwarna putih. Terdapat pintu yang berjarak tidak terlalu jauh, pintu yang serupa dengan yang ada di ruangan milik Rosanné.
Kaki tanpa alas itu terus berlari menembus lorong yang sepertinya tidak berujung ini. Tidak ada apapun di lorong kecuali cat berwarna putih yang semakin membuat mata menjadi sakit. Rosanné hampir frustasi dengan lorong ini seolah dirinya benar benar dipermainkan karena menjadi tidak berdaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERMANY, 1917 (The Train Love and Fire)✔️
Historical Fiction"𝘔𝘢𝘳𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘣𝘪𝘢𝘴𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵" Ditengah kengerian Perang Dunia 1 Rosanne seo...