Pikiran Rosanné terus berputar pada runtutan kejadian dengan penyesalan sebagai porosnya. Sembari duduk di kasur menghadap jendela yang masih menampilkan alam yang sama, kakinya bergelantung ke bawah sementara tangannya memilin baju yang ia kenakan. Ruangan itu hampir penuh akan pikiran Rosanné yang masih tidak berujung.
"Apa kau benar benar mati?"
"Apa peluru itu benar benar berhasil menembus tubuhmu?"
Tatapan kosong penuh cemas dan sesal. Isi kepalanya kacau semua pikiran yang seolah beradu kecepatan keluar kemudian masuk dan keluar lagi bertubrukan dengan kepala. Apakah ruangan ini memang sengaja dirancang seperti ini sehingga siapa saja yang ada di dalamnya akan merasa kacau oleh isi pikirannya sendiri sebelum kemudian mati pada ruang eksekusi saat melakukan hukuman.
BRAKK
Pintu terbuka dengan kasar dari arah luar membuat isi pikiran yang tadinya terapung memenuhi ruang, menjadi jatuh berhamburan ke lantai. Dua orang dengan baju serba hitam masuk mendekat ke arah Rosanné, menjemputnya untuk menuju ke ruang hukuman.
Seperti yang tadi telah ia dengar hukuman yang akan diberikan adalah hukuman cambuk sebanyak 20 kali dengan masa hukuman selama dua hari. Hari ini Rosanné akan menerima hukuman pertamanya, 10 kali cambukan. Membayangkan rasa sakit dari cambuk mungkin terasa menyeramkan namun pikirannya akan Jeffry membuat rasa itu hilang, membandingkan dengan sang jenderal yang harus menerima hukuman tembak dan Rosanné masih tidak tahu kabar kebenarannya sampai saat ini.
Gadis itu tidak memberontak hanya berjalan dan menurut saja, tangan dan kakinya tidak diikat seolah dia benar benar telah menerima akan putusan hukuman untuknya. Dua algojo yang berada di samping kanan dan kiri Rosanné tetap melangkah dengan tegap wajahnya datar tanpa ekspresi. Mereka membawa Rosanné pada ruangan paling belakang di bangunan itu, ruang yang letaknya jauh dari ruang lainnya. Terasing, menyendiri, hingga kesan menyeramkan lebih terasa di ruangan itu. Pantas jika itu digunakan sebagai ruang hukuman.
Derit keras menggema di sepanjang lorong tatkala dua algojo itu membuka pintu besi berwarna hitam dengan sedikit karat di bagian tepinya. Gadis itu melangkah melewati lantai pembatas ruang, tak ada apapun di dalam sana selain dua tiang besar yang saling berhadapan tepat di tengah-tengah ruangan di bawahnya terdapat gulungan tali yang cukup besar kemudian cambuk yang dipegang oleh seorang pria tinggi besar. Rosanné berpikir mungkin pria itu yang akan memberinya hukuman dengan cambuk yang ada di genggamannya.
Dua algojo menyeret lengan Rosanné, membawanya pada tiang kokoh di tengah sana. Debar mulai menjalar merambat bersama deru nafas yang tercekal. Lembab membuat keringat dingin semakin bercucuran terlebih ketika tangannya mulai dituntun untuk diangkat ke atas. Berdiri di antara dua tiang dengan tangan yang menggantung pada seutas tali tambang. Tali itu saja bahkan membuat tangan kebas bagaimana dengan kulitnya yang lain ketika disapa oleh cambukan nanti.
Rosanné memejamkan mata berharap ini adalah mimpi buruk yang sangat panjang kemudian ia akan terbangun dan melihat semua baik baik saja. Nyatanya tidak. Ia masih dapat melihat dua algojo yang berjalan menjauh lalu berdiri di masing masing tiang. Kemudian masuk satu orang lagi dari pintu besi itu, ditangannya terdapat sebuah buku tipis.
Pikiran gadis itu berkecamuk. Dosa besar seperti apa yang telah ia perbuat di kehidupan sebelumnya hingga harus membayar dengan label penghianatan seperti ini. Pria dengan buku dalam genggamannya masuk semakin dalam, berdiri di dekat tembok tepat di hadapan Rosanné.
Buku tipis dengan sampul cokelat diangkat kemudian di buka. Rosanné dapat mengintip ujung dari kertas yang ada di dalamnya karena posisi berdirinya yang sedikit lebih tinggi.
"Rosanné Elizabeth warga negara Prancis telah terbukti berkhianat dalam perang dengan menjadi bagian dari musuh dan memberikan sejumlah persediaan obat-obatan milik negara untuk negara musuh." Suara lantang pria pemegang buku menggema memenuhi ruangan lembab tanpa celah ventilasi selain pintu yang juga tertutup rapat
KAMU SEDANG MEMBACA
GERMANY, 1917 (The Train Love and Fire)✔️
Ficción histórica"𝘔𝘢𝘳𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘣𝘪𝘢𝘴𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵" Ditengah kengerian Perang Dunia 1 Rosanne seo...