Département Mayenne
Pontmain, Isère
1916Sunyi beranjak bersama semilir angin yang menarik langit jingga menuju warna sedikit gelap. Ruangan yang tadinya ricuh akan laporan perang dan adu siasat, menjadi lebih senyap. Desas desus suara bisikan yang terbawa angin berkumpul pada sudut ruang lembab dengan satu penghuni di dalamnya.
Dalam sebuah ruangan sempit dengan meja kokoh berbahan kayu jati, duduk seorang gadis pada sebuah kursi tunggal yang sepertinya satu set dengan meja di depannya. Suara suara yang terperangkap pada tiap sudut ruangan merambat masuk menuju pendengarannya.
Rosanné, gadis dengan rambut berkepang rapi duduk rapi dengan perasaan campur aduk. Sudah hampir dua jam setelah dia meminta tolong pada petugas dan melaporkan penyamaran Jeffryson tidak ada yang berubah kecuali ia yang diminta untuk duduk diam dalam ruangan ini, disaksikan oleh manusia manusia yang terang-terangan menatapnya dengan tidak suka bahkan tidak sedikit dari mereka yang menggunjing keberadaan Rosanné karena salah paham menanggapi permohonan yang ia ajukan.
Beberapa petugas datang dengan gerombolan orang hanya untuk mengintip wajah gugup dari balik pintu tak berdaun. Setelah tau rupa dari sosok yang sedang dibicarakan mereka pergi begitu saja dengan cemoohan yang terlontar dengan sengaja.
Dilanda gelisah dan ketakutan atas perlakuan orang orang negaranya yang tak jauh beda saat berada di negara musuh terlebih ketika mendengar langkah yang seolah tergesa masuk semakin mendekat. Langkahnya lebih dominan dari yang lain membuat jantung yang memang sudah gelisah menjadi semakin ketakutan. Seolah akan ada kejutan sesaat lagi.
"Nona Rosanné Elizabeth?"
Lelaki dengan usia pertengahan limapuluh atau awal enam puluhan berperawakan tegap dengan janggut panjang berdiri disisi lain meja, menatap intens pada Rosanné yang masih memilih jemarinya sendiri.
Seolah tak diijinkan berucap atau menjawab sepatah huruf pun, lelaki itu kembali berucap
"Perawat yang di tugaskan di château di Haute Marne untuk menjadi bagian dari Prancis berperang melawan musuh namun kabur bersama tentara Jerman dengan membawa persediaan obat-obatan Prancis pada Jerman"
DEG
mata Rosanné terbelalak tidak percaya dengan pernyataan yang baru saja ia dengar. Apakah ini lelucon? Informasi yang diucapkan memang rinci namun itu tidak akurat. Keringat membasahi kening yang tertutup sedikit anak rambut. Kejutan yang ia terima bukanlah kejutan menyenangkan atau belas kasih atas laporannya ada negara. Ini adalah kejutan buruk.
"Maaf tuan, mungkin maksud anda-"
"Apa anda tau yang anda lakukan ini adalah sebuah penghianatan, nona." Suara tegas itu enggan terbantahkan
"Tuan saya datang kemari untuk-"
"Pasukan tentara kami telah berhasil menangkap tentara Jerman yang bekerja sama dengan anda, selanjutnya giliran anda."
Situasi semakin tidak terkendali suara desas desus yang tadinya hanya berupa bisikan semakin terdengar nyaring seiring dengan terpojoknya Rosanné.
Kusen mengkilap yang membingkai pintu penuh akan telapak tangan yang menempel hanya untuk mengintip. Berbagai ekspresi wajah terpajang menghias menggantikan daun pintu. Seolah sedang menunggu hal apa yang akan menjadi kesimpulan untuk keputusan yang tepat sesuai keinginan mereka.
"Tuan, tolong dengarkan saya terlebih dulu," mohon gadis itu dengan raut wajah frustasi mencoba mengatur napasnya sebelum melanjutkan merangkai kalimat agar sosok didepannya bisa mengerti
"Saya datang kemari untuk-"
"Mencuri peta parit Prancis untuk diserahkan pada Jerman." Lelaki itu langsung memotong kalimat Rosanné dengan gamblang tanpa ingin memberi kesempatan baginya untuk bercerita akan yang sebenarnya
"Tidak! Tolong dengarkan dulu tuan. Saya adalah warga Prancis, saya menjadi tawanan dan datang kemari untuk pertolongan bukan untuk menyerahkan diri."
"Anda mendapatkan peta itu? Apakah berhasil anda serahkan pada Jerman?" Lelaki tua itu semakin memprovokasi Rosanné membuat pikirannya semakin kalut hingga tidak tahu harus bercerita seperti apa lagi
Rosanné menundukkan kepala membuat rambutnya yang terkepang jatuh menyentuh permukaan roknya. Menghela napas berat, merutuki rencananya yang malah berakhir seperti ini.
Sementara petugas lelaki yang terus menghujani Rosanné dengan tuduhan tanpa dasar menyiapkan selembar surat yang sejak tadi ia simpan dalam map. Melepaskan stampel lilin yang mengunci surat dengan rapat. Selembar kertas tertarik keluar memperlihatkan deretan kalimat yang memenuhi kertas putih bersih itu.
"Perbuatan anda adalah penghianatan bagi negara karena secara terang terangan mendukung musuh dan memberikan persediaan negara untuk negara lawan-"
"Tuan tolong mengerti, saya adalah tawanan saya datang kemari untuk meminta tolong agar bisa kembali pada Prancis mengapa anda tidak memberi saya kesempatan untuk menjelaskan terlebih dahulu semua yang terjadi," sanggah Rosanné sebisa mungkin ia menahan agar tidak tersulut emosi. Ia sadar posisinya di sini sangat tidak baik meski dirinya juga merupakan dari Prancis
Suasana semakin menegangkan, manusia manusia yang mengintip di balik pintu juga menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Mereka tidak bisa ikut masuk dan menghukum Rosanné begitu saja namun dalam pandangan mereka Rosanné tetaplah penghianat yang semestinya harus dihukum dengan berat oleh negara.
"Anda akan dikirim ke departemen utama untuk menentukan hukuman." Sorot mata yang tajam dengan kedua alis yang menyatu itu membuat Rosanné diam
Antara ketakutan dan terheran-heran akan sikap negaranya yang terlalu gegabah mengambil kesimpulan. Bahkan ia belum sempat mengambil benda curian yang Jeffryson tugaskan padanya namun dengan gamblang ia di cap sebagai penghianat yang harus menerima hukuman atas apa yang tidak pernah ia perbuat.
Malam itu juga Rosanné dibawa menuju kantor departemen di Mayenne. Dia dikawal oleh lima orang petugas militer dan satu petugas dari kamp yang akan melaporkan apa saja pelanggaran untuk menjatuhkan hukuman pada Rosanné.
Rosanné tidak tahu harus menggambarkan dengan cara seperti apa keadaan hatinya saat ini. Bahkan menangispun tidak dapat mengubah predikat sebagai seorang penghianat negara. Ia hanya duduk diam dalam mobil bersama dua penjaga yang mengawalnya. Dalam gelap jalanan Prancis menjadi begitu mencekam meski sepanjang jalan adalah bangunan dengan tembok batu dan jendela.
Tak ada yang bersuara dari mereka, para militer yang tetap duduk dengan tegap dan senjata yang masih setia mereka bawa di tangan.
"Apakah ini adalah akhir?"
Gumaman itu membawa Rosanné terlelap dalam tidurnya. Seolah pasrah meski dalam mobil ini hanya dia yang merupakan seorang wanita. Apapun yang ia lakukan untuk perlawanan bukankah pada akhirnya ia akan tetap mati di tangan Prancis?
Mobil terus melaju lampunya menerangi jalanan Prancis yang gelap gulita. Suasana malam yang begitu tenang hanya dengan deru mesin dari mobil dan suara burung malam yang saling bersahutan. Mungkin orang orang sudah terlelap dalam rumah masing-masing, menjadikan selimut berbahan wol untuk menghangatkan tubuh mereka jika perapian sudah padam.
Bersambung...
Haii kangenn aku ga?
Maaf ya aku menghilang lama hihi
Besok deh aku up lagi di jam segini. Janji!
(Kalo lupa ingetin aja)
KAMU SEDANG MEMBACA
GERMANY, 1917 (The Train Love and Fire)✔️
Historical Fiction"𝘔𝘢𝘳𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘦𝘮𝘶 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘥𝘪 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘯𝘫𝘶𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘣𝘪𝘢𝘴𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵" Ditengah kengerian Perang Dunia 1 Rosanne seo...