ocho : Flame and Ice

1.4K 253 23
                                    

Malam semakin larut, diikuti dengan udara yang terasa cukup dingin menusuk apalagi posisi mereka yang berada di atas sebuah bukit. Namun bukannya merasa dingin, mereka malah dipenuhi oleh keringat saat ini.

Bukan hanya para demon, tapi juga para monarch yang saat ini sudah terengah dan dipenuhi peluh. Mereka merasa kelelahan karena harus merapalkan rune serta menyerang para mayat hidup yang terus berdatangan.

Sedangkan diatas sana, para chattel masih terlihat sibuk untuk menyerang Donghyuck. Sepertinya Hendery hanya berencana untuk membantu sedikit, buktinya demon keturunan dewi Ananke tersebut sudah menghilang lagi entah kemana.

"Yangyang dibelakangmu!" Panik Chenle saat mendapati tiga mayat hidup sudah melesat cepat ke arah si pemuda Liu. Namun belum sempat Yangyang membalikkan tubuhnya, Renjun sudah lebih dulu menerjang tiga mayat hidup tersebut dengan belati yang ia pinjam dari Chenle di tangannya.

Si pemuda Huang memasang wajah datar dan dinginnya saat dirinya berhasil menjatuhkan tiga mayat hidup tersebut sekaligus. Sedangkan Chenle, dan Winwin yang melihatnya pun terkejut.

"Woah, ba-...bagaimana bisa?! Kau bergerak secepat itu?!" Kaget Winwin saat mendapati Renjun bisa melesat dengan cepat sembari mengayunkan belatinya dengan cepat dan tepat.

"Oh? Itu...hehe...aku sering berlatih dengan Yangyang, jadi aku sudah terbiasa menghadapi serangan tiba-tibanya." Jawab Renjun sembari mengusap tengkuknya yang membuat Winwin dan Chenle menolehkan kepala mereka pada si pemuda Liu yang tengah membenarkan tali busurnya.



Di tempat lainnya, terdapat seorang monarch yang terlihat masih setia menutup kedua netranya. Hingga kehadiran seseorang membuatnya mau tidak mau membuka kedua netranya.

"Maaf aku terlalu lama." Ujar Hendery dengan senyumnya.

"Sudah aku bilang tidak kembali juga tidak masalah." Sahut Xiaojun yang kemudian kembali memejamkan kedua netranya.

Hendery yang melihat kelakuan tuan mudanya itu pun terkekeh pelan. Hanya Xiaojun yang berhasil membuat dirinya selalu tersenyum dan terkekeh seperti saat ini.

"Sepertinya rencana pertama mereka berpeluang besar gagal, dan akhirnya kita harus memusnahkan Khaos." Ujar Hendery yang dihadiahi decakan kesal oleh Xiaojun.

"Mau mereka berhasil atau gagal pun, kau akan tetap pada pendirianmu untuk memusnahkan Khaos bukan?" Sahut Xiaojun yang kini sudah membuka kedua netranya lagi. Sedangkan Hendery yang ditanya pun hanya terdiam sembari memasang senyumnya.

"Tentu saja, lagi pula aku sudah sangat lama menunggu saat ini. Saat-saat dimana aku bisa menggunakan semua kekuatanku." Sahut Hendery dengan senyumnya lagi.

"Kau dan dia, kalian itu sama. Sama-sama menjadi wadah dan budak dari dewa dewi." Ujar Xiaojun dengan nada santainya yang bukannya membuat Hendery marah, melainkan malah mengundang senyum milik Hendery.

"Tentu saja berbeda, aku bisa mengendalikan kekuatan dewa di dalam tubuhku dan menggunakannya semauku. Sedangkan dia malah dikendalikan sepenuhnya oleh kekuatan itu." Ujar Hendery yang kemudian melirikkan matanya ke arah Donghyuck yang tengah menahan serangan Jeno di depan sana.

" Ujar Hendery yang kemudian melirikkan matanya ke arah Donghyuck yang tengah menahan serangan Jeno di depan sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Monarch : Last Partie ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang