~happy reading~
...
Sudah dua hari Senja dan Aura tidak bertemu, bahkan sekadar berkabar lewat pesan pun tidak. Dua hari pula Senja absen sekolah, jadi dia tidak bertemu Aura di sana. Kayla pun sama.
"Hari ini sekolah?" tanya Langit, melihat Senja sudah berseragam.
"Iya, udah kangen kelas," jawab Senja.
"Yakin udah kuat jalan? Kemarin aja nangis-nangis kakinya bengkak," ejek Langit.
"Udah sembuh, tahu! Nih, lihat!" Senja memamerkan kakinya.
"Iya deh, yang udah sembuh. Ayo berangkat," kata Langit, menggandeng tangan Senja. Mereka pun pergi bersama.
Kali ini Senja dan Langit berangkat bersama tanpa peduli lagi apa kata orang. Toh, sebelum mereka mengumumkan, satu sekolah sudah tahu mereka sepasang kekasih.
"Eh, jadi beneran ya Kak Langit pacaran sama anak kelas 11 itu?" bisik seorang gadis berambut sebahu.
"Telat banget, sih! Udah lama kali gosipnya," sahut temannya.
"Iya, tadi pas ke sini nggak sengaja lihat mereka lagi bercanda, pegangan tangan lagi," timpal gadis itu.
"Sumpah? Gila! Ternyata ada ya cewek yang bisa naklukin Kak Langit. Padahal dia cowok paling susah dideketin," kata gadis berambut pendek di antara mereka.
"Bener banget!" yang lain mengiyakan.
Di koridor sekolah, banyak siswa-siswi yang memperhatikan Senja dan Langit. Bisik-bisik mengikuti langkah mereka, tapi keduanya mengabaikannya. Senja sampai di kelas setelah Langit mengantarnya.
"Cieee, baru dateng udah dianterin pacar baru nih yeee," goda Kayla saat Senja duduk di sampingnya.
"Apaan, sih? Eh, Aura mana?" tanya Senja.
"Nggak masuk. Dari kemarin juga nggak keliatan," jawab Kayla.
"Gue khawatir. Terakhir ketemu kan kita berantem, terus dia lagi nggak akur sama Kak Angga."
"Gue juga. Nanti pulang sekolah kita ke rumahnya, ya?" ajak Kayla, yang disetujui Senja.
Saat mereka asyik dengan ponsel, pintu kelas terbuka. Aura muncul. Mata Senja dan Aura bertemu, tapi keduanya hanya diam, tanpa sapaan.
"Ra, dari mana aja? Kemarin gue ke rumah lo, tahu," kata Kayla saat Aura duduk di belakangnya.
"Oh, gue ke rumah nenek," jawab Aura singkat.
"Aura, pulang sekolah sibuk nggak?" tanya Senja hati-hati.
"Sibuk," jawab Aura acuh.
"Oh, gitu ya... Ya udah deh, kapan-kapan aja," kata Senja lesu.
"Oke," balas Aura.
Semangat Senja langsung meredup. Kayla menghela napas. Suasana antara kedua temannya yang biasanya ramai kini terasa canggung.
"Besok ada acara nggak? Gue baru lihat ada kafe baru deket sekolah," kata Senja mencoba mencairkan suasana.
"Nggak deh, kalian berdua aja," jawab Aura.
"Kenapa? Padahal gue mau traktir makan, lho. Biasanya kan lo paling semangat," bujuk Senja.
"Biasanya, tapi sekarang nggak," jawab Aura acuh, membuat Senja terdiam.
"Selamat pagi, anak-anak," sapa guru matematika yang baru masuk. Senja kembali menghadap depan.
Gimana gue ngomongnya? batin Senja.
"Senja," bisik seseorang tepat di telinganya, membuat Senja terlonjak kaget.
"Meli? Ke mana aja lo ngilang dari kemarin?" tanya Senja pelan.
"Hehe, maaf, Senja. Aku baru bisa nemuin kamu. Oh iya, kalian lagi marahan?" tanya Meli.
"Emm, gue bingung harus gimana dari tadi," jawab Senja.
"Aku juga bingung ngeliatin kalian dari tadi. Aku pengen bantu, tapi nggak tahu caranya," kata Meli.
"Udah deh, daripada lo ikutan pusing, mending nggak usah bantuin apa-apa. Biar ini jadi urusan gue," kata Senja, membentuk jari seperti tanda "oke".
"Heh, ngomong sama siapa, sih, lo?" tanya Kayla menyenggol lengan Senja.
"Oh, Meli nih," jawab Senja menunjuk Meli, yang tentu saja tak bisa dilihat Kayla.
Kayla hanya mengangguk dan tersenyum canggung, lalu mengangkat tangannya menyapa teman gaib Senja.
Pelajaran pun dimulai. Semua siswa fokus pada matematika.
Jam istirahat tiba. Siswa-siswi berbondong-bondong keluar kelas menuju kantin. Begitu pun Senja, tapi tidak dengan Kayla dan Aura.
"Hoy, si gila sekarang sendirian nih, haha!" ejek seseorang yang berdiri tak jauh darinya.
"Tcih," decak Senja, lalu berjalan santai melewati tiga teman kelasnya yang menyebalkan itu.
"Kasihan deh, udah dimusuhin sama temennya sendiri, ups!" ejeknya lagi, membuat Senja semakin kesal. Tapi saat Senja hendak berbalik, dia mengurungkan niatnya dan pergi meninggalkan gadis-gadis rempong itu.
Sampai di kantin, Senja melihat betapa ramainya tempat itu. Bingung harus duduk di mana.
"Wah, rame banget gila. Duduk situ aja lah," gumam Senja, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Sebelum duduk, Senja memesan makanan. Setelah itu, dia duduk di kursi yang jarang ditempati karena posisinya paling pojok.
"Permisi, boleh ikut duduk?" tanya seseorang.
"Duduk aja," jawab Senja tanpa melihat siapa yang duduk di depannya.
Senja makan dengan santai hingga selesai. Saat mendongak, matanya membulat melihat sosok yang sempat dia lihat di kamar mandi beberapa minggu lalu.
"Jangan takut, aku nggak jahat," kata sosok itu sendu.
"Kenapa kamu di sini? Nggak ada yang mau duduk di sini, dan ini baru kamu," tanya Senja heran.
"Oh, nggak papa sih, pengen aja," jawab sosok itu kaku.
"Temenmu mana? Biasanya kamu nggak sendirian," tanya sosok itu.
"Ada, jangan dibahas," jawab Senja sinis.
Percakapan terhenti karena Senja harus masuk kelas. Saat berjalan, sosok itu mengikutinya, membuat Senja kesal.
"Lo bisa pergi nggak?" tanya Senja.
"Aku cuma pengen ikut," jawab sosok itu sendu.
"Jangan!!" seru Senja.
"Kenapa? Mereka ikut kamu nggak apa-apa," kata sosok itu menunjuk beberapa sosok di sekeliling Senja, termasuk Meli.
"Dia ngomong sama siapa?" tanya beberapa laki-laki yang lewat.
"Gue denger-denger dia bisa lihat makhluk yang nggak bisa kita lihat," bisik salah satunya.
"Katanya juga dia sering kesurupan, makanya banyak yang main bareng dia," timpal yang lain.
Gerombolan laki-laki itu pergi saat Senja menatap mereka tajam.
"Cowok-cowok kok mulutnya lemes," gumam Senja kesal.
Senja menghela napas. Dia sudah cukup lelah diikuti beberapa sosok. Dulu memang tidak masalah, tapi sekarang dia muak karena mereka terkadang mengganggunya.
"Huh, terserah lo lah!" cetus Senja, lalu berjalan menuju kelas dengan kesal. Sosok itu terus mengekorinya.
👻👻👻
Bel berbunyi pukul 15.30. Gerbang sekolah dibuka, dan siswa-siswi berbondong-bondong keluar seperti tahanan yang dibebaskan.
"Nja, Aura mana?" tanya Angga saat Senja datang tanpa Aura.
"Kayla juga mana?" timpal Rey, membuat Senja memutar mata.
"Mana gue tahu!" ketusnya.
"Biasanya kan sama lo," kata Rey.
"Biasanya, tapi sekarang enggak!!" seru Senja berkacak pinggang. Langit tersenyum melihat tingkah Senja.
"Ayo pulang, gue laper," kata Senja menyeret Langit.
Langit menurut, menatap kedua temannya yang bingung. Dia tertawa dalam hati.
"Dia kenapa?" tanya Angga.
"Mereka berantem?" Rey balik bertanya.
Angga memilih masuk ke sekolah mencari pacarnya. Rey mengikutinya.
"Bentar deh, kamu kenapa?" tanya Langit, menghentikan langkah Senja.
"Nggak papa, ayo pulang," jawab Senja.
Senja mengambil helm putihnya dan memakainya, diikuti Langit. Mereka pergi meninggalkan parkiran sekolah.
Di sisi lain, Angga menemukan Aura duduk sendirian di kelas. Tanpa basa-basi, Angga masuk dan duduk di depannya.
"Ay, pulang yuk," ajak Angga.
"Ya udah sana," jawab Aura ketus.
"Pulang bareng, ada yang mau aku tunjukin, pasti kamu suka," kata Angga tersenyum.
Aura diam menatap Angga. Angga menggenggam tangan Aura dan mengangguk, memohon agar Aura mau ikut dengannya.
Aura berdiri dan mengikuti Angga. Dia ingin meminta penjelasan di tempat yang akan ditunjukkan Angga.
Mereka keluar dari gedung sekolah dan pergi dengan motor Angga. Di jalan, keduanya diam, tanpa percakapan. Angga merasa resah.
Cukup lama hingga mereka sampai di sebuah taman yang penuh bunga dan hiasan. Angga menarik tangan Aura menuju taman yang sering mereka kunjungi.
"Taraaa! Lihat deh, kamu suka nggak?" tanya Angga riang.
Aura diam melihat sekeliling taman yang indah. Banyak bunga dan tempat duduk yang tadinya polos kini dihiasi bunga dan lampu. Ada meja bulat dan karpet merah menuju kursi mereka.
"Ayoo," ajak Angga, menarik Aura dan menyuruhnya duduk.
"Kamu yang bikin?" tanya Aura.
"Hm, suka nggak? Aku udah booking tempat ini buat kamu," jawab Angga tersenyum.
"Kenapa?" tanya Aura, membuat senyum Angga luntur.
"Maaf, nanti aku jelasin. Kita makan dulu, yuk," kata Angga.
Aura diam melihat makanan di depannya. Pasta kesukaannya. Dia yakin Angga yang memasak dari aroma yang familiar.
Mereka makan dengan tenang, hanya suara musik yang menemani. Selesai makan, Angga menatap Aura, yang juga menatapnya. Perlahan, Angga meraih tangan Aura.
"Dari kemarin aku ke rumah kamu, mau jelasin semuanya. Tapi kata ibu kamu, kamu nggak mau nemuin aku," kata Angga sendu.
Aura diam. Ada rasa bersalah di hatinya karena menolak Angga selama dua hari terakhir.
"Maaf kalau selama ini aku kurang baik buat kamu. Aku ngelakuin itu karena ada alasannya. Sebelum kenal kamu, aku punya cewek, pasti kamu tahu kan?"
Aura mengangguk.
"Dulu aku sayang banget sama dia, tapi ternyata dia selingkuh. Dari situ aku jadi takut dan trauma. Aku takut percaya lagi sama cewek. Itu kenapa aku selalu bersikap seolah-olah nggak suka kamu. Aku tahu itu berlebihan, tapi rasa trauma-ku besar banget, dan aku cuma pengen nguji kamu. Aku pikir kamu kayak cewek lainnya, makanya aku gitu. Maaf," lanjut Angga menunduk sedih.
Aura mengusap kepala Angga pelan. "Kalau kamu masih trauma, kenapa kamu mutusin buat cari yang baru?" tanya Aura lembut.
"Karena aku nggak mau lama-lama di fase ini terus. Jadi aku nyari beberapa cewek buat aku ajak pacaran, dan dari sekian banyak cewek, belum ada yang bisa bikin aku move on dari dia. Tapi saat kamu baru aja masuk sekolah, di situ aku langsung mutusin buat deketin kamu," jawab Angga.
"Terus sekarang kamu belum bisa lupain dia? Walaupun udah dua tahun sama aku?" tanya Aura.
Angga menggeleng cepat. "Enggak, aku udah bisa lupain dia. Dan masalah aku bersikap acuh ke kamu itu cuma bualan doang. Aku sebenarnya nggak tega, Ay, tapi Langit sama Rey masih maksa buat terusin karena mereka masih nggak percaya sama kamu..." jelas Angga ragu.
Aura mengangguk, lalu mengusap rambut Angga lembut. Senyumnya kembali, membuat Angga tersenyum lebar dan menarik Aura ke dalam pelukannya.
"Maafin aku, janji aku nggak gitu lagi karena aku udah percaya sama kamu," kata Angga, yang diiyakan Aura.
Mereka berpelukan tanpa sadar ada beberapa orang yang menyaksikan kejadian itu dari awal.
"Akhirnya baikan juga," sahut Bima.
"Bener. Akhirnya kita nggak denger suara keputusasaan dari seorang Angga," jawab Johan.
~NEXT~
- Maaf kalo bab ini kurang bagus semoga kedepannya jauh lebih baik lagi.
- Mungkin nanti akan ada fase tiga gadis ini hubungan nya renggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGSA (TAHAP REVISI)
Teen Fiction"Kenapa dari sekian banyak nya lelaki, kenapa harus elo yang jadi suami gue, udah gitu sama-sama bisa lihat hantu pula, kan serem." - Naomi Senja Putri. Naomi Senja Putri, gadis cantik yang sialnya di kenal gadis gila karena tingkahnya yang sering...
