03. Langsa

563 24 0
                                        

Warning banyak typo ❗❗❗

Happy reading🤗

Pagi pun tiba, hari ini adalah hari yang akan mempertemukan Senja dan Langit. Jam sudah menunjukkan pukul 07.30, namun tiga gadis itu masih setia berpelukan, membuat Amanda berdecak.

"Woi! Bangun! Udah siang!" seru Amanda, membangunkan tiga gadis yang masih asyik dalam mimpi.

"Eugh... Ini kan hari Minggu, Kak," gumam Senja dengan mata terpejam. Amanda langsung menjitak pelan pantat adiknya.

"Plak! Hari Minggu juga tetep harus bangun pagi! Udah, buruan bangun, jangan males!" omel Amanda.

"Iya, iya," jawab Senja sambil bangkit, lalu menggoyang-goyangkan tubuh kedua temannya.

Setelah berhasil membangunkan para gadis, Amanda duduk bersama Mentari, mengobrol santai sampai tak sadar kalau ketiga adiknya sudah rapi dengan seragam sekolah.

"Pagi, Mama! Kakak!" sapa Aura dengan ceria.

"Wah, anak-anak Mama udah pada wangi nih. Belum sarapan, kan? Sarapan dulu, gih," tawar Mentari.

"Nanti aja deh, Ma," jawab Kayla.

"Ya udah, sini duduk dulu. Mama mau ngomong sesuatu," kata Mentari dengan nada serius.

"Apaan sih, Ma? Kok kayaknya penting banget," sahut Senja sambil duduk di samping Amanda.

"Mama sama Papa mau jodohin kamu sama anak temen Mama," kata Mentari, membuat Senja terkejut bukan main. Amanda, Kayla, dan Aura pun ikut melongo.

"Mah, yang bener aja? Aku kan masih sekolah! Lagian, umurku juga belum cukup buat nikah secepat ini," protes Senja, bingung dengan pernyataan ibunya.

"Dulu, Mama sama Papa pernah janji sama temen Mama itu, Senja. Dan Oma juga setuju banget, malah dukung," jelas Mentari.

"Kalau gitu, kenapa enggak Kak Amanda aja? Kenapa harus Senja?" tanya Senja.

"Idih, ogah! Buat lo aja sana. Gue udah punya Jaehan," timpal Amanda, membuat Senja memutar bola mata.

"Anak temen Mama itu pengennya sama orang yang bisa lihat makhluk halus. Kebetulan, kamu kan bisa, Senja," jawab Mentari, lagi-lagi membuat Senja mendengus kesal.

"Ck, kenapa harus gitu sih, Ma? Aneh banget," keluh Senja.

"Dia juga bisa lihat apa yang kamu lihat, Senja. Dia pengen punya pendamping hidup yang bisa ngertiin dia," jelas Mentari.

"Tadinya, temen Mama mau batalin perjodohan ini karena dia enggak tahu kalau salah satu anak Mama bisa lihat makhluk halus," lanjut Mentari, yang diangguki oleh Amanda, Kayla, dan Aura. Senja hanya diam.

"Senja enggak mau, Ma. Senja masih pengen bebas," tolak Senja, membuat Mentari menghela napas panjang.

"Senja, ini juga buat kebaikan kamu. Mama yakin, kalau kamu nikah sama dia, rasa takut kamu bakal hilang. Kalian bisa jadi pasangan yang kuat buat ngadepin mereka yang ganggu kalian," bujuk Mentari dengan lembut, membuat hati Senja sedikit luluh.

Sedikit doang, ya!

Senja terdiam, menimbang perkataan Mamanya. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Senja membuat keputusan yang membuat Mentari tersenyum.

"Oke, kalau emang dia bisa ngelindungin Senja, Senja bakal tetep sama dia. Tapi, kalau dia enggak bisa, Senja minta cerai," kata Senja, yang langsung membuat senyum Mentari memudar.

"Enak aja kamu ngomong," protes Kayla.

"Ya, harus gitu dong," balas Senja.

"Aneh lo! Gue sumpahin, nanti lo yang enggak mau cerai sama dia," celetuk Aura, ikut kesal pada Senja.

"Udah, udah. Yang penting, Senja udah mau nerima permintaan Mama. Kalau nanti anak temen Mama itu enggak bisa ngelindungin kamu, Senja boleh kok minta cerai," lerai Mentari dengan nada lembut.

"Oke. Senja ke kamar dulu," pamit Senja, lalu beranjak masuk ke kamarnya.

"Aneh banget sih Senja. Tumben dia kayak gitu," gumam Kayla sambil menatap punggung Senja yang menghilang di balik pintu.

"Udah, biarin aja. Semoga aja Senja bisa ngejalanin pernikahan ini dengan baik dan enggak minta cerai," harap Mentari, yang diangguki oleh Amanda.

"Nanti juga Senja yang bakal lebih protektif sama cowok itu, biar enggak diganggu cewek lain," celetuk Amanda, yang disetujui oleh Aura dan Kayla.

Malam pun tiba. Keluarga Senja sibuk menyiapkan makan malam. Mentari memasak banyak makanan, karena malam ini akan ada tamu spesial.

"Lho, Ma, kok tumben masak banyak banget?" tanya Senja yang baru turun dari kamar, masih mengenakan piyama.

"Lho, kamu belum ganti baju? Sana ganti dulu! Bentar lagi mereka dateng, Sayang," tegur Mentari, bukannya menjawab pertanyaan Senja.

"Ck, iya, iya," decak Senja, lalu kembali ke kamar untuk berganti pakaian.

Kedua keluarga kini sudah berkumpul, mengobrol dengan akrab dan sesekali tertawa.

"Oh iya, Senja mana?" tanya Yuana, mencari sosok calon menantunya.

"Sebentar lagi turun kok," jawab Mentari. Benar saja, tak lama kemudian Senja muncul dan berjalan ke arah mereka.

"Nah, itu dia," kata Mentari sambil menyuruh Senja duduk di sampingnya.

"Ya ampun, cantik banget," puji Yuana, membuat Senja mendongak dan menatap Yuana dengan tatapan seolah mengingat sesuatu.

"Lho, Tante...?" kata Senja, membuat semua orang terkejut, kecuali Yuana.

"Tante yang waktu itu dijambret, kan?" tanya Senja, dan Yuana mengangguk.

"Iya, Nak," jawab Yuana sambil tersenyum.

"Kamu pernah dijambret, Na?" tanya Mentari.

"Iya, Ma. Waktu itu, aku lagi jalan, tiba-tiba ada orang yang narik tasku. Aku teriak minta tolong, tapi sepi banget. Untungnya, Senja lewat naik motor dan langsung ngejar penjambretnya. Dia balikin tasku dengan selamat," cerita Yuana, yang diangguki oleh kedua orang tua Senja.

"Makasih ya, Nak. Kalau enggak ada kamu, mungkin semua berkas pentingku udah hilang," kata Yuana, yang dibalas senyuman oleh Senja.

Tanpa disadari, seorang pemuda sedari tadi menatap Senja dengan ekspresi datar. Entah apa yang ada di pikirannya, namun sekilas terlihat senyum tipis di bibirnya.

Lagi-lagi, Senja terkejut saat melihat pemuda itu duduk di samping ayahnya sambil menatapnya. Mata Senja membulat, menatap pemuda di hadapannya dengan tak percaya.

"Elo?!" seru Senja, tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

"Ma, seriusan dia yang mau dijodohin sama aku?" tanya Senja, menatap Mentari dengan tatapan tak percaya.

"Iya, dong. Kenapa? Kamu suka, kan?" goda Mentari.

"Mana ada! Dia dingin kayak gitu, nyebelin lagi! Mana mungkin aku suka," jawab Senja terlalu jujur, membuat Amanda menendang kakinya. Senja langsung melotot ke arah kakaknya.

"Ya ampun, Senja, Senja. Namanya juga baru kenal, Sayang. Makanya keliatan dingin," timpal Mentari.

"Iya, Sayang. Kan belum kenal deket, jadi keliatan dingin," tambah Yuana.

"Emm, kita makan malam dulu aja, yuk! Mumpung makanannya masih anget," ajak Gibran, mengalihkan suasana.

"Iya, yuk!" sahut Mentari, lalu berdiri dan menggandeng tangan Yuana untuk mengajaknya makan. Sementara itu, Senja masih duduk berhadapan dengan Langit yang hanya diam.

"Makan sana," celetuk Senja.

Tak lama kemudian, Langit berdiri dan berjalan meninggalkan Senja yang hanya bisa menatap punggungnya.

"Semalem gue mimpi apa, ya Tuhan? Sampe-sampe harus nikah sama dia," gumam Senja frustrasi.

"Oke, sekarang kita tinggal cari tanggal yang pas buat pernikahannya," kata Jordy.

"Gimana kalau tanggal 20?" usul Yuana, yang langsung disetujui oleh Mentari.

"Boleh, aku setuju," kata Mentari dengan antusias.

"Tanggal 20 bulan ini, Tante?" tanya Amanda, dan Yuana mengangguk, membuat Senja terkejut.

What?! Tanggal 20 bulan ini? Gila! Sekarang aja udah tanggal 14! Ini terlalu cepet! batin Senja.

"Enggak kecepetan, Tante?" tanya Senja.

"Enggak dong. Bukannya lebih cepet lebih baik, Nak?" jawab Yuana dengan lembut.

Mau tak mau, Senja harus menyetujui hal ini. Kalau tidak, pasti pernikahannya akan tetap dilaksanakan tanggal 20. Menolak hanya akan membuat tanggalnya semakin maju.

"Jadi, setuju, kan?" tanya Jordy, mewakili semua orang. Semuanya mengangguk senang, kecuali Senja dan Langit yang hanya mengangguk pasrah.

"Oke, masalah tanggal udah beres. Tinggal nanti Senja sama Langit cari cincin sama gaun pernikahan yang udah Bunda siapin," jelas Yuana.

"Jadi, kalian berdua enggak usah pusing-pusing mikirin yang lain. Semua biaya kami yang tanggung," tambah Mentari, yang diangguki oleh Yuana.

"Jadi, udah setuju semua, kan?" tanya Gibran sekali lagi.

"Iya, dong! Udah!" jawab yang lain serempak, kecuali Senja dan Langit.

 

Pagi pun tiba. Senja sudah siap dengan seragam sekolahnya. Dia berjalan dengan helm di tangan, menghampiri Mamanya yang sedang menyiapkan sarapan.

"Ma, Senja berangkat dulu, ya," pamit Senja, membuat Mentari menoleh.

"Lho, Nak, sarapan dulu," tawar Mentari.

"Enggak deh, Ma. Nanti Senja makan di kantin aja," tolak Senja sambil mencium punggung tangan Mamanya.

"Hati-hati ya. Jangan lupa makan, nanti lambung kamu kambuh," pesan Mentari.

"Iya, Mama. Salamin ke Papa sama Kakak, ya. Senja duluan," kata Senja lalu pergi setelah Mentari mencium keningnya.

Butuh waktu sekitar 20 menit bagi Senja untuk sampai ke sekolah. Saat tiba, gerbang sekolah hampir ditutup. Dengan sigap, Senja menarik gas motornya, membuat Pak Satpam terkejut.

Cittt...

"Aduh, Pak, maaf, ya! Saya buru-buru, hehe," kata Senja merasa bersalah.

"Iya, Neng. Lain kali hati-hati, ya," jawab Pak Satpam yang biasa dipanggil Pak Tono.

"Siap, Pak!" jawab Senja, lalu pamit untuk memarkirkan motornya..
Di sisi lain, Langit berjalan di area parkir menuju kelasnya. Tanpa sengaja, dia melewati Senja yang sedang merapikan seragamnya.

"Langit!!!" panggil seseorang dengan suara melengking. Tanpa menoleh, Langit langsung menatap gadis yang memanggilnya itu.

"Ayo ke kelas," ajak gadis itu sambil memeluk lengan Langit dengan mesra.

Langit hanya diam, terlalu malas untuk menegur gadis yang seenaknya memeluk lengannya itu.

Kring... Kring... Kring...

Bel istirahat berbunyi, membuat semua siswa berhamburan menuju kantin. Kantin pun menjadi ramai karena semua siswa berebut makanan.

"Kantin, kuy!" ajak Aura.

"Ayok!" jawab Kayla dan Senja serempak.

Mereka bertiga berjalan menuju kantin sambil bercanda dan tertawa. Tanpa mereka sadari, sekelompok gadis menatap mereka dengan tatapan tajam.

"Jadi, itu yang namanya Senja? Yang diomongin sama Rey sama Angga?" tanya seorang gadis yang tak lain adalah Rhacel.

Rhacel Anistasya, gadis yang tadi pagi memeluk lengan Langit. Rhacel sudah menjadi bagian dari geng Langit sejak pertama kali dia pindah ke SMA Adhitama Bangsa.

Ya, sekolah tempat Senja dan sahabat-sahabatnya bersekolah adalah milik keluarga Langit, tepatnya milik kakek Langit yang sudah diwariskan kepada Jordy.

"Lo udah tahu, terus rencana lo apa?" tanya salah satu temannya yang bernama Nia Zuvanari.

"Gue enggak bakal ngapa-ngapain dia. Yang ngomongin dia kan cuma Rey sama Angga, Langit enggak. Jadi, gue cuma bakal mantau dia aja," jawab Rhacel dengan mantap. Setelah itu, Rhacel dan keempat temannya pergi menyusul ke kantin.

Senja, Kayla, dan Aura sedang asyik makan ketika suara teriakan dan bisikan mulai terdengar, membuat Senja mendecak kesal karena acara makannya terganggu.

"OMGGG!!!" teriak salah satu cricel dengan heboh.

"Itu, lihat itu! OMG! Kak Langit sama temen-temennya keren banget, ih!" seru yang lain. Masih banyak bisikan dan teriakan kagum yang ditujukan pada Langit dan teman-temannya.

Senja melihat Langit berjalan ke arahnya bersama kelima temannya. Rhacel yang tadinya ingin menghampiri Langit pun terhenti.

"Kita boleh duduk di sini, kan, Yang?" tanya Rey pada Kayla.

"Boleh aja," jawab Kayla singkat, tanpa menyadari ekspresi malas Senja.

Rey mengusap rambut pacarnya itu dengan sayang. "Kalian udah tahu, kan, calonnya Senja itu siapa?" tanya Rey, membuat Kayla dan Aura terkejut. Senja hanya diam.

"Lho, kamu tahu, Yang?" tanya Kayla masih terkejut.

"Tahu, dong," jawab Rey dengan nada sombong.

"Langit, kan?" tebak Angga, membuat Aura yang sedang minum langsung menyemburkan minumannya ke muka Angga.

Prufft!

"Sayanggg!!!" rengek Angga lirih sambil mengusap wajahnya yang basah.

"Aduh, maaf! Enggak sengaja! Aku kaget tadi," jawab Aura lalu mengelap wajah Angga.

"Beneran, Enja? Yang dibilang Kak Angga itu?" tanya Kayla.

"Hmm," jawab Senja, membuat Kayla dan Aura semakin terkejut.

"Are you serious?! Wah, gila! Gue kaget banget!" seru Kayla dengan heboh, membuat Senja mendecak.

"Biasa aja kali! Lo mau gantiin gue? Sok, ambil aja! Gue ikhlas," jawab Senja, membuat Langit terdiam.

"Dih, ogah! Gue udah punya Kak Rey," tolak Kayla.

"Gue udah selesai. Gue ke kelas duluan," kata Senja lalu pergi begitu saja, membuat Kayla dan Aura bingung.

Setelah Senja pergi, Langit pun ikut beranjak. Dia menuju rooftop, tempat Senja berada.

Langit menatap Senja, dan Senja pun balas menatapnya.


To Be Continued.

Halooo, update lagi mumpung ada ide wkwk, semoga suka deh ya.
Jangan lupa vomen yaa tinggalin jejak kalian.
Apresiasinya kalian semoga bikin ku jadi semangat lagi ya kan hehe udah itu aja semoga suka dan semoga hari kalian menyenangkan seperti cintaku pada jaemin eakk hahaha (canda gaes haha) 🤣😁

LANGSA (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang