17. Langsa

358 16 0
                                        

~happy reading~
.
.
.
.

"Langit..." panggil Senja tiba-tiba.


"Ngobrol sama siapa?" tanya Senja heran, melihat Langit berdiri di dapur.

"Selamat pagi, Mbak," sapa Bi Kokom sopan.

"Eh, pagi," balas Senja.

Senja menatap Langit bingung. Langit yang ngerti pun langsung memperkenalkan Bi Kokom ke istrinya.

"Kenalin, ini Bi Kokom, yang dikirimin Bunda," kata Langit, yang langsung diangguki Senja.

"Selamat datang, Bi. Semoga betah ya di sini," kata Senja sambil tersenyum sopan. Bi Kokom pun membalas senyum Senja.

"Kalo gitu, kami tinggal dulu ya, Bi," pamit Langit.

"Iya, Mas Langit, Mbak Senja. Hati-hati di jalan ya."

Keduanya pun tersenyum menanggapi. Mereka pergi naik motor Langit, sementara motor Senja masih di rumah Aura.

"Sebenernya kita mau ke mana sih?" tanya Senja.

Langit membalikkan badan, menatap Senja dari atas ke bawah, lalu tersenyum yang bikin Senja bingung.

"Lo kenapa sih?"

"Nggak, cuma ngeliatin perubahan istri gue," katanya sambil tersenyum lebar.

"Dih, tapi liat beneran kan gue udah berubah?" Senja jadi sombong, nunjukkin hasil dandanannya.

"Iya, tapi lo nggak dandan juga udah cantik. Tadi kan gue bilang, nggak perlu diubah, lo udah cantik, Nja," kata Langit sambil masangin helm putih ke kepala Senja.

"Cih, tiba-tiba jadi buaya lo," cetus Senja.

"Buaya dari mana? Gue manusia gini dibilang buaya," protes Langit.


"Emang, kok," jawab Senja. Pas Langit mau bales, Senja langsung motong, bikin Langit ngurungin niatnya.

"Udah diem, buruan jalan. Ntar makin siang, gue males," potong Senja, yang langsung diangguki Langit.

Keduanya pun pergi ninggalin rumah besar itu. Sebelum keluar, Senja sempet kenalan sama Pak Tarno, suami Bi Kokom. Abis kenalan, mereka pamit pergi.

Langit nyetir motornya santai banget. Mereka sesekali ngobrol dan bercanda kayak pasangan normal. Jalanan kota udah lumayan rame, apalagi ini weekend, udah pasti banyak orang yang jalan-jalan.

"Langit, mampir ke warung bubur, yuk? Perut gue laper," ajak Senja.

Langit cuma ngangguk, terus nyari tukang bubur yang ada di pinggir jalan. Nggak lama, mereka nemu tukang bubur yang keliatan sepi. Mereka pun mutusin buat makan di sana.

"Mang, bubur dua ya," kata Senja, yang langsung diangguki sama tukang bubur. Nggak lama, makanan mereka dateng. "Silakan, A, Teh."

"Makasih, Mang," balas Senja lembut.

Abis makan bubur, mereka pamit dan nggak lupa bayar. Mereka balik nerusin perjalanan yang nggak jelas mau ke mana. Selama di jalan, Senja cuma diem ngeliatin sekelilingnya.

LANGSA (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang