21. Langsa

323 14 0
                                        

~happy reading~



Pak Tarno, yang ditinggal Senja dkk., terdiam, berusaha mencerna kejadian barusan. Lamunannya buyar saat Bi Kokom, istrinya, datang.

"Pak, Bapak," panggil Kokom sambil menggoyangkan bahu suaminya.

"Eh, Ibu? Kenapa, Bu?" tanya Pak Tarno.

"Bapak yang kenapa? Kok melamun?" tanya Bi Kokom. Pak Tarno hanya menggeleng.

"Mboten nopo-nopo, Bu," jawab Pak Tarno dengan logat Jawa.

"Ibu kira Bapak kenapa. Ya sudah, Ibu masuk dulu, nggeh. Bapak kalau butuh sesuatu, bilang saja sama Ibu."

"Enggh, Bu."

Setelah obrolan singkat itu, Kokom masuk, meninggalkan Pak Tarno yang masih bengong.

Di sisi lain, Senja tiba di rumah yang menjadi markas Cat Girl. Ia memarkir motor ninjanya di tempat kosong, karena halaman depan sudah penuh dengan motor serupa. Ia masuk, diikuti kedua temannya.

"Lia, gimana? Sudah disiapkan?" tanya Aura, berjalan mendahului Senja dan Kayla.

"Sudah. Ini baru gue bersihin," jawab Lia, menunjuk helm full face berwarna hitam legam.

Aura mengangguk, lalu duduk di salah satu kursi yang tersedia.

Markas Senja, tidak seperti markas Langit, adalah rumah yang lumayan besar, dengan hiasan dinding dan koleksi barang kucing yang banyak. Topeng kucing yang sering mereka pakai terpampang jelas di dalam etalase.

"Berangkat jam berapa, Kak?" tanya Liora, gadis yang baru bergabung beberapa hari ini.

"Sebentar lagi. Gue punya firasat nggak enak, tapi gue harap semuanya lancar," celetuk Kayla.

"Kenapa lo bilang gitu?" tanya Senja.

"Entahlah. Udah, yuk, jalan sekarang aja," ajak Kayla, yang disetujui yang lain.

Sementara itu, Langit dan teman-temannya sudah berkumpul di arena. Tempat itu sudah ramai dengan orang-orang yang antusias menonton pertandingan yang diadakan Tiger.

"Gue penasaran Tiger bakal ngalahin Cat Girl dengan cara apa," celetuk seorang laki-laki yang berdiri tak jauh dari Langit.

"Gue yakin sih Tiger menang. Tau sendiri kan liciknya Tiger gimana? Dia bakal ngelakuin apa pun sampai lawannya kalah," jawab temannya.

"Lang, perasaan gue nggak enak," bisik Rey.

"Kenapa? Tumben banget lo," jawab Angga, yang mendengar bisikan itu.

"Gue nggak tau. Senja di rumah kan, Lang?" tanya Rey.

"Enggak, dia baru aja keluar tadi sama Kayla, Aura."

"Ternyata jadi. Gue pikir mereka nggak jadi," jawab Rey, mulai resah.

"Keluar? Lah, kemana? Tumben banget Aura nggak bilang ke gue?"

"Nonton sih katanya. Nanti gue jemput kok habis tanding selesai."

"Bagus deh."

"Langitt~"

Langit yang merasa namanya dipanggil dengan nada yang dibuat-buat hanya bisa berdecak sebal. Ia tahu siapa yang memanggilnya seperti itu. Siapa lagi kalau bukan Rhacel? Hanya wanita itu yang selalu memanggil namanya dengan nada seperti itu.

"Langit, menurut kamu siapa yang bakal menang?" tanya Rhacel, mengusap bahu Langit.

"Nggak usah pegang-pegang," cetus Langit, menepis tangan Rhacel kasar.

"Ihss, gitu banget sihh."

Saat Langit meninggalkan Rhacel, gerombolan Cat Girl datang berbondong-bondong. Mereka memarkir motornya dengan rapi, lalu gadis bertopeng hitam menghampiri laki-laki yang sudah berdiri di depannya.

"Hai, manis. Datang juga," kata laki-laki itu sambil mencolek dagu sang gadis.

"Cih, nggak usah sentuh gue!" kata Senja ketus.

"Galak banget sih, mba pacar. Jangan galak-galak dong sama pacar sendiri."

"Pacar? Sejak kapan gue punya pacar modelan kayak lo?"

"Sebentar lagi lo juga bakal jadi pacar gue."

"Jangan mimpi!" jawab Senja ketus, meninggalkan laki-laki yang biasa dipanggil Irfan itu. Irfan hanya tersenyum menyeringai.

Singkat cerita, arena balap sudah dipenuhi orang-orang yang ingin melihat Cat Girl, gadis bertopeng yang susah dikalahkan, dan Tiger, yang terkenal licik.

"Lo inget kan perjanjian kita?" tanya Senja saat mereka berdua berada di garis start.

"Oh, jelas. Dan gue pastiin perjanjian itu dimenangkan oleh gue," jawab Irfan sombong.

"Mimpi lo terlalu tinggi," ketus Senja.

Seorang gadis membawa bendera putih berdiri di tengah-tengah keduanya, berhitung mundur. Saat akan menyebut angka satu, bendera putih dikibarkan ke atas, dan kedua motor langsung tancap gas. Mereka saling salip.

Arena balap liar semakin ramai dengan sorakan gembira dari pengunjung. Ada yang menyemangati Irfan, ada juga yang menyemangati Cat Girl. Black Eagle hanya diam, mengamati pergerakan Irfan dan gadis bertopeng itu.

"Cih, belaga mau jadi cowok gue," desis Senja, melirik kaca spion motornya yang memperlihatkan Irfan tertinggal jauh.

DORR!!!

"Aakh."

Brak! Brugg!

Semua orang terkejut melihat kejadian mendadak itu. Suara pistol yang keras menembak ke arah Senja, membuatnya oleng dan tersungkur ke aspal arena balap.

"BIG!!" teriak gadis-gadis bertopeng cat bersamaan.

"Ah, d-darah," gumam Senja, menatap lengan kanannya yang tertembak.

"BANGUN, CAT!!" teriak para gadis.

Dengan susah payah Senja berusaha berdiri, membangunkan motor hitamnya, dan kembali menjalankan motornya dengan tangan kiri meremat lengan kanannya agar darah tidak terlalu banyak mengalir.

Saat motor Irfan akan melewatinya, dengan sekali gas Senja melewati garis finis duluan. Balapan kali ini dimenangkan oleh Cat Girl, gadis bertopeng kucing yang tidak mudah dikalahkan.

Sorak gembira terdengar dari beberapa orang. Ada juga yang kecewa karena pilihannya kalah. Black Eagle pun sedikit kagum, padahal lengannya terluka, namun masih bisa mengalahkan Tiger yang jelas-jelas tidak terluka sama sekali.

"Nja, lengan lo," kata Kayla khawatir.

"Gue nggak papa. Cari orang yang udah nembak gue. Dia tadi lari ke arah kota dan bawa cowok yang di semak-semak itu," kata Senja, menunjuk semak-semak yang tak jauh dari garis finis.

Dengan cepat, para anggota Cat Girl berpencar mencari orang yang dimaksud Big Cat. Senja turun dari motornya dan berjalan ke tengah jalan, tempat anak Tiger, Black Eagle, dan banyak lagi orang berada.

"Hoy, pengecut~"

BUGG!!!

Belum sempat Senja menyelesaikan ucapannya, gadis bertopeng ungu memukul rahang Irfan dengan keras, membuatnya oleng bahkan hampir terjatuh.

"Brengsek, lo ngelanggar aturan!" marah Kayla.

"Haha, cuih. Aturan? Sejak kapan gue bikin aturan konyol?" jawab Irfan, membuat Kayla semakin emosi.

"Dasar pengecut, lo mengandalkan senjata karena takut bakal dikalahkan? Haha, lawak jancok. Lihat, lo udah nembak dia, tapi dia masih menang. Udah lah, kalau emang nggak mampu ngalahin, nggak usah sok-sokan ngajak tanding!" ejek Kayla sambil tertawa menyeringai.

"Anjing, sejak kapan gue pake senjata senapan?! Tau apa lo hah? Nggak usah fitnah, anjing!" kesal Irfan.

"Ouh, salah ya? Terus yang pake senapan siapa? Eum, curiga gue," timpal Aura, menatap Rhacel yang berdiri di samping Langit.

Senja yang tadinya diam mendadak kesal saat matanya tak sengaja melihat lengan Langit dipeluk mesra oleh Rhacel. Kenapa Langit hanya diam saja?

"Big, sudah ketemu," bisik gadis bertopeng hijau bercampur putih.

"Bawa sini."

"Baik."

Tak lama, beberapa gadis bertopeng menarik seorang lelaki dan perempuan yang membawa batu besar dan juga senapan. Semua orang saling berbisik dan tak percaya jika Cat Girl akan mengejar orang yang sudah mengganggunya.

"Yang suruhan lo yang mana? Gadis pembawa senapan atau lelaki pembawa batu besar?" tanya Kayla dengan tegas nan ketus.

"Ah, gue tau. Sepertinya lelaki ini. Lo mau ngapain bawa batu besar gitu? Mau ngelempar biar kena kepala orang?" tanya Aura.

"Kepala gue pusing, argh, gue mohon tahan bentar," batin Senja, sesekali memijit pelipisnya agar sakitnya sedikit menghilang.

Tanpa Senja sadari, dari tadi Langit menatapnya. Langit berjalan menghampiri Senja dan memegang bahunya. Saat itulah mata keduanya bertemu. Cukup lama mereka saling tatap sampai suara keras Rhacel terdengar, membuat keduanya memutuskan kontak mata.

"Auww, yak, gila ya lo? Kenapa narik rambut gue!" marah Rhacel menatap Aura kesal.

"Apa? Masih mau ngelak juga lo? Jelas-jelas lo yang nyuruh dia buat nyelakain Topeng Hitam. Niat lo apa sih, hah?! Belum puas sama kekalahan geng lo yang kemaren?" kata Aura kesal, bahkan hampir melempar topengnya ke wajah Rhacel.

"Udah cukup. Kita akhiri di sini. Gue sebagai korban, gue maafin lo. Buat lo, Irfan, jangan lupa setiap satu minggu sekali lo harus ngasih makan anak jalanan," kata Senja, berjalan meninggalkan arena balap dan menaiki motornya, diikuti Cat Girl lainnya.


👻👻👻


Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam, dan Senja belum juga menghubungi Langit. Sudah dua kali Langit mencari di bioskop, bahkan sampai bioskop tutup, namun tak ada tanda-tanda Senja di sana. Langit sudah menghubungi kedua orang tua Senja, namun mereka tidak tahu keberadaan Senja.

"Nja, di mana sih? Udah malem gini nggak ada kabar," gumam Langit, menatap ke arah luar.

Motor Senja masih terparkir rapi di garasi rumah, bahkan helmnya pun masih di sana. Tidak hanya Langit yang khawatir, Rey dan Angga pun sama. Sudah beberapa kali mereka menghubungi kekasihnya, namun tak ada jawaban sama sekali.

"Lang, lo mau kemana?" tanya Angga saat Langit akan keluar.

"Gue mau nyari. Nggak tenang kalau diem gini terus," katanya, lalu menjalankan motornya.

"Kita ikut."

Tiga laki-laki itu berkeliling di komplek dan kota. Jalanan sudah sepi, malam semakin larut, namun tidak membuat mereka menyerah mencari kekasihnya yang entah di mana.

"Kita ke rumah Kayla. Siapa tau mereka udah pulang," kata Rey, yang disetujui keduanya. Mereka pun bergegas menuju rumah Kayla.

Saat ketiganya sampai, yang mereka lihat hanya kekosongan. Satpam yang ada di sana keluar dan berkata, membuat mereka semakin khawatir.

"Mas Rey, ada yang bisa saya bantu?" tanya sang satpam.

"Kayla udah pulang, Pak?"

"Belum, Mas. Saya juga dari tadi sedang menunggu Non Kayla. Saya pikir Non Kayla sama Mas Rey."

"Enggak, Pak. Saya dari tadi lagi nyariin. Ponselnya juga mati. Ya sudah, Pak. Nanti kalau Kayla sudah pulang, minta tolong kabarin saya ya, Pak."

"Baik, Mas."

Ketiga lelaki itu pergi dari sana. Kini mereka akan ke rumah Aura. Namun, saat mereka sampai, mereka harus dibuat semakin khawatir kala satpam Aura bilang jika mereka belum juga pulang.

"Argh, kemana sih mereka?" kesal Langit.

"Nggak biasanya Aura gini. Apa bener kalau cewek tadi itu mereka?" celetuk Angga, membuat Langit dan Rey saling tatap.

"Balik ke rumah gue. Motor Senja di rumah kan? Kalau bener Topeng Hitam itu Senja, harusnya di motor ada tetesan darah," usul Langit, yang langsung disetujui keduanya.

Singkat cerita, mereka sampai di kediaman Langit. Saat mereka masuk, mereka melihat mobil Kayla sudah terparkir di sana. Dengan cepat, ketiganya buru-buru masuk. Saat mereka masuk, mereka melihat ketiga gadis yang dari tadi mereka cari ternyata tengah asik tidur di sofa dengan lelapnya. Ketiga lelaki hanya bisa bernapas lega.

"Akhirnya Mas Langit pulang. Dari tadi saya bingung banget, Mas. Ponsel Mas Langit juga nggak bisa dihubungin," kata Bi Kokom yang baru datang.

"Kenapa, Bi? Ponsel saya tadi lobet."

"Mba Senja tadi dateng-dateng nyariin Mas Langit, teriak-teriak terus juga jaketnya tadi banyak darahnya, Mas. Mba Kayla sama Mba Aura juga sampai kewalahan nenangin Mba Senja sampai akhirnya Mba Senja tidur, keduanya juga ikutan tidur," jelas Bi Kokom.

"Darah? Bi, jaketnya mana?" tanya Rey.

"Sebentar, Bibi ambilkan." Bi Kokom pergi dan kembali membawa jaket kulit hitam yang di bagian lengannya terdapat darah.

"Sama persis," ucap ketiganya bersamaan.

Seketika ruangan itu hening. Langit, Rey, dan Angga saling diam. Mereka tengah mencerna semua yang terjadi hari ini.



*NEXT*

- wuah ga kebayang pusingnya Langit gimana nyariin bayi nya itu

- kira-kira Senja udah mulai ketahuan nggk ya?

maaf dari kemarin nggk update, soalnya lagi sibuk ujian jadi nggk sempet buat update, semoga yang baca masih suka ya sama ceritanya, dan semakin banyak yang baca.

Jangan lupa vomen ya, aku selalu menerima kritik dan saran ko, yang penting berkomentar dengan baik dan benar jangan asal ngeritik yang membuat menjatuhkan, see you di chapter selanjutnya, sweet smile😊

LANGSA (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang