Keresahan

1.7K 189 17
                                    

Dulu— aku lupa kapan tepatnya, Mama pernah mengatakan kepadaku bahwa lebih baik dicintai daripada mencintai. Dicintai oleh seseorang akan memberi kita kekuatan. Dan sebaliknya, saat mencintai, kita akan berada dalam kondisi paling rentan. Seperti berdiri di puncak menara siar. Maju jatuh, mundur pun akan membuat kita terjengkang.

Hal itulah yang aku rasakan semenjak bertemu kembali dengan Atharva. Aku seperti Alice In Wonderland yang memasuki lubang kelinci misterius. Aku menjelajahi dunia asing yang menakjubkan sekaligus menakutkan karena terlalu banyak misteri yang harus aku hadapi.

Aku yakin Atharva menyadari sedalam apa perasaan yang aku miliki untuknya. Dia tahu dia telah memilikku. Dia tahu aku telah menyerah terhadap intensitas yang dia miliki untuk membuatku rentan terhadapnya.

Aku seharusnya hanya bersenang-senang dengannya. Tidak terikat, tidak ada harapan, dan tidak ada tanggungjawab. Namun, aku terlalu mengenal diriku sendiri untuk yakin jika aku tidak akan pernah membiarkan tubuhku disentuh oleh laki-laki yang tidak aku cintai.

Aku menarik napas, pelan dan dalam. Aku seharusnya tidak membiarkan semuanya terjadi sejauh ini. Aku seharusnya lebih protective terhadap diri sendiri. Namun, saat ini sudah terlalu terlambat jika aku memilih mundur karena aku sudah terlanjur terikat dengannya. Bahkan seks yang kami lakukan bukan sekedar transaksi tanpa emosi. Aku mencintainya dan aku pun yakin dia memiliki perasaan yang sama untukku.

"Dier."

Aku menoleh kepada laki-laki itu yang sedang menyetir. Dia bersikeras menjemputku dari rumah sakit dan mengantarkan aku pulang ke apartemen.

"Kita mampir beli makan dulu, ya? Di apartemen kamu nggak ada makanan, kan?"

"Aku punya bahan-bahan makanan, kok. Kita masak aja," jawabku.

"Nggak mau mampir buat beli sesuatu dulu?"

"Nggak usah. Aku cuma pengin istirahat."

Atharva tidak berkata apa-apa lagi hingga kami tiba di unitku. Aku masuk lebih dulu dan Atharva mengikuti di belakang sambil membawakan barang-barangku.

"Barang-barangnya simpan di kamar aja, Thar. Nanti aku rapikan."

Atharva menurut dan menyimpan semua barang-barangku di dalam kamar. Setelahnya dia langsung melesat ke dapur, lalu mengeluarkan beberapa jenis bahan-bahan makanan dari dalam kulkas.

"Kamu mau makan apa?" tanyanya.

Aku berjalan menghampirinya dan memperhatikan bahan-bahan makanan yang aku miliki. "Aku mau bikin cream soup aja," jawabku saat menemukan roti baguette, jamur shitake, serta dada ayam fillet di dalam kulkas.

"Kamu istirahat aja. Biar aku yang masak," katanya.

"Memangnya kamu bisa masak?"

"Kamu ngeremehin aku?"

Aku tertawa bersamaan dengan smartphone-ku berdering. Panggilan dari Mama.

"Dier, kamu sudah check out dari rumah sakit?" tanya Mama dari ujung telepon.

"Aku udah di apartemen, Ma."

"Bagus kalau gitu. Mama sebentar lagi sampai ke apartemen kamu."

Oh shit. "Mama mau ke sini sekarang?" semburku.

"Iya. Tolong info ke resepsionis ya, Sayang."

"Okay, Mama." Aku mengakhiri percakapan dengan Mama, lalu segera menghubungi resepsionis agar memberikan akses masuk untuk Mama.

"Mama kamu mau datang?"

Aku menatap Atharva dan mengangguk.

"Apa aku perlu pergi dari sini?"

Mengapa Jatuh Cinta Harus Sesakit Ini?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang