We Are Happy Family

1.5K 201 9
                                    

Dear Mr and Mrs Bimasena

Happy wedding. Wishing you a lifetime of love and happiness.

Best regards
PT. Widya Kreasi

Aku tersenyum membaca kartu ucapan itu. Sudah satu minggu berlalu sejak menikah dan resmi menyandang status sebagai Nyonya Atharva Bimasena, tetapi hingga detik ini aku masih belum terbiasa dengan panggilan itu.

Dengan sangat hati-hati aku membuka bungkusan hadiah di depanku dan menemukan amplop berisi voucher hotel di Bali. Bersamaan dengan itu pintu kamar terbuka, Atharva masuk ke dalam kamar setelah menemani Shaka tidur di kamarnya.

Aku memperhatikannya. Lelaki itu, suamiku, berjalan menghampiriku dengan mulut yang terus melengkungkan senyum dan mengecup kepalaku dengan lembut.

Oh God... aku masih belum terbiasa dengan dampak wajah yang dimiliki Atharva. Tulang pipinya yang terpahat serta alis tajam dan gelap. Lalu matanya yang sehitam jelaga dengan bulu mata lentik alami. Dan bibir itu, terlalu seksi untuk dimiliki seorang lekaki. And I loved when he pressed those lips to my body. I burned for him.

"Hadiah dari siapa lagi?" Pertanyaannya berhasil mengembalikan kewarasanku.

"Dari kantor Mama. Kita dapat hadiah voucher hotel di Bali."

"Sepertinya itu pertanda kalau Mama mau minta cucu lagi dari kita."

Aku kembali menatapnya dan dia balas menatapku dengan ekspresi serius yang terlalu dibuat-buat.

"Dasar maniak!" ejekku hingga berhasil memancing tawanya.

Atharva menuntunku duduk di tepi ranjang. "Ada cerita apa aja hari ini?" tanyanya sambil memijati pundakku.

Ini part yang paling aku sukai dari kehidupan pernikahan. Aku memiliki seseorang yang bisa aku jadikan sebagai tempat berbagi cerita. Dan aku lupa bagaimana melegakan rasanya saat aku bisa menumpahkan semua keluh kesahku kepada seseorang yang bisa memahamiku melebihi siapa pun.

"Akhir bulan dan akhir kuartal tiga. Bisa kebayang, kan, gimana hectic-nya situasi di kantor hari ini?"

Atharva mendengarkan dengan penuh perhatian. Dia menyingkirkan uraian rambutku ke samping dan pijatannya naik hingga ke leherku.

Aku tidak bisa menahan erangan ketika merasakan telapak tangannya yang besar memijatku dengan tekanan yang pas. Aku tahu dia tidak memiliki niat lain di balik tindakannya itu. Namun, entah bagaimana caranya dia bisa membuat apa pun yang dia lakukan terhadapku menjadi lebih sensual.

"Naik sedikit lagi, Thar. Leher aku pegal banget karena kelamaan menunduk baca laporan di laptop."

Tanpa berkata apa-apa, Atharva menuruti permintaanku. Dia mengusap leherku sekilas sebelum memijatnya dengan lembut.

"Harusnya sekarang itu kamu masih honeymoon, bukannya malah pusing mikirin kerjaan."

Aku tertawa pelan. Mataku terpejam selama menikmati pijatan Atharva di sepanjang leher dan pundakku.

"Bagian yang lainnya mau aku pijat?" bisiknya di samping telingaku.

"Bagian yang mana?" Aku balas berbisik.

"Kamu maunya dipijat di mana?"

Kemudian dia berdiri di belakangku dan membantu menurunkan zipper midi dress yang aku kenakan. Aku sangat menyukai model pakaian ini karena pas di badan dan membuat tubuhku terlihat lebih ramping. Namun, aku tidak suka dengan zipper-nya yang berada di bagian punggung sehingga menyulitkan aku membukanya.

Mengapa Jatuh Cinta Harus Sesakit Ini?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang