It's Time To Say Goodbye

1.5K 215 12
                                    

"There's something you're not telling me." Mama menatapku lekat, membuatku tidak memiliki kesempatan mengelak.

Bahkan, Mama tidak bisa menunggu lebih lama untuk membahas masalah yang terjadi di rumah sakit tadi. Mama seolah tidak peduli walaupun saat ini kami masih berada di tengah-tengah perjalanan dengan keberadaan supir serta asistennya duduk di depan.

"Mam, I really don't want to talk about it right now," bisikku.

"Kenapa? Kamu malu dengan keberadaan Soraya dan Leo?"

"Mam, please...."

"The fact that you are denying it shows that you are, Adiera."

Aku tahu Mama tidak akan berhenti menekankanku sebelum aku mengaku. "Apa yang Mama dengar di rumah sakit tadi memang benar. Atharva memang sudah menikah."

Ekspresi Mama masih terlihat tenang saat bertanya, "Dan kamu sudah tahu tentang hal itu?"

Aku mengangguk. "Bahkan aku sudah bertemu dengan istrinya," ungkapku.

"Seperti Papa kamu yang memperkenalkan selingkuhannya kepada Mama?"

"Not exactly the same, karena istrinya Athar nggak menyadari pertemuan itu. Bahkan dia nggak mengingat Atharva sebagai suaminya."

Pada saat Mama menatapku dengan ekspresi penuh kebingungan, aku mengeluarkan ponsel dan memperlihatkan foto terbaru yang dikirimkan Atharva saat aku menanyakan kondisi istrinya sebelum kami bertemu di rumah sakit.

"Ini istrinya Athar, Ma. Namanya Shenina."

"Dia kenapa?" tanya Mama sambil meraih ponselku dan memperhatikan foto Shenina dengan lebih jelas.

"Shenina mengalami penyakit komplikasi bawaan. Dia kehilangan seluruh memori otaknya setelah menjalani operasi di kepala."

"Dan dengan kondisi istrinya seperti itu kalian masih tega berselingkuh?"

Aku menghela napas panjang. Sejujurnya aku sudah terlalu lelah menghadapi semua masalah ini. "Aku sudah berusaha menjauhi Athar, Ma. Mama pikir kenapa kemarin aku mendadak cuti dan kabur ke Bali? Karena aku butuh suasana tenang agar aku bisa menilai masalah ini dengan perspektif yang berbeda. Mama bisa tanya Davi dan Monic, gimana usaha aku untuk bisa lepas dari Athar."

"Sudah kabur ke Bali, tetap saja akhirnya kamu kembali lagi kepada laki-laki itu dan melanjutkan perselingkuhan kalian!" tangkas Mama.

"Mama harus paham kalau Athar sudah mendampingi istrinya dalam kondisi seperti itu selama tiga tahun tanpa ada perubahan dengan kondisinya. Bukan salah Athar kalau akhirnya dia menyerah dan memilih mencari kebahagiaan dengan wanita lain."

Tatapan Mama semakin menusuk. "Mama pikir kamu lebih kuat dari Mama, Dier. Mama pikir otak master kamu itu bisa membuat kamu berpikir lebih realistis. Ternyata ekspetasi Mama terlalu tinggi terhadap kamu," selorohnya dengan tatapan penuh kekecewaan.

"Tapi aku nggak bisa mencintai laki-laki lain seperti aku mencintai Atharva, Ma." Aku menyadari keadaanku saat ini benar-benar terlihat putus asa. Bahkan aku masih belum mengerti mengapa aku harus dihadapkan dalam situasi seperti ini.

"Tidak ada pembenaran untuk sebuah perselingkuhan, Diera. Apa pun alasannya, Mama tetap tidak akan pernah mengizinkan kamu menjalin hubungan dengan laki-laki itu!"

"Kalau Athar menceraikan istrinya dan memilih Diera, apa Mama akan setuju?"

Jantungku rasanya diremas saat Mama menghunusku dengan tatapannya. "Kalau seperti itu, lalu apa bedanya kamu dengan Veronica?"

Kata-kata Mama sangat efektif karena aku menemukan diriku mematung tanpa mampu mengeluarkan lagi pembelaan. Aku mendesah dengan bahu merosot ketika tak kutemukan pilihan yang lain. Satu-satunya pilihan yang aku punya adalah, aku harus meninggalkan Atharva.

Mengapa Jatuh Cinta Harus Sesakit Ini?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang