Reno menghentikan mobilnya di tempat parkir, alih-alih menurunkan aku di lobi seperti biasanya. Setelahnya kami sama-sama terdiam. Tidak ada satu pun yang bersuara. Pikiranku masih terlalu sibuk memproses kejadian yang baru saja terjadi di pesta tadi.
"Dier."
Panggilan Reno membuat kepalaku menoleh ke arahnya.
"Gue nggak akan tanya apa yang terjadi antara lo sama Athar kalau memang lo nggak mau cerita. Tapi lo harus tahu kalau gue ada di sini seandainya lo butuh teman buat curhat."
Sebenarnya aku enggan membicarakan masalah apa pun menyangkut Atharva. Namun, aku tahu Reno berhak mendapatkan penjelasan.
"Atharva mantan gue, Ren," ungkapku dengan pandangan lurus ke depan.
"Apa itu artinya, kalian udah saling kenal waktu ketemu di acara MNC?"
Aku hanya menganggukkan kepala.
"Kenapa kalian pura-pura nggak kenal?"
"Hubungan gue sama Athar terlalu complicated. Gue nggak tahu harus bersikap seperti apa waktu ketemu dia di acara itu. Terutama setelah gue tahu kalau kalian saling kenal."
Kali ini Reno terdiam, seperti ikut berpikir. "Selama gue kenal Athar, gue nggak pernah sekali pun lihat dia jalan sama cewek. Kalau lagi ngumpul sama anak-anak pun, dia nggak pernah ngomongin soal cewek."
"Athar memang tertutup. Dia nggak terlalu senang kalau urusan pribadinya diusik."
"Dasar bego. Kalau gue punya cewek kayak lo, mungkin udah gue pamerin ke mana-mana," sahut Reno. "Sejak kapan lo pacaran sama dia?"
"Gue kenal dia sekitar sepuluh tahun lalu waktu gue masih jadi reporter di koran nusantara. Gue dapat tugas stay offshore di NTB selama satu bulan, dan Athar sebagai koresponden fotografer yang mendampingi gue selama di sana."
"Karena itu kalian jadi dekat sampai akhirnya pacaran?"
"Iya," jawabku.
"Memangnya apa yang bikin lo jatuh cinta sama cowok kayak dia? Dia kan orangnya cuek banget."
Mataku menatap lurus ke depan dengan pandangan menerawang pada masa-masa awal perkenalanku dengan laki-laki itu. "Ngobrol sama dia itu kayak lagi baca ensiklopedia, Ren. Pengetahuannya luas, dan dia orang yang menyenangkan untuk diajak diskusi. Setiap gue cerita masalah yang menimpa gue hari itu, Athar selalu punya cara untuk menemukan problem solving dari masalah yang gue hadapi. Bahkan, secara nggak langsung, dia juga yang membantu gue ada di posisi gue saat ini."
"Lo masih cinta sama Athar."
Itu jelas bukan pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan. Dan aku yakin Reno tidak perlu mendengar pengakuan dariku untuk mengetahui jawabannya.
~~~~
Hari-hari datang, pergi, lalu menghilang. Lewat satu demi satu. Hingga tanpa terasa, sudah dua bulan berlalu sejak kepergian Atharva, dan aku masih saja jalan di tempat tanpa mampu melangkah maju. Reno pun sudah tidak pernah berusaha mendekatiku lagi setelah aku membuka diri dan menceritakan kepadanya tentang Atharva. Dia orang yang cukup cerdas memahami situasi dan tidak ingin membuang-buang waktu mengejar seorang perempuan yang jelas-jelas belum bisa move on dari kisah masa lalunya.
Pepatah mengatakan, hanya orang bodoh yang mau jatuh ke lubang yang sama. Dan aku lah Si Bodoh itu. Situasi yang aku hadapi saat ini mengingatkan aku akan situasi tujuh tahun lalu. Keadaan yang sama setelah aku berpisah dengan Atharva. Dan kini aku kembali berada dalam situasi yang sama, bahkan, mungkin lebih parah dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengapa Jatuh Cinta Harus Sesakit Ini?
RomanceTerima kasih telah mengajarkan aku bahwa semua yang kita miliki di dunia ini adalah fana. Dan fana itu hanya sementara.