4. Ada-Ada Abang

192 27 0
                                    

Setelah mendapat penawaran yang lebih mirip ancaman dari Bapak, Uli langsung melarikan diri ke rumah Paktua-nya untuk mengadu. Mau bagaimanapun juga, Paktua pasti akan berada di pihaknya. Selain karena ikatan darah, sejak zaman bocah, Uli sudah dijadikan anak emas oleh Paktua, tentu saja karena Uli adalah anak perempuan satu-satunya. Dalam adat Batak, anak dari saudara laki-laki sama seperti anak kandung sendiri.

Gadis yang mengenakan celana olahraga dan kaus oblong kebesaran itu memarkirkan sepedanya dengan kasar. Ia berhenti tepat di depan warung yang ditutup. Ia berjinjit untuk membuka pagar yang lumayan tinggi. Setelah membuka pagar, gonggongan anjing menyambutnya. Bukan jenis gonggongan galak, hanya gonggongan serupa sapaan selamat datang.

"Hai, juga, Fans." Uli melambaikan tangan pada anjing milik Pattar dan Petra yang kini berlari kecil mengelilinginya.

"Eh, ada Uli. Ada apa, Boru? Tumben hari Minggu kau ke sini? Baru mau pergi arisan lho kami, Nang."

Uli langsung cemberut. Ia menghela napas berat. "Nanti malam ajalah aku ngobrol sama Paktua."

"Ih, tumben." Paktua yang wajahnya nyaris sama seperti Bapak itu, langsung menatap Uli curiga. "Rahasia negara pasti ini."

Gadis bermata besar itu langsung mengangguk dan mendekat. "Rahasia banget. Makanya jangan pulang lama-lama, ya."

Pria bertubuh tinggi itu langsung tertawa. "Kau memang, ya. Apa rupanya yang mau kau omongin?"

Uli bergerak cepat untuk menutup mulut Paktua-nya dengan telunjuk. "Rahasia dibilang."

"Ah, paling, nanti kau bilang, pinjam dulu seratus."

Uli langsung memutar bola matanya malas. Paktua dan Bapak sama saja. Keduanya bak saudara kembar beda ukuran. Soalnya wajah mereka serupa, tetapi berbeda perawakan. Bapak gemuk pendek, Bapatua kurus tinggi. Sangat tidak mengherankan kedua sepupu Uli bisa memiliki tubuh lebih tinggi dari rata-rata cowok Indonesia, soalnya mereka dapat gen tinggi.

"Bercanda, bercanda." Bapatua malah berbicara dengan nada yang menyebalkan.

Emang nggak boleh orang tua kebanyakan main sosmed. Uli sudah lama ingin bertanya mengapa Pattar dan Petra sangat berbeda, hari ini ia mendapatkan jawabannya. Jelas saja Pattar absurd tidak tertolong, soalnya itu menurun dari Paktua. Petra yang kalem pasti menurun dari Maktua.

Akibat malas berlama-lama meladeni Paktua yang sedang dalam mode jail, Uli langsung menyalami tangan Paktua dan nyelonong masuk ke rumah.

Begitu bertemu Maktua, Uli langsung menyalaminya dan mereka berpelukan singkat. "Mau cari Petra, ya? Ada di kamar."

"Ih, kok tau?" Uli bertanya dengan senyum lebar.

"Nggak mungkin cari Pattar, kan? Tapi, kalo mau ketemu Pattar, ada juga dia di kamar. Lagi sibuk sama komputernya."

Uli bedecak. "Dih, udah mau 30 tahun, masih aja main game kerjanya."

Maktua tertawa, kemudian membuka tudung saji. "Ini ada ikan teri sambal. Kau kalo mau makan, ambil sendiri aja, ya. Di kulkas ada buah. Oh, sama ada kue dari cewek abangmu."

Uli yang sedang berjalan untuk memeriksa kulkas, otomatis langsung berhenti. Ia berbalik dan mengerjap. "Abang yang mana?"

Maktua kembali tertawa. "Abang Pattar."

Uli makin melongo. "Masa?"

"Tanya sana. Kok, nggak percaya. Ganteng, lho, anak Maktua itu."

"Ganteng, sih. Cuma .... "

"Cuma nggak bisa digapai." Laki-laki yang mengenakan kaus tanpa lengan tiba-tiba muncul di belakang Uli.

"Dih."

SGM 27+ : Semua Gara-gara Marga ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang